UNSUR ALAM DALAM KEROMANTISAN UNTAIAN KATA
(SURAT CINTA-W.S RENDRA)
Oleh:
Fenin Inaya - 100211406102
Kisah riwayat hidup W.S Rendra bermula pada
usia 24 tahun. Ketika itu ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi.
Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak,
yaitu Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan
Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi
Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam
kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu
panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak
Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra
melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. “Dia dinamis,
aktif, dan punya kesehatan yang terjaga,” tutur Sito tentang Rendra, kepada
Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang
tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda
Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis
litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban
Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari
perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip
Rosidi.
Peristiwa itu tentu mengundang berbagai
komentar sinis, seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap
tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam
sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan
Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan
yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok
yang terus menghantuinya selama ini, yaitu kemerdekaan individual sepenuhnya.
“Saya bisa langsung beribadah kepada
Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak
individu saya dihargai,” katanya sambil mengutip ayat Qur’an, yang menyatakan
bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang. Toh kehidupannya dalam satu
atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan
gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia
menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka,
Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya,
Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak. “Itu Rendra! Itu Rendra!” Sejak itu,
julukan burung merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia
mendapatkan empat anak, yaitu Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan
Rachel Saraswati. Sang burung merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya
dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak, yaitu
Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal
karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada
1979, dan Sunarti tak lama kemudian.
Puisi Rendra yang berjudul Surat Cinta
merupakan puisi yang ditulisnya untuk Sunarti ketika hendak mempersuntingnya.
Di dalam puisi tersebut, Rendra menyatakan isi hatinya dalam surat cinta untuk
Sunarti. Untaian kata-kata seputar keindahan alam menjadi penghias keromantisan
puisinya. Dengan kata-kata sederhananya, pembaca bisa langsung mengerti dan
memahami makna yang tersirat dalam puisi.
Surat Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain…
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa
Rendra adalah seorang penyair yang
menyatakan perasaannya dengan mempergunakan alam sebagai gambaran jiwanya. Alam
dirasakannya sebagai perlambang kehidupan jiwanya, alam adalah pengantar kepada
dirinya. Orang harus merasakan dengan daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa
dipikirkan atau dipelajari dan membaca antara baris. Dari awal puisinya sudah
terlihat keindahan alam yang ia ungkapkan.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Rendra menulis sebuah surat di waktu turun hujan yang gerimis. Dia
mengumpamakan bunyi hujan seperti suara gendang yang gaib. Gaib dapat diartikan
bahwa suara tersebut berasal dari langit atas kehendak Tuhan. Tidak ada seorang
pun yang mengetahui bagaimana prosesnya sehingga kejadian tersebut bisa
dianggap sebagai sebuah kegaiban.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Selain penggambaran alam yang indah untuk menghias untaian katanya, Rendra
juga mempergunakan gaya bahasa atau majas yang mendukung terwujudnya suatu
keindahan. Di samping keindahan alam yang digunakan, kata-kata yang sederhana
tapi penuh keromantisan juga dipergunakan seperti di bawah ini.
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
…
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
…
Aku melamarmu,
Berdasarkan latar kehidupannya, Rendra tinggal di Yogyakarta. Dalam puisi
Surat Cintanya ditemukan unsur budaya jawa yang semua orang pun mengetahuinya,
yaitu keris. Bunga-bunga dan keris keramat juga dipergunakan Rendra untuk
menambah keindahan puisinya. Pada kebudayaan jawa, saat prosesi pernikahan
selalu dipergunakan bunga melati dan keris sebagai penghias riasan atau pakaian
pengantin.
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Alam memegang peranan penting dalam puisi Rendra. Dia mempergunakannya
sebagai perlambang dari sebuah waktu atau keadaannya:
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
…
Kutulis surat ini
kala langit menangis
Hujan dan hujan gerimis yang sering disebut penyair
adalah lambing keromantisan. Di waktu hujan gerimis dianggap sebagai saat yang
romantis karena alam menjadi basah oleh air hujan, tanaman dan binatang seperti
kodok atau serangga bersenang-senang dan saling mengeluarkan bunyi bersautan.
Kesibukan manusia juga akn menjadi lengang ketika hujan dan mereka memilih
berteduh di dalam ruangan.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
…
Kutulis surat ini
kala langit menangis
…
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
…
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Pada bagian akhir, Rendra mengungkapkan kehidupan seorang penyair seperti
dirinya yang ditujukan kepada sosok Narti. Hal tersebut kemungkinan bertujuan
untuk menegaskan kepada sosok Narti bahwa kehidupan penyair seperti yang
diungkapkan pada puisi. Rendra berharap sosok Narti dapat memberikan keputusan
dengan tepat dan mantap atas diri Rendra sebagai penyair.
No comments:
Post a Comment