Kritik Sosial : Roro Jongrang
Oleh
Atria Dicky Asmarahadi - 100211406111
Naskah drama Roro Jongrang ini adalah naskah drama karya Remy
Sylado. Dalam naskah ini terdapat beberapa unsur kritik sosial yang disisipkan
dalam naskah ini. Dilihat dari alur cerita, naskah drama ini hampir menyerupai
cerita aslinya, tetapi terdapat beberapa perbedaan. Misalnya, Roro Jongrang
dapat berbicara dengan ayam. Dalam pembuatan naskah ini terlihat keterkaitan
kritik sosial dengan kondisi atau situasi masyarakat. Sebelum melihat unsur
kritik sosial yang terdapat dalam naskah drama Roro
Jongrang, sebelum membahas lebih lanjut, lebih baik kita mengetahui
apa itu Kritik Sosial.
Adinegoro (1985: 10) lewat bukunya yang
berjudul Tata Kritik mengungkapkan bahwa kritik adalah
salah satu ciri dan sifat penting dari peristiwa otak manusia sehingga kritik
dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan pikiran. Kritik tidak dimaksudkan
untuk meruntuhkan sesuatu melainkan untuk memperbaiki hal yang dianggap tidak
sesuai dan akhirnya untuk mendapatkan kemajuan.
Alwi (2006: 1085) mengungkapkan kata
sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
berkenaan dengan masyarakat dan suka memerhatikan kepentingan umum. Dari
definisi kritik dan sosial tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud kritik sosial adalah tanggapan terhadap karya sastra yang berhubungan
dengan masyarakat atau kepentingan umum yang disertai uraian-uraian dan
perbandingan tentang baik buruknya karya sastra tersebut.
Adanya pengaruh lingkungan masyarakat
terhadap hasil karya seorang pengarang akan memunculkan kritik sosial terhadap
ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Sastra yang mengandung kritik akan
lahir di masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang wajar dalam kehidupan sosial
masyarakat.
Naskah drama Roro Jongrang adalah kritik sosial mengenai
masyarakat perkotaan, khususnya Jakarta. Penulis memilih tema tersebut karena
di dalam naskah drama ini memperlihatkan beberapa keburukan yang dilakukan
masyarakat perkotaan. Kritik sosial tersebut terdapat pada dialog-dialog
pemain. Masyarakat perkotaan memiliki kecenderungan untuk menghabiskan waktu
bersama kerabat di tempat umum, seperti kafe atau warung kopi. Namun, pada
tahun 2012 masyarakat perkotaan kedatangan mini market bergaya
kafe.
“Ah, sudah, sudah, di dalam tasku ini
ada makanan untuk kalian: roti seven eleven dari Malaysia. (MENGAMBIL ROTI)
Nah, bersenang-senanglah kalian. Ayo, kluruk!”
Dari kutipan tersebut dapat terlihat
bahwa pengarang naskah drama ingin menyinggung mengenai Seven Eleven. Seven Eleven adalah mini market dengan konsep kafe sehingga pembeli
dapat duduk santai sambil menikmati makanan dan minuman yang telah dibeli.
Namun, kehadiran Seven Eleven juga membawa
dampak kepada masyarakat perkotaan. Dampak tersebut adalah masyarakat menjadi
memiliki budaya “nongkrong” hingga larut malam. Tentu saja hal tersebut kurang
baik terhadap pola hidup masyarakat perkotaan. Terlebih, kebanyakan
pengunjung Seven Eleven adalah anak-anak.
Selain itu, kritik sosial juga terdapat dalam lagu yang dibawakan oleh
pemain drama ini. Hal tersebut terlihat pada saat ayam-ayam bernyanyi.
Ayam-ayam tersebut menyanyi karena telah mendapatkan makanan.
“Mangan ora mangan, kumpul
Mangan ora mangan, kumpul
Nek wis kumpul ojo tarung
Koyo adate menungso”
Dari kutipan lagu yang dibawakan
ayam-ayam terlihat bahwa pengarang menyinggung perilaku masyarakat perkotaan
yang suka tawuran atau berkelahi. Melalui drama ini, pengarang ingin
memperlihatkan bahwa binatang, seperti ayam saja tidak ingin berkelahi, tetapi
manusia malah sering melakukan perkelahian. Bahkan, perkelahian sudah
diibaratkan pengarang bahwa perkelahian adalah adat manusia. Masalah yang
diangkat tidak hanya sebatas hal yang telah diutarakan di atas. Dalam naskah drama
ini, terdapat pula kritik mengenai perilaku perempuan di perkotaan atau pada
zaman sekarang.
