Translate

Tuesday, May 14, 2013

ESAI KRITIK PUISI M. Bagus Ishomuddin


KRITIK dan ESAI PUISI

Oleh:
M. Bagus Ishomuddin - 100211404894

“Dh”
Dalam gerimis kita menghitung cermin sepanjang jalan
Ada perbincangan dalam ruang tak berbatas itu
tentang tanah ladang, angin, lautan
dan bumi yang tak pernah berhenti menangis
gelombang pasang saat langit senja
seperti tangisan suara cinta di sebuah kota tak berpeta
mengejar rasa takut yang berputar cepat
menerbangkan debu debu di sepanjang trotoar
semua kita tulis dalam bait bait puisi
Di, bukankah hidup adalah harapan ?




SELALU SURAT menjadi penyampai maksud manusia. meski, surat itu hanya dalam bahasa. seperti surat untuk di ini. surat yang indah dengan membawa “alam” ke dalam ucapan, seperti yang dikatakan oleh baris puisi itu sendiri: semua kita tulis dalam bait bait puisi, katanya. gerangan apakah semua yang dikatakan oleh aku dalam puisi ini, yang mengajak orang lain yang disapanya “kau”. kau-di, oleh aku dalam puisi.
dalam gerimis kita menghitung cermin sepanjang jalan, katanya. dan aku terpesona oleh bentukkan dua tiga benda di sana. benda bernama hujan dalam satuan waktu gerimis, benda bernama cermin yang dipasangkan bersama jalan – sepanjang jalan.
lama saya mencari tahu letak beda prosa dan puisi dan selama itu pula, saya mencari sebuah gema dalam bahasa. atau prosa, dengan ceritanya, atau puisi, dari dua kata yang dibentukkan sang penyair. nada dari bertemunya bentuk bentuk huruf hidup dan huruf mati dalam puisi. nada itulah yang membuat, keindahan bunyi dari isi yang nantinya kita lihat, telah masuk menyelinap ke dalam permainan satu kata yang berhubungan dengan satu kata yang lain – yang menimbulkan nada itu. nada seolah sepasang tangan yang membelai kita dengan lembut – tapi juga sepasang tangan yang keluar dari sarung tangannya dan mendatangkan tusukan benda tajam seperti pisau. Dan nada adalah bunyi. bunyi bahasa yang menggemakan nadanya dalam baris baris puisi – dunia khas bagian dari apa yang kita sebut sebagai bahasa sastra atau kesusastraan, yang mensastrakan setiap unsurnya sehingga kita menyebutnya dengan kata kata: ucapan kesastraan, sebuah momen di mana dunia masuk ke dalam kata, dibentukkan berdasarkan aspek aspek dari sastra sebagai bahasa.
seperti yang dibentukkan oleh pengarang dengan amatlah indah ini. apakah yang dibawa masuk oleh bahasa puisi itu tak lain adalah hidup ini juga. tapi apakah sebenarnya yang kita sebut dengan “hidup ini juga” semua itu ke dalam bahasa puisi. Kita sedang bicara gema, maka baik juga kita melihat apa yang dibawa masuk itu kini menggemakan dirinya ke dalam bahasa – puisi. dalam gerimis kita menghitung cermin sepanjang jalan. puisi siapa saja, seperti baris puisi yang mana saja dalam satu puisi, saling bertaut dan kita mesti membacanya dari muka dan dari belakang, gerak saling berpaut itu.

No comments:

Post a Comment