Translate

Saturday, May 4, 2013

ESAI KRITIK PUISI Andini Risa Pratiwi

LAGU DALAM PUISI KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG
OLEH:
Andini Risa Pratiwi – 100211404906

“Kudekap Kusayang-sayang”
Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan
di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia
Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan
diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia,
yang teramat menyakitkan ini, denganmu

Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah
persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku
Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang,
kupeluk,
kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.
Emha Ainun Najib, 1994

Kudekap kusayang-sayang, salah satu puisi karya Emha Ainun Najib yang menarik untuk dikupas. Tetapi sebelum mengupas lebih lanjut mengenai puisi tersebut, perlu diketahui bahwa aspek kehidupan seorang sastrawan berpengaruh terhadap karya-karyanya. Dalam esai ini, saya ingin menyampaikan pendapat saya tentang pengaruh kehidupan Emha terhadap puisi-puisinya terutama puisi berjudul “kudekap kusayang-sayang”.
Emha Ainun Najib atau biasa disapa Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur, tanggal 27 Mei 1953. Emha termasuk penulis yang produktif, banyak tulisan-tulisan beliau yang diterbitkan mulai dari puisi, prosa, drama, dan esai. Selain dalam bidang kepenulisan, beliau juga seorang pemusik. Beliau adalah pemimpin sebuah grup musik Kiai Kanjeng. Hal ini menunjukkan totalitas eksistensinya dalam dunia seni, tidak hanya sastra tetapi seni musik pun jadi makanannya.
Perlu diketahui bahwa musik diartikan sebagai suatu ungkapan yang berasal dari perasaan yang dituangkan dalam bentuk bunyi-bunyian atau suara. Musik merupakan hasil karya manusia yang menarik karena musik memegang sebuah peranan yang sangat banyak diberbagai bidang. Salah satu hal terpenting dalam sebuah musik adalah lirik lagunya, karena lirik lagu dalam musik yang sebagaimana dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi karena mengandung informasi atau pesan, dan dapat pula sebagai pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai.
Dari jabaran tentang musik tersebut bolehlah saya menyimpulkan bahwa puisi memiliki kesamaan dengan lagu. Mengapa? Karena di dalam pembacaan puisi terdapat istilah musikalisasi puisi dan dalam lagu terdapat puisi jika tanpa musik pengiring. Contoh sebuah lagu yang sebenarnya adalah puisi “Berita Pada Kawan karya Ebiet G. Ade yang dianggap masyarakat sebagai lagu karena puisi tersebut dilatunkan dengan iringan musik.
Maka wajarlah jika pembahasan esai ini, saya mengambil tindakan untuk menyatukan esensi penulisan syair lagu dengan puisi demi tafsir baru untuk saya sendiri dalam memahami puisi “kudekap kusayang-sayang”  karya Emha ini. Pada bait-bait akhir dalam puisi “kudekap kusayang-sayang”  terdapat pengulangan yang terlihat seperti di bawah ini.
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku
Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang,
kupeluk,
kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.

Sekarang, yang jadi pertanyaan, apa yang sebenarnya Emha inginkan melalui pengulangan pada bait-bait terakhir? Apakah Emha kehabisan kata-kata atau ada makna dan pesan yang tersirat di dalamnya? Dalam hal ini saya lebih memilih opsi kedua bahwa Emha menciptakan suatu karya pasti terdapat makna dan pesan di dalamnya.
Saya menganggap pengulangan bait akhir puisi “kudekap kusayang-sayang”  seperti chorus dalam lagu. Chorus umumnya dikenal sebagai Reff (walaupun sebetulnya Reff memiliki pengertian yang berbeda). Chorus memiliki nilai excitement yang lebih tinggi dari Verse (bait), dan sering diasosiasikan sebagai puncak dari sebuah lagu. Biasanya statement atau misi utama lagu ada di bagian ini. Melodi Chorus biasanya sudah merupakan pengembangan lebih lanjut dari Verse, yang mengandung lompatan klimaks. Chorus merupakan bagian inti dari sebuah lagu, biasanya merupakan puncak dari lagu. Bagian ini biasanya merupakan isi lagu yang ditunggu-tunggu untuk didengarkan. Bagian chorus atau reff ini dilagukan berulang-ulang untuk memberi tahu pendengar inti lagu tersebut. Kebanyakan dari reff notasi pengulangannya sama dan syairnyapun sama, namun tidak menutup kemungkinan syairnya sedikit dimodifikasi, cuman biasanya tak jauh dari reff yang pertama, atau istilah lainnya beda-beda tipis.
Dengan mengaitkan kehidupan Emha yang juga sebagai sorang penulis lagu bolehlah jika saya berpendapat bahwa Emha memasukkan teori chorus atau reff  ke dalam puisi ‘kudekap kusayang-sayang’. Sehingga saya menafsirkan makna dari pengulangan bait-bait di atas, seperti berikut ini.
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku

