ROMANSA CINTA: GAYA (STYLE)
W.S. RENDRA DALAM SAJAK SERENADA
OLEH:
Ramadhaniar Wulananda - 100211404907
Willibrordus
Surendra Broto Rendra atau yang lebih dikenal dengan sebutan W.S. Rendra, lahir
di Solo
pada 7 November 1935 dan meninggal di Depok, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun, merupakan penyair
ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Rendra adalah
anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina
Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa pada sekolah Katholik, Solo, di samping sebagai
dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Majapahit.
Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya. Setelah
menikah, ia pindah agama menjadi Islam.
Bakat sastra
Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah
mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya.
Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan
beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat
berbakat. Ia pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun
1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir
menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis,
Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam
majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun
70-an.
Pembangunan
wacana Rendra sangat kuat ketika muda. Ketika kumpul dengan orang-orang
pergerakan, di sanalah karya Rendra cenderung ke arah puisi kritik sosial,
misal mengenai kebijakan hukum, politik, sosial. Rendra menyikapi tekanan
sosial, ekonomi, politik, melalui proses pengkayaan kejiwaan, dan
diterjemahkan dalam karyanya. Proses ini jarang kita temukan pada karya-karya
para penulis puisi/sastrawan lain yang tidak mempunyai dampak pada manusia lain
dalam kehidupan. Namun, Rendra pun tak jarang menulis puisi tentang impresi
cinta, seperti yang terdapat pada sajak-sajak Serenada-nya.
Serenada Kelabu
1
Bagai
daun yang melayang.
Bagai
burung dalam angin.
Bagai
ikan dalam pusaran.
Ingin
kudengar beritamu!
2
Ketika
melewati kali
terbayang
gelakmu.
Ketika
melewati rumputan
terbayang
segala kenangan.
Awan
lewat indah sekali.
Angin
datang lembut sekali.
Gambar-gambar
di rumah penuh arti.
Pintu
pun kubuka lebar-lebar.
Ketika
aku duduk makan
kuingin
benar bersama dirimu.
Terlihat
jelas dalam puisi Serenada Kelabu di atas, bahwa tema yang diangkat Rendra
adalah cinta. Puisi tersebut menggambarkan tentang kerinduan yang mendalam
dalam diri seseorang. Kekhasan gaya (style) kepengarangan Rendra pun terlihat
jelas dan nampak sederhana, namun tidak mengurangi nilai estetika dalam puisi. Dalam
puisi tersebut, Rendra menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga menimbulkan
daya kekuatan yang diinginkannya. Seperti pada bait:
Ketika melewati
kali terbayang gelakmu.
Penyair memilih
kata gelak untuk
menggantikan kata tawa, dengan
tujuan untuk menambah nilai estetis puisi. Pilihan kata dalam puisi tersebut
cukup sederhana, namun dalam kesederhanaan itulah letak kekuatan dan keindahan
puisi Serenada Kelabu ini.
Selain itu, ditemukan
pula beberapa majas atau gaya bahasa dalam puisi tersebut. Majas-majas tersebut
seperti yang tampak pada penggalan bait berikut.
Bagai daun yang
melayang.
Bagai burung
dalam angin.
Bagai ikan dalam
pusaran.
Ingin kudengar
beritamu!
Pengulangan kata bagai di atas merupakan bentuk
majas repetisi, dengan tujuan untuk menegaskan. Selain repetisi, perumpamaan atau
simile, yang biasanya ditandai dengan penggunaan kata bagai, seperti,
umpama, layaknya, dan lain sebagainya juga terdapat pada bait tersebut. Pada
bait di atas pun terlihat jelas gaya bahasa klimaks yang ingin disampaikan
penyair pada pembaca. Penyair pun menegaskan puncak (klimaks) keinginannya pada
baris terakhir yaitu:
Ingin kudengar
beritamu!
Setelah melakukan
repetisi atau pengulangan dari baris pertama sampai ketiga, tanda seru (!) yang
dipakai juga menandakan klimaks yang terjadi dalam bait tersebut.
Puisi Serenada
Kelabu memiliki tipografi atau bentuk yang biasa. Rendra tidak melakukan
eksperimen pada bentuk puisi, namun isi dan unsur lain yang terkandung dalam
puisi ini sudah cukup untuk menjadi kekuatan makna dan ekspresi Rendra. Dengan
gayanya yang lugas, jujur, dan blak-blakan, Rendra berhasil membangun ciri
khasnya pada puisi tersebut. Terlihat pula gaya sederhana Rendra pada puisi Serenada
Kelabu ini. Dengan melihat tema dan makna dari puisi tersebut, dapat
dilihat unsur sosial yang kemungkinan besar melatarbelakangi lahirnya puisi,
yaitu kehidupan saat itu, kehidupan saat berpisah, sehingga menimbulkan
kerinduan yang mendalam.
