LAGU
DALAM PUISI KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG
OLEH:
Andini Risa
Pratiwi – 100211404906
“Kudekap
Kusayang-sayang”
Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan
di dadaku ini demi cintaku
kepada semua manusia
Kupersembahkan kepadamu sirnanya
seluruh kepentingan
diri dalam hidup demi
mempertahankan kemesraan rahasia,
Terima kasih engkau telah
pilihkan bagiku rumah
persemayaman dalam jiwa remuk
redam hamba-hambamu
Kudekap mereka, kupanggul,
kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke
dadaku, mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga
bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan
sobekan-sobekan bajuku
Kemudian kudekap ia, kupanggul,
kusayang-sayang,
kupeluk,
kugendong-gendong, sampai
kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku,
sehingga mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera
mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan
bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.
Emha Ainun Najib, 1994
Kudekap kusayang-sayang, salah satu puisi karya Emha Ainun Najib yang menarik untuk
dikupas. Tetapi sebelum mengupas lebih lanjut mengenai puisi tersebut, perlu
diketahui bahwa aspek kehidupan seorang sastrawan berpengaruh terhadap
karya-karyanya. Dalam esai ini, saya ingin menyampaikan pendapat saya tentang
pengaruh kehidupan Emha terhadap puisi-puisinya terutama puisi berjudul “kudekap kusayang-sayang”.
Emha Ainun Najib
atau biasa disapa Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur, tanggal 27 Mei 1953. Emha
termasuk penulis yang produktif, banyak tulisan-tulisan beliau yang diterbitkan
mulai dari puisi, prosa, drama, dan esai. Selain dalam bidang kepenulisan,
beliau juga seorang pemusik. Beliau adalah pemimpin sebuah grup musik Kiai
Kanjeng. Hal ini menunjukkan totalitas eksistensinya dalam dunia seni, tidak
hanya sastra tetapi seni musik pun jadi makanannya.
Perlu
diketahui bahwa musik diartikan sebagai suatu ungkapan yang berasal dari
perasaan yang dituangkan dalam bentuk bunyi-bunyian atau suara. Musik merupakan
hasil karya manusia yang menarik karena musik memegang sebuah peranan yang
sangat banyak diberbagai bidang. Salah satu hal terpenting dalam sebuah musik
adalah lirik lagunya, karena lirik lagu dalam musik yang sebagaimana dapat
menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam
masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi karena
mengandung informasi atau pesan, dan dapat pula sebagai pelestarian terhadap
suatu sikap atau nilai.
Dari jabaran
tentang musik tersebut bolehlah saya menyimpulkan bahwa puisi memiliki kesamaan
dengan lagu. Mengapa? Karena di dalam pembacaan puisi terdapat istilah
musikalisasi puisi dan dalam lagu terdapat puisi jika tanpa musik pengiring.
Contoh sebuah lagu yang sebenarnya adalah puisi “Berita Pada Kawan” karya
Ebiet G. Ade yang dianggap masyarakat sebagai lagu karena puisi tersebut
dilatunkan dengan iringan musik.
Maka wajarlah
jika pembahasan esai ini, saya mengambil tindakan untuk menyatukan esensi
penulisan syair lagu dengan puisi demi tafsir baru untuk saya sendiri dalam
memahami puisi “kudekap kusayang-sayang”
karya Emha ini. Pada bait-bait akhir
dalam puisi “kudekap kusayang-sayang” terdapat pengulangan yang terlihat seperti di
bawah ini.
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan
ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah
dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku
Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang,
kupeluk,
kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi
darah
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.
Sekarang, yang
jadi pertanyaan, apa yang sebenarnya Emha inginkan melalui pengulangan pada
bait-bait terakhir? Apakah Emha kehabisan kata-kata atau ada makna dan pesan
yang tersirat di dalamnya? Dalam hal ini saya lebih memilih opsi kedua bahwa
Emha menciptakan suatu karya pasti terdapat makna dan pesan di dalamnya.
Saya
menganggap pengulangan bait akhir puisi “kudekap
kusayang-sayang” seperti chorus dalam lagu. Chorus umumnya dikenal sebagai Reff (walaupun sebetulnya Reff
memiliki pengertian yang berbeda). Chorus memiliki nilai excitement yang lebih tinggi dari Verse (bait), dan sering diasosiasikan sebagai puncak dari sebuah
lagu. Biasanya statement atau misi utama lagu ada di bagian ini. Melodi Chorus biasanya sudah merupakan
pengembangan lebih lanjut dari Verse,
yang mengandung lompatan klimaks. Chorus
merupakan bagian inti dari sebuah lagu, biasanya merupakan puncak dari lagu.
Bagian ini biasanya merupakan isi lagu yang ditunggu-tunggu untuk didengarkan.
