Romantisme
Puisi Sapardi Djoko Damono
“Cinta
dalam Karya”
Oleh: Izzul Mutho'
Puisi sering kali dijadikan lahan
untuk mengungkapkan perasaan. Memang benar, puisi pada hakikatnya adalah
ungkapan perasaan atau pikiran manusia. Banyak sastrawan-sastrawan besar lahir
melalui puisi. Salah satunya yaitu Sapardi Djoko Damono. Dalam dunia sastra
siapa yang tidak kenal dengan Sapardi. Ia merupakan salah satu penyair yang fenomenal
dengan karya-karyanya.
Sapardi merupakan penyair angkatan
66. Sapardi kerap kali memberi kejutan bagi kesastraan indonesia dengan
sentuhan-sentuhan magic di setiap
karyanya. Kebanyakan puisi-puisi karyanya menggunakan diksi-diksi yang
sederhana. Akan tetapi, kita harus memutar otak kembali untuk memahami maksud
dari puisi tersebut. Sapardi kerap kali menyembunyikan maksud yang terkandung
di dalam pilihan katanya yang barangkali terlihat sederhana. Kesederhanaan ini
yang membuat puisi-puisi Sapardi bernuansa romantis. Selain itu, Sapardi juga
kerap kali menggunakan tema cinta dalam puisinya. Dengan begitulah sapardi
kerap kali disebut penyair cinta. Dengan romantisme-romantisme cinta yang
tertuang dalam karyanya. Puisi Sapardi akan mengajak kita terpental-pental menembus
dunia romantisme dalam karyanya.
AKU
INGIN
Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(1989)
Dalam puisi
“Aku Ingin”, Sapardi menuangkan karyanya dengan tema “Cinta”. Hal ini tergambar
jelas dalam baris pertama Aku ingin mencintaimu dengan
sederhana. Pada baris ini, Sapardi mencoba mengungkapkan
perasaannya, yaitu dengan cinta yang sederhana. Pada puisi ini, saya mencoba menelaah
bahwa Sapardi ingin mengungkapkan ketidaksederhanaan cinta yang pada Aku lirik.
Dengan kata yang tak sempat diucapkan menggambarkan
bahwa si Aku lirik masih memendam sesuatu yang tidak dikatakannya kepada si
Kamu lirik. Pada baris ketiga kayu kepada
api yang menjadikannya abu menandakan bahwa kesederhanan cinta Seperti “abu”
yang tidak akan pernah ada jika tidak ada kayu dan api. Akan tetapi, jika kita
cermati bahwa dalam puisi ini bahwa “api” dan “kayu” merupakan suatu hubungan
yang saling mempunyai keterkaitan. Sapardi mengibaratkan bahwa cinta itu ibarat
kayu dan api yang saling membakar dan menjadikan abu. Disini kita bisa melihat
bahwa antara kayu harus dibakar dengan
api untuk menjadikannya abu. Disini terlihat jelas bahwa salah satu
pihak harus mengorbankan dirinya. Aku lirik yang rela berkorban seperti kayu
yang rela dibakar oleh api untuk menjadikan abu.
Pada bait kedua, Aku lirik
memberikan penekanan yang berupa perandaian tentang cinta Aku lirik kepada Kamu
lirik. Pada bait kedua ini menegaskan bahwa cinta yang sederhana si Aku lirik
sebenarnya adalah cinta yang luar biasa. awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada merupakan penggambaran yang mungkin
terjadi bahwa kemungkinan Aku lirik akan kehilangan cintanya seperti awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada. Selain itu, baris ini juga dapat
diartikan bahwa ketulusan cintayang tidak memperdulikan hasil si Aku lirik
kepada Kamu lirik.
Selain itu, dalam puisi sapardi
lainnya. Sapardi masih menggunkan tema cinta dengan diksi-diksi yang romantis
sebagai ciri khasnya. Disini Sapardi lebih menggunakan repetisi dan simbolisasi
dalam puisinya. Simbolisasi merupakan metafora dalam puisi. Simbolisasi dalam
puisi Sapardi sebagai pengganti ujaran dengan menggantikan kata lain dengan
kemiripan analogi.
Sajak Kecil Tentang Cinta
mencintai angin harus menjadi siut
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaiMu(mu) harus menjadi aku
Pada puisi
ini, Sapardi kembali mengangkat tema “cinta”. Akan tetapi, disini lebih
menggunakan pengulangan atau repetisi dengan diksi yang sederhana. Pada puisi ini, antara baris 1, 2, 3, 4, dan
6 menggunakan repetisi yang sama, yaitu harus
menjadi sehingga mempunyai makna yang sama. Repetisi ini tidak diulang pada
baris ke-5. Pada baris ke-5 menggunakan harus
menebas. Seperti itulah Sapardi mempermainkan diksi-diksi sehingga menjadi
rangkaian kata yang indah. Akan tetapi, kita tidak boleh terlepas dari maksud
puisi tersebut. Jika kita interprestasikan, sebenarnya puisi ini mudah
dipahami. Misalnya dalam kalimat mencintai
gunung harus menjadi terjal pengarang menggunakan simbol gunung dan terjal. Dalam baris ini bisa saya ambil kesimpulan bahwa dalam
baris ini Sapardi mengibaratkan gunung dengan keterjalannya, berarti mencintai
gunung harus siap dengan keterjalan yang ada di dalamnya. Pada baris mencintai cakrawala harus menebas jarak
menggunakan cara yang berbeda yang pada awalnya menggunakan repetisi harus menjadi, pada bait ini menggunakan
harus menebas. Hal ini dapat
mempermudah kita untuk mencerna bahwa mencintai cakrawala harus siap atau
berani menerjang jarak yang ada di dalamnya. Pada bait terakhir mencintaiMu(mu) harus menjadi aku disini
dapat kita artikan bahwa mencintai tuhan “Mu”
dan mencintai seseorang “(mu)”
haruslah menjadi diri sendiri. Mencintai seseorang haruslah menjadi diri
sendiri dan segala resiko di dalamnya.
No comments:
Post a Comment