PUISI CINTA “ADA APA DENGAN CINTA”
Karya: Rako Prijanto
Oleh: Tri Famia
(10011406109)
Siapa
tak mengenal film Ada Apa dengan Cinta, film karya Rudi Sudjarwo ini adalah
film remaja yang dapat meraih sukses besar di Indonesia. Film yang dibintangi
oleh Nicolas Saputra dan Dian Sastro Wardoyo ini juga meraih sukses di
Malaysia, Brunei, Filipina, dan Singapura. Film yang pertama kali mendugadara
pada tahun 2002 ini dianggap sebagai film yang menandai kebangkitan dunia
perfilman Indonesia yang sempat redup, disamping film Petuangan Sherina tahun
2000. Kesuksesan film ini ditandai dengan disabetnya beberapa Piala Citra
Festival Film Indonesia pada tahun 2004.
Suksesnya
film Ada Apa Dengan Cinta atau disingkat AADC seperti membangkitkan kembali
banyak harapan terhadap dunia perfilman Indonesia yang sempat mati suri. Dapat
dikatakan bahwa film ini telah membumi di kalangan remaja Indonesia saat
dirilis untuk pertama kali. Film ini
berpengaruh besar terhadap masyarakat sebagai penikmat film, terutama remaja.
Di kalangan remaja film ini menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan. Latar
belakang film yang mengangkat tentang percintaan masa SMA menjadi daya tarik
utamanya.
Cerita
yang diangkat merupakan cerita yang sangat dekat dengan kehidupan remaja dan
masyarakat pada saat itu. Meskipun bercerita tentang kehidupan percintaan dan
persahabatan yang biasa di kalangan remaja, namun cara mengemas film ini
berbeda dengan sinetron-sinetron yang marak di televise pada saat itu.
Tokoh
Cinta yang diperankan oleh Dian Sastro Wardoyo digambarkan sebagai gadis
popular di sekolahnya. Ia adalah langganan juara lomba puisi tahunan di
sekolah, ia juga bergabung dalam tim redaksi majalah dinding sekolah. Suatu
saat, posisi Cinta digeser oleh Rangga yang diperankan oleh Nicolas Saputra,
murid pendiam yang tidak popular yang ternyata jago menulis puisi. Cinta yang
penasaran dengan sosok Rangga kemudian berusaha mewawancarainya untuk artikel
majalah dinding yang diurusnya, tetapi Rangga malah menghindar karena dia tak
merasa ikut perlombaan dan menjadi pemenang. Cinta yang dari awal sudah kecewa
atas kekalahannya menjadi sangat membenci sikap Rangga yang dianggapnya angkuh
dan sombong. Namun, Cinta terus didesak oleh teman-temannya untuk mewawancarai
Rangga, hingga suatu saat Cinta dapat mendekati Rangga lewat buku milik rangga
yang sempat terjatuh.
Seiring
berjalannya waktu, benih-benih cinta muncul di antara Cinta dan Rangga. Namun,
Cinta harus menyembunyikan kedekatan hubungannya dengan Rangga kepada
sahabat-sahabatnya. Situasi sulit terjadi ketika Cinta diam-diam kencan dengan
Rangga, sementara salah satu sahabatnya bernama Alya yang mencoba bunuh diri
karena tekanan dari sang ayah. Dari situlah Cinta sempat dijauhi oleh
sahabat-sahabatnya dan mulai merasa bahwa semua adalah kesalahan Rangga. Ia pun
memutuskan untuk menjauhi Rangga.
Rangga
yang saat itu akan berencana pindah sekolah ke San Francisco dari asal negara Amerika Serikat, mencoba menelepon Cinta untuk
berpamitan. Namun Cinta justru tetap menjauh dari Rangga. Carmen yang saat itu
sedang latihan basket melihat Rangga berpamitan pada Pak Wardiman, sang penjaga
sekolah. Ia pun segera memberitahukan teman-temannya. Cinta yang menyadari
cinta sejatinya itu, segera menyusul ke Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta. Di sana Cinta bertemu dengan
Rangga. Ia meminta Rangga untuk membatalkan niatnya sekolah di luar negeri.
Namun Rangga tetap pergi meninggalkan Cinta-nya. Ia memberi Cinta buku yang
pada halaman terakhirnya terdapat puisi Rangga yang berjudul "Ada Apa
dengan Cinta?". Rangga berjanji akan kembali di saat bulan purnama tiba ke
Bandar Udara Internasional San Fransisco.