“Itu tidak masalah, Ratu. Laki-laki yang
jelek pun, asal kaya, kuat, punya kuasa, pasti digandrungi oleh perempuan
cantik…”
Kutipan ini menjelaskan dialog Raja
Penging yang meminta Ratu Ageng untuk mempertemukan dirinya dengan Roro
Jongrang. Raja Penging mempunyai rupa yang buruk, tetapi hal tersebut tidak
membuat Raja Penging mengurungkan niatnya. Kritik yang ingin disampaikan
pengarang adalah orientasi perempuan di perkotaan atau pada zaman sekarang
sudah berubah dalam pencarian pasangan hidup. Orientasi perempuan terpusat pada
harta benda. Meskipun pasangannya tidak rupawan, tetapi persyaratan memiliki
harta benda berlebih harus terpenuhi. Hal tersebut didorong oleh kebutuhan
hidup yang semakin meningkat. Oleh karena itu, perempuan di perkotaan atau pada
zaman sekarang lebih memilih pasangan yang memiliki harta berlebih walaupun
tidak tampan agar dirinya bisa bertahan hidup.
Naskah drama ini cukup memberikan kritik
yang menyeluruh menyinggung masyarakat. Bahkan, pemerintah pun tak luput dari
kritik yang ingin disampaikan dalam naskah drama ini. Kritikan terhadap
pemerintah ini ditujukan kepada Pemerintah daerah DKI Jakarta.
“Pemda DKI genit, sebab sok Inggris
kayak kalian. Busway, Tree in one, Underpass, outer Ring Road, dst.”
Dialog ini muncul ketika Prajurit Raja
Penging berbicara kepada demit-demit. Prajurit ingin meminta para demit membuat
seribu candi atas perintah Raja Penging. Namun, para demit malah berbicara
menggunakan bahasa Inggris. Prajurit pun kesal dan membuat pengandaian seperti
pemerintah DKI Jakarta yang sering menggunakan istilah bahasa Inggris.
Kutipan diatas begitu jelas menyinggung
pemerintah DKI Jakarta. Hal ini disebabkan keprihatinan pengarang kepada
pemerintah yang jarang menggunakan bahasa Indonesia dan lebih sering
menggunakan bahasa Inggris dalam penamaan jalan, alat transportasi, dan lain
sebagainya. Penggunaan bahasa Inggris yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta
dilihat oleh pengarang sebagai sebuah pencitraan belaka. Hal tersebut
dipengaruhi oleh sikap masyarakat perkotaan yang cenderung menganggap bahasa
Inggris lebih keren dibandingkan bahasa Indonesia. Selain itu, penggunaan
bahasa Inggris juga dapat mencerminkan bahwa pemerintah DKI Jakarta memiliki
wawasan yang luas dan modern.
“Justru demit-demit itu mengajari
anggota legislatif dan anggota eksekutif kita jadi maling, Paduka.”
Dari kutipan tersebut, yang berbicara
mengenai demit, pengarang juga menyisipkan kritik sosial dalam dialog demit.
Kehadiran demit juga mempunyai arti dalam kritik yang disampaikan pengarang. Demit
dalam bahasa Indonesia berarti setan. Dalam kutipan ini dikatakan bahwa
tindakan korupsi yang dilakukan oleh anggota dewan merupakan ajaran setan. Secara
tidak langsung, pengarang ingin menyampaikan bahwa anggota dewan yang melakukan
tindakan korupsi adalah pengikut setan. Setan bertempat tinggal di dalam
neraka. Oleh karena itu, sebagai pengikut setan, anggota dewan pantas menempati
neraka.
Naskah drama Roro Jongrang merupakan naskah drama sindiran
mengenai perilaku masyarakat pada saat naskah drama ini dibuat. Sindiran
tersebut dapat terlihat dari unsur kritik sosial yang disisipkan dalam dialog
pemain. Kritik sosial tersebut mencakup perilaku masyarakat yang tidak baik.
Misalnya, orientasi perempuan dalam mencari pasangan hidup, perilaku masyarakat
yang memiliki budaya “nongkrong”, terutama anak-anak, dan penamaan menggunakan
bahasa Inggris yang dilakukan pemerintah. Tidak hanya itu, kritik sosial juga
dapat terlihat dari lagu yang dibawakan oleh pemain. Bahkan, adanya tokoh
demit juga dapat dijadikan sebagai kritik mengenai perilaku masyarakat.
Tokoh dalam naskah drama ini berkaitan
erat dengan tokoh lainnya dan kritik yang akan disampaikan. Misalnya, tokoh
demit yang dapat menjadi penghubung kritik yang akan disampaikan mengenai kasus
korupsi yang dilakukan anggota dewan. Selain itu, tokoh ayam yang seperti anak
kecil. Sifat ayam tersebut yang menyerupai anak kecil merupakan contoh karakter
yang terkena pengaruh dari kritik yang disampaikan.
Penyampaian kritik sosial yang
disampaikan pengarang melalui naskah ini tidak sulit untuk dipahami. Penggunaan
kata yang mudah disertai karakter tokoh yang jelas menggambarkan kritik sosial,
tersampaikan dengan baik. Kebanyakan, kritik yang disampaikan secara tersurat
atau terang-terangan. Jadi, kritik yang terdapat dalam naskah tidak mempunyai
salah tafsir karena pengarang mengarahkan pembaca menuju kepada suatu
kritik yang sama.
No comments:
Post a Comment