EKSISTENSI SEKS
PEREMPUAN DALAM LARUNG KARYA AYU UTAMI
OLEH:
Ramadhaniar Wulananda - 100211404907
Dalam novel Larung
karya Ayu Utami tema seksualitas sangat menonjol. Tema yang sangat kuat ini
sangat berhubungan dengan nilai-nilai moral dan agama. Keempat tokoh
perempuannya adalah perempuan-perempuan yang tidak mengakui adanya lembaga
pernikahan. Perilaku seksualitas yang diceritakan oleh Ayu Utami hampir
sebagian besar ditentang oleh masyarakat Indonesia karena seharusnya perilaku
seksualitas dikatakan dapat dilakukan apabila sudah menikah dan mempunyai
surat-surat nikah yang sah, tetapi yang diceritakan dalam novel ini justru
sebaliknya.
Dalam hal ini Ayu Utami terlalu berani bercerita tentang
eksistensi seks perempuan, lewat diary tokoh Cok, tahun 1996:
”Cerita ini berawal dari selangkangan teman-temanku
sendiri: Yasmin dan Saman, Laila dan Sihar” (hal.77).
Cerita
tentang perselingkuhan Yasmin dan Saman serta kecintaan Laila pada Sihar
membawa tokoh-tokohnya berpetualang ke negeri Paman Sam. Sebuah negeri yang
bisa jadi dianggap sebagai media pelarian ketertekanan seksual sang tokoh pada
kultur yang membesarkannya. Mungkin karena Amerikalah yang dianggap negeri yang
mampu mewakili representasi eksistensi seksual perempuan.
Problema-problema seks perempuan, yang selama ini menjadi
endapan dalam masyarakat Indonesia, pecah dalam tingkah laku tokoh-tokoh novel
ini. Contohnya saja tokoh Yasmin yang sempurna, cantik, cerdas, kaya, beragama,
berpendidikan, bermoral pancasila, setia pada suami kembali menemukan kebebasan
seksualnya bersama Saman, bekas frater. Eksistensi seksualitas perempuan
Indonesia yang selama ini terkungkung budaya patriarki dilibas habis oleh Ayu
Utami. Hanya saja, seks yang digambarkan Ayu bukanlah teknik persetubuhan
melainkan memaparkan problema yang bisa jadi dialami banyak wanita. Misalnya
cerita tentang bagaimana Cok melepas keperawanannya. Bagaimana mitos kesucian
keperawanan membuat Cok membiarkan sang lelaki bermasturbasi dengan
payudaranya.
Ejekan atas keperawanan yang menjadi momok pengaturan
laki-laki terhadap perempuan dilakukan Ayu melalui tokoh Laila meskipun sosok
ini mampu melawan gender keperempuannya. Semasa sekolah dia paling banyak
berlatih fisik. Naik gunung, berkemah, turun tebing, dan jenis olahraga
kelompok lainnya yang kebanyakan anggotanya lelaki. Dia juga tidur bersisian
dengan kawan lelaki dalam tenda dan perjalanan. Tapi dialah yang paling
terlambat mengenal pria secara seksual. Pada masa itu ada rasa bangga bahwa dia
memasuki dunia lelaki yang dinamis.
”…tidak semua anak perempuan bisa melakukan itu,
menyangkal hal-hal yang lembek, dan ia merasa ada supremasi pada dirinya” (hal.
118).
Ternyata supremasi itu tidak dapat dibawa tokoh Laila
sampai dewasa. Ia tak bisa masuk ke dalam dunia pria dewasa. Tapi keperawanan
Laila yang terjaga seperti layaknya yang diagungkan budaya Indonesia justru
menjadi problema. Lelaki takut padanya dan keperawanan dinilai sebagai tanggung
jawab. Kerinduan Laila pada Sihar membuatnya mampu melihat faktor lelaki pada
diri Tala. Gabungan sosok Saman dan Sihar, dua lelaki yang dicintai Laila
muncul pada diri Tala. Hingga akhirnya, Laila melupakan Tala sebagai perempuan.
Ketertarikan Laila ditanggapi Tala sehingga dalam Larung ini muncul sebuah
relasi seksual di mana lelaki benar-benar diabaikan. Dalam hal ini Ayu masih
mencoba membela kaumnya. Tala bukanlah seorang androgini yang maniak. Ia hanya
ingin menyelamatkan Laila. Penggambaran tentang dunia lesbian, yang benar-benar
belum bisa diterima kultur Indonesia.
No comments:
Post a Comment