Sang Penyair
Film
ini dihiasi dengan beberapa puisi indah yang “ditulis” oleh Rangga dan Cinta. Namun,
tak banyak yang tahu bahwa sang “penulis asli” puisi-puisi dalam film AADC ini
adalah seorang sutradara film, ia adalah rako Prijanto.
Rako Prijanto mengawali karir dengan
menjadi asisten sutradara Rudy Soedjarwo dan Riri Riza. Selain itu, ia pernah
bermain dalam film "Tragedi" pada tahun 2001. Sutradara yang termasuk produktif ini memulai karirnya sebagai sutradara
melalui film "Ungu Violet". Setelah itu Rako pun tancap gas dengan
film-film berikutnya dengan kecepatan produksi 2 -3 film dalam setahun.
Dalam film Rako memang memiliki ciri khas
tersendiri, yaitu pada judul-judul filmnya yang selalu unik, komedinya selalu
slapstick dan pemainnya selalu harus pakai Tora Sudiro. Lihat saja D'Bijis
(2007), Merah Itu Cinta (2007), Oh My God (2008), Tri Mas Getir (2008), Benci
Disko (2009), Krazy Crazy Krezy (2009), Preman In Love (2009), Maling Kutang
(2009), Roman Picisan (2010), dan yang akan datang, Pengantin Sunat (2010).
Setelah "Perempuan-Perempuan Liar", di tahun 2012 Rako kembali hadir
dengan karya terbarunya, "Malaikat Tanpa Sayap" yang akan dirilis
pada Februari 2012.
Saat
itu, Mira Lesmana (Produser film AADC) meminta Rako untuk menulis puisi yang sengaja ditulis untuk menghiasi film
AADC ini. Dilihat dari puisi-puisi yang ditulisnya dalam film AADC ini, ia
sengaja menulis puisi-puisinya untuk mendukung dan memperkuat rasa dan nilai
dalam film ini.
Terdapat
tiga puisi karya Rako Prijanto dalam film ini. Puisi yang pertama berjudul “Aku
Ingin Bersama Selamanya”. Puisi ini dibacakan oleh Cinta dihadapan
sahabat-sahabatnya dengan diiringi dentingan gitar. Puisi yang kedua berjudul
“Tentang Seseorang”, puisi yang ditulis oleh Rangga dan puisi inilah yang
menang dalam lomba menulis puisi, kemudian puisi ini juga dibacakan oleh Cinta
di sebuah café, diiringi pula oleh denting gitar dan divariasikan dengan
melagukan puisi tersebut. Puisi yang kedua inilah puisi yang sangat fenomenal
dari film AADC ini. Selanjutnya, puisi yang ketiga berjudul “Perempuan” atau
yang lebih dikenal dengan judul “Ada Apa dengan Cinta”. Puisi ketiga ini
ditulis oleh Rangga untuk Cinta saat akan pergi ke Amerika. Namun, dalam
tulisan ini hanya akan dibahas dua puisi saja, yakni puisi “Aku Ingin Bersama
Selamanya” dan “Ada Apa dengan Cinta”, karena hanya dua puisi inilah yang
dianggap puisi tentang cinta.
Cinta dan Persahabatan
Berikut
adalah puisi “Aku Ingin Bersama Selamanya” yang bertemakan tentang cinta dalam
persahabatan. Dalam filmnya, dengan jelas dikatakan bahwa tokoh Cinta
menciptakan puisi ini karena terinspirasi oleh persahabatannya dengan empat
temannya.
Aku Ingin Bersama Selamanya
Ketika tunas ini tumbuh, serupa tubuh yang mengakar
Setiap napas yang terhembus adalah kata
Angan, debur dan emosi bersatu dalam jubah terpautan
Tangan kita terikat, lidah kita menyatu
Maka setiap apa terucap adalah sabda pendita ratu
Ah, di luar itu pasir, di luar itu debu
Hanya angin meniup saja, lalu hilang terbang tak ada
Tapi kita tetap menari, menari cuma kita yang tahu
Jiwa ini tandu, maka duduk saja
Maka akan kita bawa semua
Karena kita adalah satu
Puisi “Aku
Ingin Bersama Semalamya” dibacakan Cinta di hadapan sahabat-sahabatnya dengan
diiringi dentingan gitar. Puisi ini menggambarkan betapa Cinta sangat
menyayangi sahabat-sahabatnya dan ingin selalu bersama dengan
sahabat-sahabatnya di saat senang maupun susah. Pada baris pertama, dapat
dimaknai bahwa ketika terjalinnya suatu persahabatan, yakinlah bahwa
persahabtan itu akan kuat dan untuk selamanya. Penggunaan kata tubuh yang mengakar seakan meyakinkan
kita bahwa persahabatan itu akan kuat seperti akar sebagai penopang sebuah pohon, walau tertanam di dalam tanah
namun menyimpan sejuta kebaikan. Rako sengaja menggunakan istilah-istilah
tumbuhan sehingga pembacanya benar-benar merasakan bahwa persahabatan itu
tumbuh dari tunas hingga menjadi pohon
yang berakar kuat. Ya, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, bahwa dalam
filmnya, puisi ini ditulis karena terinspirasi oleh cerita persahabatan lima
kawan yang akan selalu ada dalam suka maupun duka.
