Translate

Saturday, May 11, 2013

ESAI KRITIK PUISI Tri Famia

PUISI CINTA “ADA APA DENGAN CINTA”
Karya: Rako Prijanto
Oleh: Tri Famia (10011406109)

Siapa tak mengenal film Ada Apa dengan Cinta, film karya Rudi Sudjarwo ini adalah film remaja yang dapat meraih sukses besar di Indonesia. Film yang dibintangi oleh Nicolas Saputra dan Dian Sastro Wardoyo ini juga meraih sukses di Malaysia, Brunei, Filipina, dan Singapura. Film yang pertama kali mendugadara pada tahun 2002 ini dianggap sebagai film yang menandai kebangkitan dunia perfilman Indonesia yang sempat redup, disamping film Petuangan Sherina tahun 2000. Kesuksesan film ini ditandai dengan disabetnya beberapa Piala Citra Festival Film Indonesia pada tahun 2004.

Suksesnya film Ada Apa Dengan Cinta atau disingkat AADC seperti membangkitkan kembali banyak harapan terhadap dunia perfilman Indonesia yang sempat mati suri. Dapat dikatakan bahwa film ini telah membumi di kalangan remaja Indonesia saat dirilis untuk pertama kali.  Film ini berpengaruh besar terhadap masyarakat sebagai penikmat film, terutama remaja. Di kalangan remaja film ini menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Latar belakang film yang mengangkat tentang percintaan masa SMA menjadi daya tarik utamanya.
Cerita yang diangkat merupakan cerita yang sangat dekat dengan kehidupan remaja dan masyarakat pada saat itu. Meskipun bercerita tentang kehidupan percintaan dan persahabatan yang biasa di kalangan remaja, namun cara mengemas film ini berbeda dengan sinetron-sinetron yang marak di televise pada saat itu.
Tokoh Cinta yang diperankan oleh Dian Sastro Wardoyo digambarkan sebagai gadis popular di sekolahnya. Ia adalah langganan juara lomba puisi tahunan di sekolah, ia juga bergabung dalam tim redaksi majalah dinding sekolah. Suatu saat, posisi Cinta digeser oleh Rangga yang diperankan oleh Nicolas Saputra, murid pendiam yang tidak popular yang ternyata jago menulis puisi. Cinta yang penasaran dengan sosok Rangga kemudian berusaha mewawancarainya untuk artikel majalah dinding yang diurusnya, tetapi Rangga malah menghindar karena dia tak merasa ikut perlombaan dan menjadi pemenang. Cinta yang dari awal sudah kecewa atas kekalahannya menjadi sangat membenci sikap Rangga yang dianggapnya angkuh dan sombong. Namun, Cinta terus didesak oleh teman-temannya untuk mewawancarai Rangga, hingga suatu saat Cinta dapat mendekati Rangga lewat buku milik rangga yang sempat terjatuh.
Seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta muncul di antara Cinta dan Rangga. Namun, Cinta harus menyembunyikan kedekatan hubungannya dengan Rangga kepada sahabat-sahabatnya. Situasi sulit terjadi ketika Cinta diam-diam kencan dengan Rangga, sementara salah satu sahabatnya bernama Alya yang mencoba bunuh diri karena tekanan dari sang ayah. Dari situlah Cinta sempat dijauhi oleh sahabat-sahabatnya dan mulai merasa bahwa semua adalah kesalahan Rangga. Ia pun memutuskan untuk menjauhi Rangga.
Rangga yang saat itu akan berencana pindah sekolah ke San Francisco dari asal negara Amerika Serikat, mencoba menelepon Cinta untuk berpamitan. Namun Cinta justru tetap menjauh dari Rangga. Carmen yang saat itu sedang latihan basket melihat Rangga berpamitan pada Pak Wardiman, sang penjaga sekolah. Ia pun segera memberitahukan teman-temannya. Cinta yang menyadari cinta sejatinya itu, segera menyusul ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Di sana Cinta bertemu dengan Rangga. Ia meminta Rangga untuk membatalkan niatnya sekolah di luar negeri. Namun Rangga tetap pergi meninggalkan Cinta-nya. Ia memberi Cinta buku yang pada halaman terakhirnya terdapat puisi Rangga yang berjudul "Ada Apa dengan Cinta?". Rangga berjanji akan kembali di saat bulan purnama tiba ke Bandar Udara Internasional San Fransisco.

