KEINDAHAN PUISI-PUISI RINI
Oleh
Aninda Lestia Anjani
Dalam antologi puisi “Phantasy Poetica” ini Rini Intama
menyertakan 5 (lima) puisinya, masing-masing berjudul “Di Persimpangan yang
Lindap”, “Sajak Hampa”, “Nyanyian Sang Ombak”, “Merajuk”, dan “Surat pada Mei”.
Menilik dan menelisik judul-judulnya ini pembaca mulai disuguhkan permen aneka
rasa. Rasa gamang seperti di persimpangan dapat terlacak lewat puisi
“Di Persimpangan yang Lindap” rasa hampa tertuang pada
puisi “Hampa” persoalan gelora riak dan ombak terasa menyergap dalam puisi
“Nyanyian Ombak”, puisi “Merajuk” secara denotatif memberi pekabaran perihal
merajuk; dan persoalan reformasi terdedah melalui judul “Surat Kepada Mei”.
Apakah yang menarik dari puisi? Puisi selalu menawarkan
daya tarik berupa tawaran dunia fantasi yang diolah berdasarkan diksi dan
imajinasi. Setiap puisi sudah barang tentu terdapat diksi, yakni pilihan kata
yang dilakukan oleh penyair. Penyair pastilah bekerja keras dalam memilih
kata-kata yang secara tepat dapat mengabadikan pengalaman dan perasaannya ke
dalam teks puisi. Penyair selalu cermat dalam memilih kata. Seleksi yang ketat
ini biasanya lalu terkait dengan dunia fantasi yang secara nyata hadir dari
pilihan dan penggarapan imajinasi. Penyair menyeleksi kata yang secara
fantastis menumbuhkan ruang imajinasi bagi para pembaca puisinya. Melaui diksi
dan imaji inilah penyair mengajak para pembacanya memasuki dunia fantasi lewat
puisi-puisi yang digubahnya. Di sebuah persimpangan yang indah, Rini Intama
berusaha mengabadikannya dengan diksi dan imaji berikut:
kutebas
pedang karat di pucuk rindu senyap
kupinang
darah pekat di dada nafasku megap
di
langit kisah kisah mengendap
(“Di
Persimpangan yang Lindap”)
Pada saat perasaan merasa
hampa oleh berbagai sebab, misalnya saat ada pengalaman di rumah sakit jiwa,
Rini Intama memilah dan memilih diksi yang memuat imaji yang berdampak fantasi
seperti ini:
tak
ingkar jika melihat nestapa dalam debar
cahaya
memendar melepas di depan cermin kusam
dalam
waktu sepanjang badan
(“Sajak
Hampa: Senandung Lirih di Sebuah Rumah Sakit Jiwa”)
Pada jiwa dan rasa bergolak,
rasa cinta, rindu, sendu, dan aneka rasa lainnya secara imajinatif terpapar
melalui diksi ombak. Kita simak “Nyanyian Sang Ombak” secara utuh-menyeluruh
agar kita bisa menikmati diksi, imaji, dan dunia fantasi yang diciptakan oleh
Rini Intama:
NYANYIAN SANG OMBAK
Sajak Pantai Utara, Hutan Bakau, dan
Aroma Cinta
Burung
burung hanyut bercengkerama lepas dalam gairah yang sublim
di
atas akar akar bakau yang menjalar
menyela
kokoh di rawa berlumpur
memisah
kejahan dari debur ombak yang menderu
mengalun
nyanyian cinta
Perasaan dan sikap “merajuk” dapat kita nikmati dalam
puisi bertajuk “Merajuk” dan “Surat Pada Mei”. Seseorang dapat saja merajuk
oleh berbagai sebab. Sikap merajuk ini tentu saja bukan semata merupakan
kecengengan, sebab di dalamnya terdapat juga sebuah gambaran sikap. Bagaimana
gambaran sikap “merajuk” seorang Rini Intama ketika menghadapi peristiwa Mei
saat reformasi terjadi? Kita nikmati saja puisi satu bait berjudul “Surat Pada
Mei”.
SURAT PADA MEI
ketika bertanya pada Mei,
purnama menungguku
di tengah bulan yang terbebas, lantas menangis
bah …
kau palingkan wajah dan sudut mata mengerling tajam
kau tak mengerti! katamu pelan tak berintonasi
tak ingin aku mengedip memandang kemarahan yang merah
di sela waktu yang membusuk
karena terlalu lama teronggok
aku tak ingin bertanya lagi Mei!
kecuali ketika pucuk cemara tertawa geli
mengundang debu jalan yang tersapu angina
di tengah bulan yang terbebas, lantas menangis
bah …
kau palingkan wajah dan sudut mata mengerling tajam
kau tak mengerti! katamu pelan tak berintonasi
tak ingin aku mengedip memandang kemarahan yang merah
di sela waktu yang membusuk
karena terlalu lama teronggok
aku tak ingin bertanya lagi Mei!
kecuali ketika pucuk cemara tertawa geli
mengundang debu jalan yang tersapu angina
puisi-puisi gubahan Rini Intama dalam buku “Phantasy Poetica”.
Puisi memang selalu memberikan ruang fantasi, ruang kontemplasi, penuh dengan
pilihan diksi yang kaya imajinasi. Sebagai pereview, saya tak mau dikelompokkan
pada golongan yang nyinyir menelanjangi puisi, memberikan ruang tafsir yang
njlimet dan bisa jadi membuat kepala mumet. Rini Intama yang terlahir di Garut
21 Februari yang tahun kelahirannya disembunyikannya. Memang, terkadang usia
tidak menjamin kematangan karya, tetapi semangat muda untuk berkarya tentulah
perlu diberi penghargaan. Rini Intama, tentu saja tak tergolong tua, tak pula
masuk dalam barisan muda-remaja dalam berkarya.
No comments:
Post a Comment