Translate

Saturday, May 11, 2013

ESAI KRITIK PUISI Fenin Inaya

UNSUR ALAM DALAM KEROMANTISAN UNTAIAN KATA
(SURAT CINTA-W.S RENDRA)
Oleh:
Fenin Inaya - 100211406102


Kisah riwayat hidup W.S Rendra bermula pada usia 24 tahun. Ketika itu ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak, yaitu Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. “Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga,” tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu tentu mengundang berbagai komentar sinis, seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini, yaitu kemerdekaan individual sepenuhnya.
“Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai,” katanya sambil mengutip ayat Qur’an, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang. Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak. “Itu Rendra! Itu Rendra!” Sejak itu, julukan burung merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak, yaitu Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati. Sang burung merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak, yaitu Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti tak lama kemudian.
Puisi Rendra yang berjudul Surat Cinta merupakan puisi yang ditulisnya untuk Sunarti ketika hendak mempersuntingnya. Di dalam puisi tersebut, Rendra menyatakan isi hatinya dalam surat cinta untuk Sunarti. Untaian kata-kata seputar keindahan alam menjadi penghias keromantisan puisinya. Dengan kata-kata sederhananya, pembaca bisa langsung mengerti dan memahami makna yang tersirat dalam puisi.

Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain…
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa

Rendra adalah seorang penyair yang menyatakan perasaannya dengan mempergunakan alam sebagai gambaran jiwanya. Alam dirasakannya sebagai perlambang kehidupan jiwanya, alam adalah pengantar kepada dirinya. Orang harus merasakan dengan daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari dan membaca antara baris. Dari awal puisinya sudah terlihat keindahan alam yang ia ungkapkan.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Rendra menulis sebuah surat di waktu turun hujan yang gerimis. Dia mengumpamakan bunyi hujan seperti suara gendang yang gaib. Gaib dapat diartikan bahwa suara tersebut berasal dari langit atas kehendak Tuhan. Tidak ada seorang pun yang mengetahui bagaimana prosesnya sehingga kejadian tersebut bisa dianggap sebagai sebuah kegaiban.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Selain penggambaran alam yang indah untuk menghias untaian katanya, Rendra juga mempergunakan gaya bahasa atau majas yang mendukung terwujudnya suatu keindahan. Di samping keindahan alam yang digunakan, kata-kata yang sederhana tapi penuh keromantisan juga dipergunakan seperti di bawah ini.
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Aku melamarmu,
Berdasarkan latar kehidupannya, Rendra tinggal di Yogyakarta. Dalam puisi Surat Cintanya ditemukan unsur budaya jawa yang semua orang pun mengetahuinya, yaitu keris. Bunga-bunga dan keris keramat juga dipergunakan Rendra untuk menambah keindahan puisinya. Pada kebudayaan jawa, saat prosesi pernikahan selalu dipergunakan bunga melati dan keris sebagai penghias riasan atau pakaian pengantin.
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Alam memegang peranan penting dalam puisi Rendra. Dia mempergunakannya sebagai perlambang dari sebuah waktu atau keadaannya:
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
Kutulis surat ini
kala langit menangis
            Hujan dan hujan gerimis yang sering disebut penyair adalah lambing keromantisan. Di waktu hujan gerimis dianggap sebagai saat yang romantis karena alam menjadi basah oleh air hujan, tanaman dan binatang seperti kodok atau serangga bersenang-senang dan saling mengeluarkan bunyi bersautan. Kesibukan manusia juga akn menjadi lengang ketika hujan dan mereka memilih berteduh di dalam ruangan.
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
Kutulis surat ini
kala langit menangis
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis

Pada bagian akhir, Rendra mengungkapkan kehidupan seorang penyair seperti dirinya yang ditujukan kepada sosok Narti. Hal tersebut kemungkinan bertujuan untuk menegaskan kepada sosok Narti bahwa kehidupan penyair seperti yang diungkapkan pada puisi. Rendra berharap sosok Narti dapat memberikan keputusan dengan tepat dan mantap atas diri Rendra sebagai penyair.

No comments:

Post a Comment