Sang Penyair
Film ini dihiasi dengan beberapa puisi indah yang “ditulis” oleh Rangga dan Cinta. Namun, tak banyak yang tahu bahwa sang “penulis asli” puisi-puisi dalam film AADC ini adalah seorang sutradara film, ia adalah rako Prijanto.
Rako Prijanto mengawali karir dengan menjadi asisten sutradara Rudy Soedjarwo dan Riri Riza. Selain itu, ia pernah bermain dalam film "Tragedi" pada tahun 2001.  Sutradara yang termasuk produktif ini memulai karirnya sebagai sutradara melalui film "Ungu Violet". Setelah itu Rako pun tancap gas dengan film-film berikutnya dengan kecepatan produksi 2 -3 film dalam setahun.
Dalam film Rako memang memiliki ciri khas tersendiri, yaitu pada judul-judul filmnya yang selalu unik, komedinya selalu slapstick dan pemainnya selalu harus pakai Tora Sudiro. Lihat saja D'Bijis (2007), Merah Itu Cinta (2007), Oh My God (2008), Tri Mas Getir (2008), Benci Disko (2009), Krazy Crazy Krezy (2009), Preman In Love (2009), Maling Kutang (2009), Roman Picisan (2010), dan yang akan datang, Pengantin Sunat (2010). Setelah "Perempuan-Perempuan Liar", di tahun 2012 Rako kembali hadir dengan karya terbarunya, "Malaikat Tanpa Sayap" yang akan dirilis pada Februari 2012.
Saat itu, Mira Lesmana (Produser film AADC) meminta Rako untuk menulis puisi  yang sengaja ditulis untuk menghiasi film AADC ini. Dilihat dari puisi-puisi yang ditulisnya dalam film AADC ini, ia sengaja menulis puisi-puisinya untuk mendukung dan memperkuat rasa dan nilai dalam film ini.
Terdapat tiga puisi karya Rako Prijanto dalam film ini. Puisi yang pertama berjudul “Aku Ingin Bersama Selamanya”. Puisi ini dibacakan oleh Cinta dihadapan sahabat-sahabatnya dengan diiringi dentingan gitar. Puisi yang kedua berjudul “Tentang Seseorang”, puisi yang ditulis oleh Rangga dan puisi inilah yang menang dalam lomba menulis puisi, kemudian puisi ini juga dibacakan oleh Cinta di sebuah cafĂ©, diiringi pula oleh denting gitar dan divariasikan dengan melagukan puisi tersebut. Puisi yang kedua inilah puisi yang sangat fenomenal dari film AADC ini. Selanjutnya, puisi yang ketiga berjudul “Perempuan” atau yang lebih dikenal dengan judul “Ada Apa dengan Cinta”. Puisi ketiga ini ditulis oleh Rangga untuk Cinta saat akan pergi ke Amerika. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dibahas dua puisi saja, yakni puisi “Aku Ingin Bersama Selamanya” dan “Ada Apa dengan Cinta”, karena hanya dua puisi inilah yang dianggap puisi tentang cinta.
Cinta dan Persahabatan
Berikut adalah puisi “Aku Ingin Bersama Selamanya” yang bertemakan tentang cinta dalam persahabatan. Dalam filmnya, dengan jelas dikatakan bahwa tokoh Cinta menciptakan puisi ini karena terinspirasi oleh persahabatannya dengan empat temannya.

Aku Ingin Bersama Selamanya

Ketika tunas ini tumbuh, serupa tubuh yang mengakar
Setiap napas yang terhembus adalah kata
Angan, debur dan emosi bersatu dalam jubah terpautan
Tangan kita terikat, lidah kita menyatu
Maka setiap apa terucap adalah sabda pendita ratu
Ah, di luar itu pasir, di luar itu debu
Hanya angin meniup saja, lalu hilang terbang tak ada
Tapi kita tetap menari, menari cuma kita yang tahu
Jiwa ini tandu, maka duduk saja
Maka akan kita bawa semua
Karena kita adalah satu

