Translate

Saturday, May 4, 2013

ESAI KRITIK PUISI Ramadhaniar Wulananda

ROMANSA CINTA: GAYA (STYLE) W.S. RENDRA DALAM SAJAK SERENADA
OLEH:
Ramadhaniar Wulananda - 100211404907


Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang lebih dikenal dengan sebutan W.S. Rendra, lahir di Solo pada 7 November 1935 dan meninggal di Depok, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun, merupakan penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa pada sekolah Katholik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Majapahit. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya. Setelah menikah, ia pindah agama menjadi Islam.

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat. Ia pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
Pembangunan wacana Rendra sangat kuat ketika muda. Ketika kumpul dengan orang-orang pergerakan, di sanalah karya Rendra cenderung ke arah puisi kritik sosial, misal mengenai kebijakan hukum, politik, sosial. Rendra menyikapi tekanan sosial, ekonomi, politik,  melalui proses pengkayaan kejiwaan, dan diterjemahkan dalam karyanya. Proses ini jarang kita temukan pada karya-karya para penulis puisi/sastrawan lain yang tidak mempunyai dampak pada manusia lain dalam kehidupan. Namun, Rendra pun tak jarang menulis puisi tentang impresi cinta, seperti yang terdapat pada sajak-sajak Serenada-nya.

Serenada Kelabu

1
Bagai daun yang melayang.
Bagai burung dalam angin.
Bagai ikan dalam pusaran.
Ingin kudengar beritamu!

2
Ketika melewati kali
terbayang gelakmu.
Ketika melewati rumputan
terbayang segala kenangan.
Awan lewat indah sekali.
Angin datang lembut sekali.
Gambar-gambar di rumah penuh arti.
Pintu pun kubuka lebar-lebar.
Ketika aku duduk makan
kuingin benar bersama dirimu. 

Terlihat jelas dalam puisi Serenada Kelabu di atas, bahwa tema yang diangkat Rendra adalah cinta. Puisi tersebut menggambarkan tentang kerinduan yang mendalam dalam diri seseorang. Kekhasan gaya (style) kepengarangan Rendra pun terlihat jelas dan nampak sederhana, namun tidak mengurangi nilai estetika dalam puisi. Dalam puisi tersebut, Rendra menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga menimbulkan daya kekuatan yang diinginkannya. Seperti pada bait:

Ketika melewati kali terbayang gelakmu.

Penyair memilih kata gelak untuk menggantikan kata tawa, dengan tujuan untuk menambah nilai estetis puisi. Pilihan kata dalam puisi tersebut cukup sederhana, namun dalam kesederhanaan itulah letak kekuatan dan keindahan puisi Serenada Kelabu ini.
Selain itu, ditemukan pula beberapa majas atau gaya bahasa dalam puisi tersebut. Majas-majas tersebut seperti yang tampak pada penggalan bait berikut.

Bagai daun yang melayang.
Bagai burung dalam angin.
Bagai ikan dalam pusaran.
Ingin kudengar beritamu!

Pengulangan kata bagai di atas merupakan bentuk majas repetisi, dengan tujuan untuk menegaskan. Selain repetisi, perumpamaan atau simile, yang biasanya ditandai dengan penggunaan kata bagai, seperti, umpama, layaknya, dan lain sebagainya juga terdapat pada bait tersebut. Pada bait di atas pun terlihat jelas gaya bahasa klimaks yang ingin disampaikan penyair pada pembaca. Penyair pun menegaskan puncak (klimaks) keinginannya pada baris terakhir yaitu:

Ingin kudengar beritamu!

Setelah melakukan repetisi atau pengulangan dari baris pertama sampai ketiga, tanda seru (!) yang dipakai juga menandakan klimaks yang terjadi dalam bait tersebut.
Puisi Serenada Kelabu memiliki tipografi atau bentuk yang biasa. Rendra tidak melakukan eksperimen pada bentuk puisi, namun isi dan unsur lain yang terkandung dalam puisi ini sudah cukup untuk menjadi kekuatan makna dan ekspresi Rendra. Dengan gayanya yang lugas, jujur, dan blak-blakan, Rendra berhasil membangun ciri khasnya pada puisi tersebut. Terlihat pula gaya sederhana Rendra pada puisi Serenada Kelabu ini. Dengan melihat tema dan makna dari puisi tersebut, dapat dilihat unsur sosial yang kemungkinan besar melatarbelakangi lahirnya puisi, yaitu kehidupan saat itu, kehidupan saat berpisah, sehingga menimbulkan kerinduan yang mendalam.