Selanjutnya
pada baris kedua, kembali Rako seolah menegaskan bahwa persahabatan itu indah.
Ia mengunakan kata napas dan kata.
Kita semua tahu bahwa tanpa napas
makhluk hidup akan mati dan di sini Rako seolah mengatakan bahwa persahabatan
itu layaknya napas yang selalu kita butuhkan.
Lalu, kata adalah suatu
keindahan, dan tak ada yang lebih indah dari kata-kata, karena hanya dengan kata-kata
keindahan itu dapat tersampaikan dan katalah
yang mewakili keindahan. Kemudian, dapat dimaknai bahwa persahabatan adalah
suatu keindahan yang kita butuhkan untuk terus bertahan hidup.
Masih dalam tema persahabatan, pada
baris ketiga Rako menjelaskan kembali bagaimana persahabatan lima kawan itu
melalui hari-harinya bersama dengan cita-cita, kenyamanan, dan masalah yang dapat
menyatukan lima orang yang secara pribadi berbeda-beda. Masih terasa kurang
jelas, mengapa Rako menggunakan kata debur,
yang biasa kita jumpai bersama ombak.
Mungkin dapat kita maknai bahwa debur adalah sesuatu yang positif
dibandingkan dengan kata gemuruh yang
terkesan lebih negatif atau sesuatu yang menakutkan. Satu hal lagi yang menarik
pada baris ketiga ini adalah kata jubah,
bukan baju, mantel, atau kemeja. Jelas
bahwa jubah di sini adalah simbol diri yang saling
bertautan satu sama lain. Mereka saling menerima kelebihan dan kekurangan dari
dalam diri masing-masing.
Tidak terlalu ‘lebay’ jika Rako
melanjutkan puisinya dengan kata-kata yang sedikit ‘fulgar’, karena hal
tersebut dapat memperjelas bahwa persahabatan takkan bisa terpisahkan karena tangan kita terikat dan lidah kita menyatu. Penggunaan afiks ter- pada kata terikat berarti tak sengaja mengikat,
atau sebenarnya hal tersebut tak disadari, atau bahkan tak ingin diikat. Memang
begitulah persahabatan, tanpa sadar terikat
dalam suatu hubungan pertemanan yang lebih dari sekedar mengenal dan tahu satu
sama lain. Sedikit ‘fulgar’ memang jika Rako memilih kata lidah kita menyatu. Tapi, tanpa disadari dalam suatu persahabatan
kita tidak akan bisa mengelak bahwa satu ucapan dan tindakan akan mempengaruhi
ucapan dan tindakan yang lainnya. Dapat dikatakan dengan lebih sederhana bahwa
walau mereka berbeda, tetapi mereka bersama, walau banyak perbedaan pendapat,
tetapi tujuan mereka sama dan satu.
Maka setiap apa yang terucap adalah
sabda pendita ratu, begitulah selanjutnya Rako merangkai
kata-kata puitisnya. Karena tangan kita terikat, lidah kita menyatu, maka
setiap apa yang diucapkan adalah ikrar suatu persahabatan. Tak hanya pemilhan kata yang penuh makna, Rako
juga mempertimbangkan aspek rima dalam puisinya. Lihat pada baris ke-4, 5, dan
6, terdapat asonsnsi /u/ pada akhir
tiap barisnya. Pengulangan bunyi vokal pada kata menyatu, ratu, dan debu, ketiga
larik itu seolah menekankan pada kita suatu kedalam hati seseorang tentang
persahabatan. Benar jika Siswanto (2010) mengatakan bahwa terdapat dua macam
pengulangan bunyi yang menggambarkan suatu perasaan, yaitu bunyi euphony (bunyi-bunyi ringan yang
menggambarkan keriangan dan kegembiraan) dan cacophony (bunyi-bunyi berat yang menggambarkan sebuah tekanan).
