KONTEKS SITUASI DAN KEUNIKAN PENULISAN PUISI “TRAGEDI
WINKA SIHKA” SUTARDJI CALSOUM BAHRI
OLEH:
Retno Galuh Diyanti - 100211404905
Menulis puisi bagi Sutardji adalah membebaskan kata-kata.
Dari penggunaan gaya bahasa pada puisi-puisi Sutardji, dapat dilihat bahwa
sutardji adalah seorang penyair kontemporer yang banyak memberi andil kepada
perkembangan bahasa Indonesia. Ia tidak lagi bertahan pada gaya bahasa
personifikasi untuk mendapatkan pengucapan puitik. Pengalaman puitik itu ia
dibangun dengan gaya bahasa mantera dalam segala variasinya.
Kata-katanya bagi
saya mengandung daya magis yang ditata begitu baik dalam hal penundaan makna
puisi. Saya kemudian tertarik pada badai tragedi yang melingkupi empat puisi
yang saya sebutkan di atas. Tragedi begitu terrefleksi dari diksi, tipografi,
teknik pembolakbalikan kata, dan ungkapan-ungkapan yang membawa kebaruan. Sutardji begitu lihai mengolaborasi kata-kata
sederhana menjadi sebuah gambaran nyata akan tragedi dan penderitaan. Saya
memang tidak mempunyai referensi yang menjelaskan maksud dicetuskannya
tema-tema demikian dalam beberapa puisi Sutardji. Perihal ketertarikan Sutardji
untuk mengangkat tema-tema demikian, saya menangkap sebuah konklusi tersendiri.
Ia mengajak kita untuk menelusuri fenomena sekitar kita dengan cara sastra.
Cara yang membawa kita pada keharusan untuk benar-benar memfungsikan wilayah
kepekaan di hati kita dalam memandang suatu masalah. Seringkali kita tidak
sadar bahwa kita tengah hidup diantara gelimangan tragedi bahkan kemudian kita
pun terbiasa memicu hadirnya tragedi itu.
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
Memandang dari konteks situasinya, puisi “Tragedi Sihka dan Winka” memang
dimaksudkan untuk menggambarkan suatu keadaan dalam fragmen kehidupan nyata.
Kata kawin, kasih, winka, sihka, ka – win, dan ka – sih, adalah tanda-tanda
bermakna. Logika tanda tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
(Dikutip dari Pengkajian Puisi : Rachmat Djoko Pradopo)
“Bila kata itu utuh, sempurna seperti aslinya, maka arti
dan maknanya sempurna. Bila kata-kata dibalik, maka maknanya pun terbalik,
berlawanan dengan kata aslinya.”
Dari pernyataan itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa, dalam kata “kawin” terkandung konotasi makna kebahagiaan, sedangkan “winka” itu mengandung kesengsaraan. Kawin adalah persatuan, sebaliknya winka adalah perceraian. Kasih itu berarti cinta, sedangkan sihka itu kebencian. Kawin dan kasih adalah kebahagiaan, sedangkan winka dan sihka adalah kesengsaraan. Bila kawin dan kasih menjadi winka dan sihka, maka itulah tragedi kehidupan. Demikian pula dengan tipografinya yang menggambarkan jalan pengalaman berliku dan penuh bahaya. Efek magis mungkin sudah menjadi trademark puisi Sutardji. Lewat judulnya saja sudah cukup membuat tanda tanya yang besar. Tidak akan ditemukan arti kata sihka dan winka dalam kamus karena ini memang stategi pembebasan kata yang dilakukan oleh Sutardji. Bila diperhatikan lebih lanjut, efek yang diperoleh dari perulangan kata-kata yang tidak jelas artinya ini seakan-akan menunjukkan sesuatu yang gaib. Penggunaan kata-kata yang tidak jelas seperti ini sering digunakan orang pada zaman dahulu untuk melakukan suatu pemujaan, karena dengan semakin tidak dimengerti maksudnya maka kekuatan atau energi magis yang diperoleh akan semakin meningkat. Mungkin hal itulah yang ingin disampaikan oleh Sutardji.
Dari pernyataan itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa, dalam kata “kawin” terkandung konotasi makna kebahagiaan, sedangkan “winka” itu mengandung kesengsaraan. Kawin adalah persatuan, sebaliknya winka adalah perceraian. Kasih itu berarti cinta, sedangkan sihka itu kebencian. Kawin dan kasih adalah kebahagiaan, sedangkan winka dan sihka adalah kesengsaraan. Bila kawin dan kasih menjadi winka dan sihka, maka itulah tragedi kehidupan. Demikian pula dengan tipografinya yang menggambarkan jalan pengalaman berliku dan penuh bahaya. Efek magis mungkin sudah menjadi trademark puisi Sutardji. Lewat judulnya saja sudah cukup membuat tanda tanya yang besar. Tidak akan ditemukan arti kata sihka dan winka dalam kamus karena ini memang stategi pembebasan kata yang dilakukan oleh Sutardji. Bila diperhatikan lebih lanjut, efek yang diperoleh dari perulangan kata-kata yang tidak jelas artinya ini seakan-akan menunjukkan sesuatu yang gaib. Penggunaan kata-kata yang tidak jelas seperti ini sering digunakan orang pada zaman dahulu untuk melakukan suatu pemujaan, karena dengan semakin tidak dimengerti maksudnya maka kekuatan atau energi magis yang diperoleh akan semakin meningkat. Mungkin hal itulah yang ingin disampaikan oleh Sutardji.
Puisi berjudul “Tragedi Sihka dan Winka” merupakan salah
satu karya Sutardji yang cukup fenomenal. Bagaimana tidak, puisi tersebut
memiliki tipografi yang sangat berbeda dari puisi kebanyakan. Teknik persajakan
denggan memotong-motong kata dan membalikkan suku kata seperti itu belum pernah
terjadi dalam perpuisian indonesia modern sebelumnya. Puisi ini banyak mendapat
tanggapan dari berbagai kalangan, yang kebanyakan berpendapat bahwa puisi
tersebut hanya “bermain-main”.
Ketidaklangsungan ekspresi sajak itu, berupa kombinasi
makna nonsense dan tipografi. Yang
perlu diterangkan lebih lanjut adalah tipografi (tata huruf) yang sejak tahun
1970 dalam perpuisian indonesia sampai sekarang menjadi mode di antara penyair
muda, dipergunakan untuk menciptakan makna. Biasanya makna yang ingin
diciptakan adalah makna ikonik atau indeksis.
Sajak tersebut hanya terdiri dari dua kata ‘kawin’ dan
‘kasih’, yang dipotong-potong menjadi suku kata-suku kata, juga dibalik menjadi
‘winka’ dan ‘sihka’. Tipografi sajak tersebut berdasarkan konteks strukturnya
dapat diberi makna (salah satu makna) sebagai pengalaman hidup yang tidak
menyenangkan. Di situ digambarkan sebagai susunan huruf, tulisan, yang
berbentuk zigzag, berbelok-belok tajam sebagai jalan berliku yang membahayakan.
Kerangka:
1.
Esai ini membahas mengenai
gaya kepenyairan Sutardji Calsoum Bahri
2.
Esai ini membahas mengenai
konteks situasi puisi “ Winka Sihka” Sutarji Calsoum Bahri
3.
Esai ini membahas puisi
tragedi “ Winka Sihka” Sutardji Calsoum Bahri” dari pendekatan ekpresif
No comments:
Post a Comment