“Ku dekap mereka” –“mereka” di sini bisa ditafsirkan kepada pengikutnya ataupun muat yang belum menjadi pengikut si penyair. Namun yang dimaksud disini adalah pengikutnya karena kata “ku dekap” menggambarkan bahwa si penyair mempertahankan keberadaan sesuatu yang sudah ada yaitu pengikutnya ditambah lagi ada kata kupanggul dan kusayang-sayang.
 ‘mereka tancapkan pisau ke dadaku’—dalam artian bahwa umatnya melakukan penentangan pula pada yang ia ajarkan. Hingga hal ini mengakibatkan ‘mengucur darah dari mereka sendiri’—yang dimaksud adalah penentangan yang dilakukan pengikut si penyair, sungguhnya akan melukai (mengakibatkan kesesatan) bagi para pengikut penyair.  Namun bersegera penyair memperbaiki itu semua, ditunjukkan dengan rangkaian  kata ‘sehingga bersegera aku mengusapnya kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku’. Kata ‘bajuku’ ini menunjukkan bahwa usaha perbaikan yang dilakukan oleh si penyair hanya berbatas oleh kemampuaannya sebagai manusia.

Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang,
kupeluk,

‘kemudian’—menunjukkan bahwa setelah melakukan usaha untuk mempertahankan kebenaran dalam diri umat si penyair, si penyair selanjutnya tidak hanya berdiam diri. ‘kudekap ia’—menunjukkan bahwa si penyair masih berusaha mempertahankan ajarannya dalam diri para pengikutnya. Sedangkan kata ‘kupanggul’ menandakan bahwa si penyair sebagai penyebar agama siap menanggung kesalahan para pengikutnya.‘kusayang-sayang’ di sini kembali berdasar pada rasa cinta untuk memaafkan segala kesalahan yang dilakukan oleh para pengikutnya. ‘kupeluk’ masih dalam artian yang sama dengan ‘kudekap’, namun perubahan kata yang digunakan menunjukkan sebuah koreksi telah dilakukan oleh si penyair. Dalam artian si penyair selanjutnya akan merubah cara-cara penyebaran agama yang menyebabkan pengikutnya melakukan penyimpangan.

kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.

Pemilihan kata ‘kugendong-gendong’ memiliki artian sama dengan ‘kupanggul’ seperti beberapa larik sebelumnya, hanya saja diksi ‘kugendong-gendong’ ini lebih menyampaikan rasa ikhlas yang lebih besar dari sebelumnya untuk menanggung kesalahan para pengikutnya. Hal ini digambarkan dengaan pengulangan kata ‘gendong’ itu sendiri.
Rangkaian kata selanjutnya adalah pengulangan beberapa larik sebelumnya. Hal ini bukan semata untuk memenuhi akhir dari puisi ini. Namun lebih menggambarkan sisi emosional yang ingin disampaikan penyair dengan menyisipkan tambahan kata ‘sampai kemudian’ dan ‘lagi’, hingga mewujudkan makna bahwa meskipun para pengikutnya masih saja melakukan penyimpangan-penyimpangan, si penyair sebagai penyebar agama akan seterusnya memaafkan, menangggung, dan membenarkan hal tersebut.
Pada akhirnya, setelah saya menafsirkan mengenai pengulangan bait-bait akhir puisi “kudekap kusayang-sayang” karya emha, mulai saya pahami bahwa puisi ini memiliki fungsi katarsis bagi pembacanya. Melalui puisi ini, Emha memberikan penyucian jiwa atau perenungan bagi pembaca. Puisi-puisi yang Emha ciptakan memang selalu memberikan sebuah perenungan tentang kehidupan, membuat saya menyanjung sosok Emha sebagai seorang sastrawan.


Sumber:
http://keyboardiz.com/?p=article&id=929
http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/profil-emha-ainun-nadjib-cak-nun.html











No comments:

Post a Comment