Lalu pengulangan bunyi pada ketiga larik puisi Rako ini dapat dimasukkan dalam
bunyi cacophony, yakni menggambarkan
sebuah kedalaman hati seseorang tentang persahabatan yang dibangunnya.
Ah, di luar itu pasir, di luar itu debu
Hanya angin meniup saja, lalu hilang
terbang tak ada
Tapi kita tetap menari, menari Cuma kita
yang tahu
Kemudian pada larik tersebut Rako
menjelaskan bahwa persahabatan mereka tidak akan terpecah walau masalah datang
bertubi-tubi. Anggap semua yang menyerang adalah angin yang hanya sekelebat datang meniup dan kemudian hilang. Walau
angin meniup, tapi mereka tetap bisa bersenang-senang dan menikmati hidup
bersama. Pemilihan kata-kata yang sederhana namun menyimpan makna yang cukup
kuat tentang persabahatan.
Lalu pada larik-larik akhir, Rako dalam
puisinya mengatakan bahwa jiwa itu tandu.
Rako mengungkapkan bahwa jiwa adalah
tempat seseorang menampung segala rasa, manis, asam, pahit semua beraduk dan
berkumpul dalam tandu. Maka duduk saja, walau raga sudah lelah
jiwa akan selalu dapat menampung segala luapan emosi dan perasaan. Kemudian
semua rasa itu akan dibawa bersama-sama karena dalam suatu persahabatan semua
hal adalah satu.
Sudah sangat jelas Rako menulis puisi
tersebut untuk mendukung film ini. Ia ingin meyakinkan penikmat film bahwa
persahabatan Cinta dan kawan-kawannya adalah persahabatan yang kekal dan tak
akan terpisahkan oleh apapun. Walaupun ada masalah yang mereka hadapi, mereka
bisa melaluinya dan tetap bersama-sama, serta saling mendukung satu sama
lainnya.
Cinta dan Rangga
Puisi berikutnya yang akan diulas adalah
puisi berjudul “Ada Apa dengan Cinta”. Puisi ini ditulis oleh Rangga dan
diberikan oleh Cinta ketika Rangga akan pergi ke Amerika. Puisi ini bertemakan
tentang cinta antara dua orang yang saling mencintai namun belum sempat
terungkapkan.
Ada Apa dengan Cinta?
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya? Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku melihat karya surga dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku karena aku ingin kamu
Itu saja…
Sekilas membaca puisi “Ada Apa dengan
Cinta” pembaca akan dibuat hanyut dengan kata-kata yang terlihat tidak rumit ke
dalam gambaran pada sebuah isi hati yang tak sempat tersampaikan dan janji
manis di suatu purnama. Di awal puisi tersebut tergambar sebuah sisi gelap yang
dirasakan aku lirik terhadap kamu lirik. Namun, di akhir puisi tergambar janji
manis aku lirik yang akan kembali dan menyatakan cinta kepada kamu lirik. Aku
lirik seolah yakin bahwa suatu pertemuan akan ada perpisahan, dan setelah perpisahan
pasti akan kembali pada pertemuan. Memang selalu seperti itu, hingga pada
akhirnya kita bertemu dengan Sang Maha Pencipta, itu adalah pertemuan yang
abadi dan tak akan terpisahkan lagi. Pada puisi ini akan dibagi menjadi dua
bagian, bagian pertama adalah larik ke-1 sampai ke-6 dan bagian kedua adalah
larik ke-7 sampai ke-13.
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedingainan
Ada apa dengannya? Meninggalkan hati untuk dicaci
Pada larik pertama, kita seolah
dipengaruhi bahwa perempuan memang datang atas nama cinta. Kita seolah
diingatkan kembali bahwa Hawa diciptakan untuk melengkapi Adam. Adam yang
merasa kesepian tinggal di surga meminta Allah swt. untuk memberinya teman. Dan
atas nama cinta Hawa diciptakan untuk mendampingi, memberi kebahagiaan, dan
mengisi keperluan hidup Adam sesuai dengan kehendak Allah swt.
Namun ketimpangan terjadi pada larik
berikutnya. Pembaca pasti bertanya-tanya, mengapa bunda pergi karena cinta?