Bagian chorus atau reff ini dilagukan berulang-ulang untuk
memberi tahu pendengar inti lagu tersebut. Kebanyakan dari reff notasi pengulangannya sama dan syairnyapun sama, namun tidak menutup
kemungkinan syairnya sedikit dimodifikasi, cuman biasanya tak jauh dari reff
yang pertama, atau istilah lainnya beda-beda tipis.
Dengan
mengaitkan kehidupan Emha yang juga sebagai sorang penulis lagu bolehlah jika saya
berpendapat bahwa Emha memasukkan teori chorus
atau reff ke dalam puisi ‘kudekap kusayang-sayang’. Sehingga saya menafsirkan makna dari
pengulangan bait-bait di atas, seperti berikut ini.
Kudekap mereka, kupanggul,
kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku,
mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku
mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan
bajuku
“Ku dekap mereka” –“mereka” di sini bisa ditafsirkan kepada pengikutnya
ataupun muat yang belum menjadi pengikut si penyair. Namun yang dimaksud disini
adalah pengikutnya karena kata “ku dekap” menggambarkan bahwa si penyair
mempertahankan keberadaan sesuatu yang sudah ada yaitu pengikutnya ditambah
lagi ada kata kupanggul dan kusayang-sayang.
‘mereka tancapkan
pisau ke dadaku’—dalam artian bahwa umatnya melakukan penentangan pula pada
yang ia ajarkan. Hingga hal ini mengakibatkan ‘mengucur darah dari mereka sendiri’—yang dimaksud adalah
penentangan yang dilakukan pengikut si penyair, sungguhnya akan melukai
(mengakibatkan kesesatan) bagi para pengikut penyair. Namun bersegera penyair memperbaiki itu semua,
ditunjukkan dengan rangkaian kata ‘sehingga bersegera aku mengusapnya kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku’. Kata ‘bajuku’ ini menunjukkan bahwa
usaha perbaikan yang dilakukan oleh si penyair hanya berbatas oleh
kemampuaannya sebagai manusia.
Kemudian kudekap ia, kupanggul,
kusayang-sayang,
kupeluk,
‘kemudian’—menunjukkan bahwa setelah melakukan usaha untuk
mempertahankan kebenaran dalam diri umat si penyair, si penyair selanjutnya
tidak hanya berdiam diri. ‘kudekap ia’—menunjukkan
bahwa si penyair masih berusaha mempertahankan ajarannya dalam diri para
pengikutnya. Sedangkan kata ‘kupanggul’
menandakan bahwa si penyair sebagai penyebar agama siap menanggung kesalahan
para pengikutnya.‘kusayang-sayang’ di
sini kembali berdasar pada rasa cinta untuk memaafkan segala kesalahan yang
dilakukan oleh para pengikutnya. ‘kupeluk’
masih dalam artian yang sama dengan ‘kudekap’,
namun perubahan kata yang digunakan menunjukkan sebuah koreksi telah dilakukan
oleh si penyair. Dalam artian si penyair selanjutnya akan merubah cara-cara
penyebaran agama yang menyebabkan pengikutnya melakukan penyimpangan.
kugendong-gendong, sampai kemudian
mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga
mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera
mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku,
kudekap,
kusayang-sayang.
Pemilihan
kata ‘kugendong-gendong’ memiliki
artian sama dengan ‘kupanggul’
seperti beberapa larik sebelumnya, hanya saja diksi ‘kugendong-gendong’ ini lebih menyampaikan rasa ikhlas yang lebih
besar dari sebelumnya untuk menanggung kesalahan para pengikutnya. Hal ini
digambarkan dengaan pengulangan kata ‘gendong’
itu sendiri.
Rangkaian
kata selanjutnya adalah pengulangan beberapa larik sebelumnya. Hal ini bukan
semata untuk memenuhi akhir dari puisi ini. Namun lebih menggambarkan sisi
emosional yang ingin disampaikan penyair dengan menyisipkan tambahan kata ‘sampai kemudian’ dan ‘lagi’, hingga mewujudkan makna bahwa
meskipun para pengikutnya masih saja melakukan penyimpangan-penyimpangan, si
penyair sebagai penyebar agama akan seterusnya memaafkan, menangggung, dan
membenarkan hal tersebut.
Pada akhirnya,
setelah saya menafsirkan mengenai pengulangan bait-bait akhir puisi “kudekap
kusayang-sayang” karya emha, mulai saya pahami bahwa puisi ini memiliki fungsi
katarsis bagi pembacanya. Melalui puisi ini, Emha memberikan penyucian jiwa
atau perenungan bagi pembaca. Puisi-puisi yang Emha ciptakan memang selalu
memberikan sebuah perenungan tentang kehidupan, membuat saya menyanjung sosok
Emha sebagai seorang sastrawan.
Sumber:
http://keyboardiz.com/?p=article&id=929
http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/profil-emha-ainun-nadjib-cak-nun.html
No comments:
Post a Comment