Translate

Saturday, May 11, 2013

ESAI KRITIK PUISI Izzul Mutho'

Romantisme Puisi Sapardi Djoko Damono
“Cinta dalam Karya”

Oleh: Izzul Mutho'

            Puisi sering kali dijadikan lahan untuk mengungkapkan perasaan. Memang benar, puisi pada hakikatnya adalah ungkapan perasaan atau pikiran manusia. Banyak sastrawan-sastrawan besar lahir melalui puisi. Salah satunya yaitu Sapardi Djoko Damono. Dalam dunia sastra siapa yang tidak kenal dengan Sapardi. Ia merupakan salah satu penyair yang fenomenal dengan karya-karyanya.

            Sapardi merupakan penyair angkatan 66. Sapardi kerap kali memberi kejutan bagi kesastraan indonesia dengan sentuhan-sentuhan magic di setiap karyanya. Kebanyakan puisi-puisi karyanya menggunakan diksi-diksi yang sederhana. Akan tetapi, kita harus memutar otak kembali untuk memahami maksud dari puisi tersebut. Sapardi kerap kali menyembunyikan maksud yang terkandung di dalam pilihan katanya yang barangkali terlihat sederhana. Kesederhanaan ini yang membuat puisi-puisi Sapardi bernuansa romantis. Selain itu, Sapardi juga kerap kali menggunakan tema cinta dalam puisinya. Dengan begitulah sapardi kerap kali disebut penyair cinta. Dengan romantisme-romantisme cinta yang tertuang dalam karyanya. Puisi Sapardi akan mengajak kita terpental-pental menembus dunia romantisme dalam karyanya.
        AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(1989)
Dalam puisi “Aku Ingin”, Sapardi menuangkan karyanya dengan tema “Cinta”. Hal ini tergambar jelas dalam baris pertama Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.  Pada baris ini, Sapardi mencoba mengungkapkan perasaannya, yaitu dengan cinta yang sederhana. Pada puisi ini, saya mencoba menelaah bahwa Sapardi ingin mengungkapkan ketidaksederhanaan cinta yang pada Aku lirik. Dengan kata yang tak sempat diucapkan menggambarkan bahwa si Aku lirik masih memendam sesuatu yang tidak dikatakannya kepada si Kamu lirik. Pada baris ketiga kayu kepada api yang menjadikannya abu menandakan bahwa kesederhanan cinta Seperti “abu” yang tidak akan pernah ada jika tidak ada kayu dan api. Akan tetapi, jika kita cermati bahwa dalam puisi ini bahwa “api” dan “kayu” merupakan suatu hubungan yang saling mempunyai keterkaitan. Sapardi mengibaratkan bahwa cinta itu ibarat kayu dan api yang saling membakar dan menjadikan abu. Disini kita bisa melihat bahwa antara kayu harus dibakar dengan  api untuk menjadikannya abu. Disini terlihat jelas bahwa salah satu pihak harus mengorbankan dirinya. Aku lirik yang rela berkorban seperti kayu yang rela dibakar oleh api untuk menjadikan abu.
Pada bait kedua, Aku lirik memberikan penekanan yang berupa perandaian tentang cinta Aku lirik kepada Kamu lirik. Pada bait kedua ini menegaskan bahwa cinta yang sederhana si Aku lirik sebenarnya adalah cinta yang luar biasa. awan kepada hujan yang menjadikannya tiada merupakan penggambaran yang mungkin terjadi bahwa kemungkinan Aku lirik akan kehilangan cintanya seperti awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Selain itu, baris ini juga dapat diartikan bahwa ketulusan cintayang tidak memperdulikan hasil si Aku lirik kepada Kamu lirik.
Selain itu, dalam puisi sapardi lainnya. Sapardi masih menggunkan tema cinta dengan diksi-diksi yang romantis sebagai ciri khasnya. Disini Sapardi lebih menggunakan repetisi dan simbolisasi dalam puisinya. Simbolisasi merupakan metafora dalam puisi. Simbolisasi dalam puisi Sapardi sebagai pengganti ujaran dengan menggantikan kata lain dengan kemiripan analogi.
Sajak Kecil Tentang Cinta
mencintai angin harus menjadi siut
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaiMu(mu) harus menjadi aku

                  Pada puisi ini, Sapardi kembali mengangkat tema “cinta”. Akan tetapi, disini lebih menggunakan pengulangan atau repetisi dengan diksi yang sederhana.  Pada puisi ini, antara baris 1, 2, 3, 4, dan 6 menggunakan repetisi yang sama, yaitu harus menjadi sehingga mempunyai makna yang sama. Repetisi ini tidak diulang pada baris ke-5. Pada baris ke-5 menggunakan harus menebas. Seperti itulah Sapardi mempermainkan diksi-diksi sehingga menjadi rangkaian kata yang indah. Akan tetapi, kita tidak boleh terlepas dari maksud puisi tersebut. Jika kita interprestasikan, sebenarnya puisi ini mudah dipahami. Misalnya dalam kalimat mencintai gunung harus menjadi terjal pengarang menggunakan simbol gunung dan terjal. Dalam baris ini bisa saya ambil kesimpulan bahwa dalam baris ini Sapardi mengibaratkan gunung dengan keterjalannya, berarti mencintai gunung harus siap dengan keterjalan yang ada di dalamnya. Pada baris mencintai cakrawala harus menebas jarak menggunakan cara yang berbeda yang pada awalnya menggunakan repetisi harus menjadi, pada bait ini menggunakan harus menebas. Hal ini dapat mempermudah kita untuk mencerna bahwa mencintai cakrawala harus siap atau berani menerjang jarak yang ada di dalamnya. Pada bait terakhir mencintaiMu(mu) harus menjadi aku disini dapat kita artikan bahwa mencintai tuhan “Mu” dan mencintai seseorang “(mu)” haruslah menjadi diri sendiri. Mencintai seseorang haruslah menjadi diri sendiri dan segala resiko di dalamnya.
           



No comments:

Post a Comment