            Puisi “Aku Ingin Bersama Semalamya” dibacakan Cinta di hadapan sahabat-sahabatnya dengan diiringi dentingan gitar. Puisi ini menggambarkan betapa Cinta sangat menyayangi sahabat-sahabatnya dan ingin selalu bersama dengan sahabat-sahabatnya di saat senang maupun susah. Pada baris pertama, dapat dimaknai bahwa ketika terjalinnya suatu persahabatan, yakinlah bahwa persahabtan itu akan kuat dan untuk selamanya. Penggunaan kata tubuh yang mengakar seakan meyakinkan kita bahwa persahabatan itu akan kuat seperti akar sebagai penopang sebuah pohon, walau tertanam di dalam tanah namun menyimpan sejuta kebaikan. Rako sengaja menggunakan istilah-istilah tumbuhan sehingga pembacanya benar-benar merasakan bahwa persahabatan itu tumbuh dari tunas hingga menjadi pohon yang berakar kuat. Ya, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, bahwa dalam filmnya, puisi ini ditulis karena terinspirasi oleh cerita persahabatan lima kawan yang akan selalu ada dalam suka maupun duka.
            Selanjutnya pada baris kedua, kembali Rako seolah menegaskan bahwa persahabatan itu indah. Ia mengunakan kata napas  dan kata. Kita semua tahu bahwa tanpa napas makhluk hidup akan mati dan di sini Rako seolah mengatakan bahwa persahabatan itu layaknya napas yang selalu kita butuhkan. Lalu, kata adalah suatu keindahan, dan tak ada yang lebih indah dari kata-kata, karena hanya dengan kata-kata keindahan itu dapat tersampaikan dan katalah yang mewakili keindahan. Kemudian, dapat dimaknai bahwa persahabatan adalah suatu keindahan yang kita butuhkan untuk terus bertahan hidup.
            Masih dalam tema persahabatan, pada baris ketiga Rako menjelaskan kembali bagaimana persahabatan lima kawan itu melalui hari-harinya bersama dengan cita-cita, kenyamanan, dan masalah yang dapat menyatukan lima orang yang secara pribadi berbeda-beda. Masih terasa kurang jelas, mengapa Rako menggunakan kata debur, yang biasa kita jumpai bersama ombak.  Mungkin dapat kita maknai bahwa debur adalah sesuatu yang positif dibandingkan dengan kata gemuruh yang terkesan lebih negatif atau sesuatu yang menakutkan. Satu hal lagi yang menarik pada baris ketiga ini adalah kata jubah, bukan baju, mantel, atau kemeja. Jelas bahwa jubah  di sini adalah simbol diri yang saling bertautan satu sama lain. Mereka saling menerima kelebihan dan kekurangan dari dalam diri masing-masing.
            Tidak terlalu ‘lebay’ jika Rako melanjutkan puisinya dengan kata-kata yang sedikit ‘fulgar’, karena hal tersebut dapat memperjelas bahwa persahabatan takkan bisa terpisahkan karena tangan kita terikat dan lidah kita menyatu. Penggunaan afiks ter- pada kata terikat berarti tak sengaja mengikat, atau sebenarnya hal tersebut tak disadari, atau bahkan tak ingin diikat. Memang begitulah persahabatan, tanpa sadar terikat dalam suatu hubungan pertemanan yang lebih dari sekedar mengenal dan tahu satu sama lain. Sedikit ‘fulgar’ memang jika Rako memilih kata lidah kita menyatu. Tapi, tanpa disadari dalam suatu persahabatan kita tidak akan bisa mengelak bahwa satu ucapan dan tindakan akan mempengaruhi ucapan dan tindakan yang lainnya. Dapat dikatakan dengan lebih sederhana bahwa walau mereka berbeda, tetapi mereka bersama, walau banyak perbedaan pendapat, tetapi tujuan mereka sama dan satu.
Maka setiap apa yang terucap adalah sabda pendita ratu, begitulah selanjutnya Rako merangkai kata-kata puitisnya. Karena tangan kita terikat, lidah kita menyatu, maka setiap apa yang diucapkan adalah ikrar suatu persahabatan.  Tak hanya pemilhan kata yang penuh makna, Rako juga mempertimbangkan aspek rima dalam puisinya. Lihat pada baris ke-4, 5, dan 6, terdapat asonsnsi /u/ pada akhir tiap barisnya. Pengulangan bunyi vokal pada kata menyatu, ratu, dan debu, ketiga larik itu seolah menekankan pada kita suatu kedalam hati seseorang tentang persahabatan. Benar jika Siswanto (2010) mengatakan bahwa terdapat dua macam pengulangan bunyi yang menggambarkan suatu perasaan, yaitu bunyi euphony (bunyi-bunyi ringan yang menggambarkan keriangan dan kegembiraan) dan cacophony (bunyi-bunyi berat yang menggambarkan sebuah tekanan). Lalu pengulangan bunyi pada ketiga larik puisi Rako ini dapat dimasukkan dalam bunyi cacophony, yakni menggambarkan sebuah kedalaman hati seseorang tentang persahabatan yang dibangunnya.
Ah, di luar itu pasir, di luar itu debu
Hanya angin meniup saja, lalu hilang terbang tak ada
Tapi kita tetap menari, menari Cuma kita yang tahu
Kemudian pada larik tersebut Rako menjelaskan bahwa persahabatan mereka tidak akan terpecah walau masalah datang bertubi-tubi. Anggap semua yang menyerang adalah angin yang hanya sekelebat datang meniup dan kemudian hilang. Walau angin meniup, tapi mereka tetap bisa bersenang-senang dan menikmati hidup bersama. Pemilihan kata-kata yang sederhana namun menyimpan makna yang cukup kuat tentang persabahatan.
Lalu pada larik-larik akhir, Rako dalam puisinya mengatakan bahwa jiwa itu tandu.  Rako mengungkapkan bahwa jiwa adalah tempat seseorang menampung segala rasa, manis, asam, pahit semua beraduk dan berkumpul dalam tandu. Maka duduk saja, walau raga sudah lelah jiwa akan selalu dapat menampung segala luapan emosi dan perasaan. Kemudian semua rasa itu akan dibawa bersama-sama karena dalam suatu persahabatan semua hal adalah satu.
Sudah sangat jelas Rako menulis puisi tersebut untuk mendukung film ini. Ia ingin meyakinkan penikmat film bahwa persahabatan Cinta dan kawan-kawannya adalah persahabatan yang kekal dan tak akan terpisahkan oleh apapun. Walaupun ada masalah yang mereka hadapi, mereka bisa melaluinya dan tetap bersama-sama, serta saling mendukung satu sama lainnya.

