ANALISIS PUISI ‘AKU’ CHAIRIL ANWAR
Oleh:
Novi Indriani
Diksi
Untuk
ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang
dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah kata-katanya.
Seperti
pada baris kedua: bait pertama
“Ku mau tak seorang ’kan merayu”
Merupakan
pengganti dari kata “ku tahu”.
“kalau sampai waktuku”
dapat
berarti “kalau aku mati”
“tak perlu sedu sedan“
dapat
bererti “berarti tak ada gunannya kesedihan itu”. “Tidak juga kau” dapat
berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau kekasihku”.
Kata Nyata
Secara
makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai,
bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi
ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang
semangat dan tak mau mengalah, seperti Chairil itu sendiri.
Majas
Dalam
sajak ini intensitas pernyataan dinyatakan dengan sarana retorika yang berupa
hiperbola, dikombinasi dengan ulangan, serta diperkuat oleh ulangan bunyi vokal
a dan u ulangan bunyi lain serta persajakan akhir seperti telah dibicarakan di
atas.
Hiperbola
tersebut :
Aku ini
binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
perlu menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
………
Aku
ingin hidup seribu tahun lagi
Gaya
tersebut disertai ulangan i-i yang lebih menambah intensitas :
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih peri
Dan aku
akan lebih tidak perduli
Aku
ingin hidup seribu tahun lagi
Dengan
demikian jelas hiperbola tersebut penonjolan pribadi tanpa makin nyata disana
ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya.
Pengimajian
Melalui
diksi, kata nyata, dan majas yang digunakannya, penyair berupaya menumbuhkan
pembayangan para penikmat sajak-sajaknya. Semakin kuat dan lengkap pembayangan
yang dapat dibangun oleh penikmat sajak-sajaknya, maka semakin berhasil citraan
yang dilakukan penyair. Di dalam sajak ini terdapat beberapa pengimajian,
diantaranya :
‘Ku mau
tak seorang ’kan merayu (Imaji Pendengaran)
‘Tak perlu sedu sedan itu’ (Imaji Pendengaran)
‘Biar
peluru menembus kulitku’ (Imaji Rasa)
‘Hingga hilang pedih perih’ (Imaji Rasa).
Versifikasi
Ritme
dalam puisi yang berjudul ‘Aku’ ini terdengar menguat karena ada pengulangan
bunyi (Rima) pada huruf vocal ‘U’ dan ‘I’
Vokal
‘U’pada larik pertama dan ke dua, pengulangan berseling vokal a-u-a-u
Larik
pertama ‘Kalau sampai waktuku.’
Larik
kedua ‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
Larik
kedua ‘Tidak juga kau’.
Pengulangan
vokal ‘I’:
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih perih
Dan aku
akan lebih tidak peduli
Aku mau
hidup seribu tahun lagi
Tipogafri
Tipografi
atau disebut juga ukiran bentuk. Dalam Puisi didefinisikan atau diartikan
sebagai tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk menghasilkan
suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa dan suasana. Namun dalam
sajak ‘Aku’ karya Chairil Anwar tidak menggunakan tipografi.
Dari
ulasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap seniman atau sastrawan dalam
membuat
suatu karyanya dapat menggunakan berbagai macam caranya. Salah satu caranya
dengan
mengekspresikan karyanya sebagai gundahan, gejolak, pengalaman, bayang-bayang
yang
sebagai media penyaluran karyanya untuk dapat dinikmati oleh umum.
Kiasan-kiasan
yang dilontarkan oleh Chair Anwar dalam puisinya menunjukan bahwa di dalam
dirinya mencoba memetaforakan akan bahasa yang digunakan yang bertujuan
mencetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging,
seperti sajak “aku”. Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa
citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat,
dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan
sajak. Untuk menyatakan semangat yang nyala-nyala untuk merasakan hidup yang
sebanyak-banyaknya digunakan kiasan “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi, di
sini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vetalitas mau mereguk hidup ini
selama-lamanya. Jadi berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan bahwa
Chairil Anwar dalam puisi “aku” dapat didefinisaikan sebagai bentuk
pemetaforaan bahasa atau kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah
semangatnya bukan fisik.
No comments:
Post a Comment