Serenada Hijau 

Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Bila bulan
menegurkan salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan.

Menyusuri kali kenangan
yang berkata tentang rindu
dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam

Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Dan kubayangkan
sedang kau tunggu daku
sambil kau jalin
rambutmu yang panjang.

Sajak karya Rendra di atas dilihat dari keseluruhan, bunyi eufoni lebih mendominasi daripada kakafoni. Diperpadukannya eufoni dan kakafoni ini membuat sajak ini menjadi terasa berbeda dari sajak-sajak yang lain. Bunyi eufoni memberikan kemerduan dan kesyahduan terhadap sajak ini, sedangkan bunyi kakafoninya memberikan penekanan bahwa sajak tersebut sebenarnya menyesakan dada dibalik kesyahduannya. Karena dibalik rasa suka cita yang digambarkan dalam sajak tersebut tersimpan sebuah kerinduan yang sudah tidak tertahankan lagi.
Pada bait pertama sajak di atas terdapat: kupacu kudaku menujumu, mungkin yang dimaksud kuda dalam sajak ini adalah salah satu anggota tubuh tokoh si aku sendiri dengan segenap tenaga dan kekuatan yang ia miliki untuk mencapai apa yang ia mau atau bisa juga diartikan sebagai sebuah alat transportasi pada masa itu yang memiliki daya tahan yang kuat. Karena kuda dikenal sebagai hewan yang cepat, memiliki tenaga yang cukup kuat, dan tidak cepat lelah, kata menujumu di sini bisa merujuk kepada menuju kekasih hatinya. Syahdu malam; bergantung di dahan-dahan dapat diartikan sebagai seekor binatang yang biasa mendiami dahan-dahan pohon pada malam hari dan mengeluarkan suara-suara khasnya, seperti Burung Hantu.
Pada bait kedua, baris ketiga dan keempat terdapat: dan terdengar keluhan; dari batu yang terendam. Batu yang dimaksud dalam sajak ini lebih mendekati ke suara hati si aku yang terendam atau dipendamnya selama ini. Pada bait ketiga baris keempat sampai keenam menguatkan pengertian kata menujumu pada bait pertama baris kedua: sedang kau tunggu daku; sambil kau jalin; rambutmu yang panjang. Tiga baris penggalan sajak tersebut menggambarkan sosok kekasih si aku yang dibayangkan oleh si aku sedang menunggu kedatangannya. Dalam sajak ini, penyair tidak begitu banyak menggunakan kata-kata kiasan untuk menyampaikan apa maksud yang ingin disampaikan penyair.
Dalam sajak ini, lapis metafisikanya berupa kerinduan. Kerinduan terhadap orang yang dikasihinya, kerinduan yang sangat menyiksa karena dipendam begitu lama. Setiap manusia yang sudah tidak dapat menahan kerinduannya pasti akan langsung mencari cara untuk mengobatinya. Ciri khas sajak dari seorang W.S. Rendra adalah sajak-sajaknya yang berisikan protes, kesan heroik dan penuh semangat. Begitu pula dengan sajak-sajaknya yang bertemakan percintaan. Tokoh yang digambarkan kebanyakan penuh dengan semangat dalam pengembaraan dalam pencariannya.

Gaya (style) Rendra dalam berpuisi adalah kekhasannya memprotes dengan kesan heroik yang penuh semangat. Puisi cintanya pun tak luput dari kekhasan itu, tanpa mengurangi nilai keindahan dalam kata-kata yang ia ekspresikan. Romansa cinta yang dituangkan dalam sajak-sajak Serenada-nya membuatnya memiliki gaya (style) tersendiri sebagai cara mengekspresikan keindahan, sebagai bentuk pengungkapan emosi terdalam, dan sebagai bentuk ekspresi individual dari seorang W.S. Rendra.

No comments:

Post a Comment