Cinta dan Rangga
Puisi berikutnya yang akan diulas adalah puisi berjudul “Ada Apa dengan Cinta”. Puisi ini ditulis oleh Rangga dan diberikan oleh Cinta ketika Rangga akan pergi ke Amerika. Puisi ini bertemakan tentang cinta antara dua orang yang saling mencintai namun belum sempat terungkapkan.

Ada Apa dengan Cinta?

Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya? Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku melihat karya surga dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku karena aku ingin kamu
Itu saja…

Sekilas membaca puisi “Ada Apa dengan Cinta” pembaca akan dibuat hanyut dengan kata-kata yang terlihat tidak rumit ke dalam gambaran pada sebuah isi hati yang tak sempat tersampaikan dan janji manis di suatu purnama. Di awal puisi tersebut tergambar sebuah sisi gelap yang dirasakan aku lirik terhadap kamu lirik. Namun, di akhir puisi tergambar janji manis aku lirik yang akan kembali dan menyatakan cinta kepada kamu lirik. Aku lirik seolah yakin bahwa suatu pertemuan akan ada perpisahan, dan setelah perpisahan pasti akan kembali pada pertemuan. Memang selalu seperti itu, hingga pada akhirnya kita bertemu dengan Sang Maha Pencipta, itu adalah pertemuan yang abadi dan tak akan terpisahkan lagi. Pada puisi ini akan dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama adalah larik ke-1 sampai ke-6 dan bagian kedua adalah larik ke-7 sampai ke-13.
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedingainan
Ada apa dengannya? Meninggalkan hati untuk dicaci
Pada larik pertama, kita seolah dipengaruhi bahwa perempuan memang datang atas nama cinta. Kita seolah diingatkan kembali bahwa Hawa diciptakan untuk melengkapi Adam. Adam yang merasa kesepian tinggal di surga meminta Allah swt. untuk memberinya teman. Dan atas nama cinta Hawa diciptakan untuk mendampingi, memberi kebahagiaan, dan mengisi keperluan hidup Adam sesuai dengan kehendak Allah swt.
Namun ketimpangan terjadi pada larik berikutnya. Pembaca pasti bertanya-tanya, mengapa bunda pergi karena cinta? Siapa bunda? Apakah ibu dari aku lirik? Bisa jadi bunda yang dimaksud memang ibu dari aku lirik, karena dalam filmnya puisi ini ditulis oleh Rangga yang hanya tinggal berdua dengan sang ayah karena ibu dan kakak-kakanya pergi meninggalkannya dan ayahnya. Tidak jelas dikatakan mengapa sang ibu pergi meniggalkannya. Namun, aku lirik seolah yakin bahwa ibunya pergi dengan suatu alasan, dan alasan yang terbesar adalah karena cinta.
Terdapat satu larik yang cukup rumit untuk dipahami, yaitu larik ketiga. Aku lirik seolah menggambarkan keadaan kamu lirik, dengan wajah kuning kemerahan. Mungkin maksudnya adalah wajah pemalu yang identik dengan wajah yang memerah saat seseorang sedang malu atau jatuh cinta. Tapi mengapa ada kata racun yang menimbulkan kesan negatif yang mematikan. Pada akhirnya dapat dipahami bahwa wajah kamu lirik yang memerah terus terngiang di pikiran aku lirik hingga seperti racun yang mematikan. Memang benar saat seseorang sedang jatuh cinta pasti akan terasa sesak dan seolah akan mati bila membayangkan wajah orang yang kita cintai.
