Perubahan Moral Personal Penyamun dalam
Roman “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
STA
Oleh:
Rista Moviasari - 100211404903
Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan pujangga Baru.
Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, puda tanggal 11 Pebruari 1908. Buku
roman pertamanya adalah Tak putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai
Pustaka, tempatnya bekerja. Sutan Takdir Alisyahbana dulu pernah bersekolah di
HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di
Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht
HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar
Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam
bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul
buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra
dimulai dengan tulisannya. Salah satu karyanya adalah roman Anak Perawan di
Sarang Penyamun (1941). Roman tersebut akan dipaparkan dengan mengkhususkan
nilai moral yang terdapat dalam tokohnya.
Nilai moral adalah nilai-nilai yang
berkaitan dengan kelakuan baik buruk dari manusia. Moral selalu berhubungan dengan
nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan
kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari. Nilai moral merupakan nilai-nilai yang tampak pada tingkah laku tokoh utama dalam novel. Nilai ini terdapat unsur intrinsik perwatakan dan penokohan.
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari. Nilai moral merupakan nilai-nilai yang tampak pada tingkah laku tokoh utama dalam novel. Nilai ini terdapat unsur intrinsik perwatakan dan penokohan.
Pada novel Anak
Perawan di Sarang Penyamun ini saya menggunakan nilai moral personal yaitu
nilai moral individu. Nilai moral personal adalah nilai-nilai yang tampak pada
tingkah laku tokoh utama. Penggambaran moral dalam tokoh utama Madesing sebagai
berikut.
BAB 2
“Tak
beberapa lama lagi akan berlangsung perjuangan yang hebat, darah akan tumpah
mengalir…sejurus gemetar penyamun-penyamun itu, meskipun itulah pekerjaan
mereka: merampok, membunuh, kejam dan ganas”.
(hal 14)
BAB 3
“Madesing mengertakkan giginya,
menumpah-memaki karena ia tidak dapat mebalas, menghancur-remukkan orang yang
berani mengusiknya itu, karena mereka disembunyikan dan dilindungi oleh hujan
dan gelap gulita.”
(hal 21)
Kutipan di atas menggambarkan
seorang tokoh utama yaitu Medasing sebagai pimpinan penyamun yang mempunyai
sikap yang kasar dan kejam dan tidak punya iba pada siapapun.
Setelah beberapa
lama Madesing mulai menyadari betapa tingkah lakunya yang jahanam dan kejam itu
telah melukai sendiri. Ketika melihat ibunya Sayu yaitu Nyai Hajah andun yang
terluka parah akhibat tingkah lakunya dulu, dan akhirnya Nyai Hajah Andun
meninggal dunia, itu yang telah menyadarkannya saat melihat orang yang dia
cintai menangis tersedu-sedu. Hati seorang penyamun kejam itu mulai luluh.
BAB 17
“Dan pada
waktu sunyi-senyap, ketika segala makhluk laksana menahan napasnya, Madesing
perlahan-lahan menjauhkan diri dari orang yang tersedu-sedu menangis amat
sedihnya itu, turun ke bawah menghilangkan badannya dalam gelap-gulita.
Beberapa kali ia telah menghadapi orang
memutus nyawa… luka berlumur darah, hancur-remuk badannya, berteriak-teriak…
Tetapi belum pernah sesesak itu dadanya, ketika ia melihat perempuan, kulit
melekat pada daging itu, menghembuskan nafasnya yang penghabisan, tak bergerak,
tak berbunyi, lemah-lembut seperti kanak-kanak yang terlelap.
Jauh di dalam hatinya menyayat dan membakar
keinsyafan akan dosa yang tak ada bandingannya!
Beberapa lama ia berdiri di hadapan pondok
itu; tak ada bergerak-gerak. Di sebelah timur membayang cahaya ungu-kabur
antara Nampak dan tiada. Ia pun memandang kepada utusan siang itu.
Perasaan yang tak tentu meresap ke dalam
kalbunya, membangkitkan haerapan yang sayup-sayup akan penghidupan yang
baharu.”
….
“Pada
pertukaran malam menjadi siang, gelap-gulita didesak oleh terang-cuaca itu,
bangkit di dalam hatinya keinsafan akan kewajiban yang terserah kepadanya.”
(hal 97-98)
Madesing kini telah
merubah perilaku dalam hidupnya dan dia pergi menunaikan ibadah haji beserta
anak istrinya. Namanya berubah menjadi Haji Karim dan kini disegani banyak
orang. Akhibat perubahan perilaku Medasing terdapat pada kutipan berikut ini.
BAB 18
“Tetapi
bukan kekuatannya yang diakui orang, bukan pikirannya yang tajam dan bukanlah
kekayaannya yang banyak yang menyebabkan orang senegerinya, sampai-sampai jauh
dibahagian Pasemah yang lain, hormat, malu dan segan kepadanya, yang
menyebabkan ia berbahagia dalam
hidupnya.
Dan ketaatan akan ibadat, sifat pengasih dan
pemurah dan budi yang halus, yang meninggikan derajat di tengah manusia dan
menetapkan tempat yang terpilih di akhirat yang esa, sekalian Sayulah yang
membangkitkan di dalam jiwanya. Sebab lain dari pada segala yang fana itu ada
yang lebih berharga, yang tiada turut terkubur dengan bungkusan hayat.
Maka pada tengah malam yang sunyi-senyap itu,
laki-laki yang kuat dan besar itu meniarap mencium kedua anaknya berganti-ganti
dan sebelum ia merebahkan dirinya akan memincingkan mata, ia menengadah ke
atas, menoda sejurus, mengucapkan syukur atas tuntunan Ilahi yang berkah dan
rahim atas hidupnya.”
(hal 107)
Pada kutipan di atas
menggambarkan bagaimana seorang penyamun yang dulunya kejam kini malah disegani
banyak orang karena perubahan sikap dan hidupnya. Ucapan syukurpun terlontar
pada Ilahi yang telah memberikan berkah dan karena hidupnya sekarang sangat
bahagia, nyaman, dan damai.
Manusia dari berbagai sisi, relativitasnya
sangat tidak berbatas. Meski demikian, dari sikap kasar, tidak peduli terhadap kesengsaraan
orang lain, serta watak buruk yang tercermin dari perilaku anak manusia, tentu
masih ada sedikit ruang kebaikan yang suatu saat akan muncul dari dalam
dirinya.
Penggambaran seorang tokoh dalam roman Anak
Perawan di Sarang Penyamun ini, pengarang memasukkan perubahan moral personal
dalam diri tokoh. Moral personal tersebut yang paling menonjol dan ada dalam
kehidupan nyata, dimana seorang dapat merubah dirinya menjadi sosok yang lebih
baik dan menguntungkan orang lain. Selain penggambaran moral personal terdapat pula
gambaran hutan yang begitu indah. STA mengungkapkan keindahan alam yang
didalamnya terdapa penyamun yang begitu kejam, beserta perubahan moral pada
tokoh. Roman Anak Perawan di Sarang Penyamun tersorot sehingga dibuat sebuah
film dari roman tersebut.
No comments:
Post a Comment