Siapa bunda? Apakah ibu dari aku lirik? Bisa jadi bunda yang dimaksud memang ibu dari aku lirik, karena dalam filmnya
puisi ini ditulis oleh Rangga yang hanya tinggal berdua dengan sang ayah karena
ibu dan kakak-kakanya pergi meninggalkannya dan ayahnya. Tidak jelas dikatakan
mengapa sang ibu pergi meniggalkannya. Namun, aku lirik seolah yakin bahwa
ibunya pergi dengan suatu alasan, dan alasan yang terbesar adalah karena cinta.
Terdapat satu larik yang cukup rumit
untuk dipahami, yaitu larik ketiga. Aku lirik seolah menggambarkan keadaan kamu
lirik, dengan wajah kuning kemerahan. Mungkin maksudnya adalah wajah pemalu
yang identik dengan wajah yang memerah saat seseorang sedang malu atau jatuh
cinta. Tapi mengapa ada kata racun
yang menimbulkan kesan negatif yang mematikan. Pada akhirnya dapat dipahami bahwa
wajah kamu lirik yang memerah terus terngiang di pikiran aku lirik hingga
seperti racun yang mematikan. Memang benar saat seseorang sedang jatuh cinta
pasti akan terasa sesak dan seolah akan mati bila membayangkan wajah orang yang
kita cintai.
Pada larik selanjutnya, aku lirik
menggambarkan kamu lirik sebagai seorang yang dingin, angkuh, dan kesepian, yang
tergambar pada bulan lelap tidur dihatimu
yang membuat malam semakin tak bercahaya tanpa bulan. Kemudian aku lirik
bertanya-tanya ada apa dengan kamu lirik yang meninggalkan hatinya untuk
dicaci. Karena keangkuhan kamu lirik membuat aku lirik seolah ingin mencaci
kamu lirik dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada kamu lirik yang
datang dengan cinta kemudian pergi dengan keangkuhannya.
Lalu sekali ini aku melihat karya surga dari mata seorang
hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya, bukan untuk siapa
Tapi untukku karena aku ingin kamu
Itu saja…
Pada bagian kedua ini, aku lirik
seolah meyakinkan kembali perasaannya pada kamu lirik, bahwa aku lirik
benar-benar mencintai kamu lirik, walau aku lirik masih bertanya-tanya akan
perasaan kamu lirik yang sesungguhnya dan apa yang sedang terjadi hingga
membuat kamu lirik berubah sikap menjadi dingin dan angkuh terhadap aku lirik.
Pada larik pertama bagian kedua ini,
aku lirik benar-benar dibuat jatuh cinta, karena baru kali ini aku lirik
melihat ciptaan-Nya yang indah seperti indahnya surge dari seorang wanita. Kemudian
aku lirik bertanya ada apa dengan cinta?
Yang seolah bertanya apakah aku lirik sedang benar-benar jatuh cinta.
Kemudian pada larik berikutnya
menggambarkan aku lirik yang tak sempat menyatakan cinta dan mempertanyakan
cinta kamu lirik karena suatu hal yang membuatnya harus pergi. Namun, ia
berjanji akan kembali dalam satu purnama untuk menyatakan cintanya dan
memeprtanyakan cinta kamu lirik untuk kepuasan diri aku lirik yang selalu
bertanya-tanya. Aku lirik begitu tulus dan esa dengan mengatakan karena aku ingin
kamu itu saja. Penggunaan kata itu saja seolah menggambarkan keikhlasan
cinta aku lirik terhadap kamu lirik. Jelas sekali rako menulis puisi ini untuk
mendukung cerita film pada saat Rangga pergi dan memberikan puisi ini pada
Cinta. Puisi ini dibuat sebagai suat perjanjian bahwa keduanya akan kembali
bersama, dan bahwa perpisahan itu hanya sementara.
Memang patut menjadi pertanyaan,
mengapa Rako sengaja menulis puisi baru untuk mendukung film AADC? Mengapa
tidak menggunakan puisi karya penyair terkenal untuk mendukung film ini? Memang
hanya Rako dan kru film lainnya yang bisa menjawab. Namun, ada beberapa
pendapat bahwa Rako sengaja menulis puisi untuk film ini sebagai suatu bentuk
eksistensi diri bahwa tak harus menjadi penyair terkenal untuk dapat mengenalkan
karya puisinya. Selanjutnya, Rako terlibat langsung dalam pembuatan scenario
film ini jadi sedikit banyak dia tahu akan perasaan para tokoh dan nilai apa
yang akan disampaikan kepada masyarakat melalui puisinya. Dan tak dapat
dipungkiri bahwa dengan latar belakang seorang sutradara film Rako mampu
membuat puisi cinta yang indah yang benar-benar dapat mendukung film AADC.
No comments:
Post a Comment