Serenada Hijau
Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Bila bulan
menegurkan salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan.
Menyusuri kali kenangan
yang berkata tentang rindu
dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam
Kupacu kudaku menujumu.
Bila bulan
menegurkan salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan.
Menyusuri kali kenangan
yang berkata tentang rindu
dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam
Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Dan kubayangkan
sedang kau tunggu daku
sambil kau jalin
rambutmu yang panjang.
Kupacu kudaku menujumu.
Dan kubayangkan
sedang kau tunggu daku
sambil kau jalin
rambutmu yang panjang.
Sajak karya
Rendra di atas dilihat dari keseluruhan, bunyi eufoni lebih mendominasi
daripada kakafoni. Diperpadukannya eufoni dan kakafoni ini membuat sajak ini
menjadi terasa berbeda dari sajak-sajak yang lain. Bunyi eufoni memberikan
kemerduan dan kesyahduan terhadap sajak ini, sedangkan bunyi kakafoninya
memberikan penekanan bahwa sajak tersebut sebenarnya menyesakan dada dibalik
kesyahduannya. Karena dibalik rasa suka cita yang digambarkan dalam sajak
tersebut tersimpan sebuah kerinduan yang sudah tidak tertahankan lagi.
Pada bait
pertama sajak di atas terdapat: kupacu
kudaku menujumu, mungkin yang dimaksud kuda dalam sajak ini adalah salah
satu anggota tubuh tokoh si aku sendiri dengan segenap tenaga dan kekuatan yang
ia miliki untuk mencapai apa yang ia mau atau bisa juga diartikan sebagai
sebuah alat transportasi pada masa itu yang memiliki daya tahan yang kuat.
Karena kuda dikenal sebagai hewan yang cepat, memiliki tenaga yang cukup kuat,
dan tidak cepat lelah, kata menujumu di sini bisa merujuk kepada menuju
kekasih hatinya. Syahdu malam; bergantung di dahan-dahan dapat diartikan sebagai seekor binatang
yang biasa mendiami dahan-dahan pohon pada malam hari dan mengeluarkan suara-suara
khasnya, seperti Burung Hantu.
Pada bait
kedua, baris ketiga dan keempat terdapat: dan
terdengar keluhan; dari batu yang terendam. Batu yang dimaksud dalam sajak ini lebih
mendekati ke suara hati si aku yang terendam atau dipendamnya selama ini. Pada
bait ketiga baris keempat sampai keenam menguatkan pengertian kata menujumu pada bait pertama baris kedua: sedang
kau tunggu daku; sambil kau jalin; rambutmu yang panjang. Tiga baris penggalan sajak tersebut
menggambarkan sosok kekasih si aku
yang dibayangkan oleh si aku sedang
menunggu kedatangannya. Dalam sajak ini, penyair tidak begitu banyak
menggunakan kata-kata kiasan untuk menyampaikan apa maksud yang ingin
disampaikan penyair.
Dalam sajak
ini, lapis metafisikanya berupa kerinduan. Kerinduan terhadap orang yang
dikasihinya, kerinduan yang sangat menyiksa karena dipendam begitu lama. Setiap
manusia yang sudah tidak dapat menahan kerinduannya pasti akan langsung mencari
cara untuk mengobatinya. Ciri khas sajak dari seorang W.S. Rendra adalah
sajak-sajaknya yang berisikan protes, kesan heroik dan penuh semangat. Begitu
pula dengan sajak-sajaknya yang bertemakan percintaan. Tokoh yang digambarkan kebanyakan
penuh dengan semangat dalam pengembaraan dalam pencariannya.
Gaya (style) Rendra dalam berpuisi adalah
kekhasannya memprotes dengan kesan heroik yang penuh semangat. Puisi cintanya
pun tak luput dari kekhasan itu, tanpa mengurangi nilai keindahan dalam kata-kata
yang ia ekspresikan. Romansa cinta yang dituangkan dalam sajak-sajak
Serenada-nya membuatnya memiliki gaya (style)
tersendiri sebagai cara mengekspresikan keindahan, sebagai bentuk pengungkapan
emosi terdalam, dan sebagai bentuk ekspresi individual dari seorang W.S.
Rendra.
No comments:
Post a Comment