Pada larik selanjutnya, aku lirik menggambarkan kamu lirik sebagai seorang yang dingin, angkuh, dan kesepian, yang tergambar pada bulan lelap tidur dihatimu yang membuat malam semakin tak bercahaya tanpa bulan. Kemudian aku lirik bertanya-tanya ada apa dengan kamu lirik yang meninggalkan hatinya untuk dicaci. Karena keangkuhan kamu lirik membuat aku lirik seolah ingin mencaci kamu lirik dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada kamu lirik yang datang dengan cinta kemudian pergi dengan keangkuhannya.
Lalu sekali ini aku melihat karya surga dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku karena aku ingin kamu
Itu saja…
            Pada bagian kedua ini, aku lirik seolah meyakinkan kembali perasaannya pada kamu lirik, bahwa aku lirik benar-benar mencintai kamu lirik, walau aku lirik masih bertanya-tanya akan perasaan kamu lirik yang sesungguhnya dan apa yang sedang terjadi hingga membuat kamu lirik berubah sikap menjadi dingin dan angkuh terhadap aku lirik.
            Pada larik pertama bagian kedua ini, aku lirik benar-benar dibuat jatuh cinta, karena baru kali ini aku lirik melihat ciptaan-Nya yang indah seperti indahnya surge dari seorang wanita. Kemudian aku lirik bertanya ada apa dengan cinta? Yang seolah bertanya apakah aku lirik sedang benar-benar jatuh cinta.
            Kemudian pada larik berikutnya menggambarkan aku lirik yang tak sempat menyatakan cinta dan mempertanyakan cinta kamu lirik karena suatu hal yang membuatnya harus pergi. Namun, ia berjanji akan kembali dalam satu purnama untuk menyatakan cintanya dan memeprtanyakan cinta kamu lirik untuk kepuasan diri aku lirik yang selalu bertanya-tanya. Aku lirik begitu tulus dan esa dengan mengatakan karena aku ingin kamu itu saja.  Penggunaan kata itu saja seolah menggambarkan keikhlasan cinta aku lirik terhadap kamu lirik. Jelas sekali rako menulis puisi ini untuk mendukung cerita film pada saat Rangga pergi dan memberikan puisi ini pada Cinta. Puisi ini dibuat sebagai suat perjanjian bahwa keduanya akan kembali bersama, dan bahwa perpisahan itu hanya sementara.

            Memang patut menjadi pertanyaan, mengapa Rako sengaja menulis puisi baru untuk mendukung film AADC? Mengapa tidak menggunakan puisi karya penyair terkenal untuk mendukung film ini? Memang hanya Rako dan kru film lainnya yang bisa menjawab. Namun, ada beberapa pendapat bahwa Rako sengaja menulis puisi untuk film ini sebagai suatu bentuk eksistensi diri bahwa tak harus menjadi penyair terkenal untuk dapat mengenalkan karya puisinya. Selanjutnya, Rako terlibat langsung dalam pembuatan scenario film ini jadi sedikit banyak dia tahu akan perasaan para tokoh dan nilai apa yang akan disampaikan kepada masyarakat melalui puisinya. Dan tak dapat dipungkiri bahwa dengan latar belakang seorang sutradara film Rako mampu membuat puisi cinta yang indah yang benar-benar dapat mendukung film AADC.

No comments:

Post a Comment