Translate

Saturday, May 11, 2013

ESAI KRITIK PROSA Rista Moviasari

Perubahan Moral Personal Penyamun dalam Roman “Anak Perawan di Sarang Penyamun”
STA

Oleh:
Rista Moviasari - 100211404903


Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, puda tanggal 11 Pebruari 1908. Buku roman pertamanya adalah Tak putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempatnya bekerja. Sutan Takdir Alisyahbana dulu pernah bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya. Salah satu karyanya adalah roman Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941). Roman tersebut akan dipaparkan dengan mengkhususkan nilai moral yang terdapat dalam tokohnya.

Nilai moral adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kelakuan baik buruk dari manusia. Moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari.
Nilai moral merupakan nilai-nilai yang tampak pada tingkah laku tokoh utama dalam novel. Nilai ini terdapat unsur intrinsik perwatakan dan penokohan.
Pada novel Anak Perawan di Sarang Penyamun ini saya menggunakan nilai moral personal yaitu nilai moral individu. Nilai moral personal adalah nilai-nilai yang tampak pada tingkah laku tokoh utama. Penggambaran moral dalam tokoh utama Madesing sebagai berikut.

BAB 2

“Tak beberapa lama lagi akan berlangsung perjuangan yang hebat, darah akan tumpah mengalir…sejurus gemetar penyamun-penyamun itu, meskipun itulah pekerjaan mereka: merampok, membunuh, kejam dan ganas”.
(hal 14)

BAB 3
“Madesing mengertakkan giginya, menumpah-memaki karena ia tidak dapat mebalas, menghancur-remukkan orang yang berani mengusiknya itu, karena mereka disembunyikan dan dilindungi oleh hujan dan gelap gulita.”
(hal 21)

Kutipan di atas menggambarkan seorang tokoh utama yaitu Medasing sebagai pimpinan penyamun yang mempunyai sikap yang kasar dan kejam dan tidak punya iba pada siapapun.
Setelah beberapa lama Madesing mulai menyadari betapa tingkah lakunya yang jahanam dan kejam itu telah melukai sendiri. Ketika melihat ibunya Sayu yaitu Nyai Hajah andun yang terluka parah akhibat tingkah lakunya dulu, dan akhirnya Nyai Hajah Andun meninggal dunia, itu yang telah menyadarkannya saat melihat orang yang dia cintai menangis tersedu-sedu. Hati seorang penyamun kejam itu mulai luluh.

BAB 17
“Dan pada waktu sunyi-senyap, ketika segala makhluk laksana menahan napasnya, Madesing perlahan-lahan menjauhkan diri dari orang yang tersedu-sedu menangis amat sedihnya itu, turun ke bawah menghilangkan badannya dalam gelap-gulita.
   Beberapa kali ia telah menghadapi orang memutus nyawa… luka berlumur darah, hancur-remuk badannya, berteriak-teriak… Tetapi belum pernah sesesak itu dadanya, ketika ia melihat perempuan, kulit melekat pada daging itu, menghembuskan nafasnya yang penghabisan, tak bergerak, tak berbunyi, lemah-lembut seperti kanak-kanak yang terlelap.
   Jauh di dalam hatinya menyayat dan membakar keinsyafan akan dosa yang tak ada bandingannya!
   Beberapa lama ia berdiri di hadapan pondok itu; tak ada bergerak-gerak. Di sebelah timur membayang cahaya ungu-kabur antara Nampak dan tiada. Ia pun memandang kepada utusan siang itu.
   Perasaan yang tak tentu meresap ke dalam kalbunya, membangkitkan haerapan yang sayup-sayup akan penghidupan yang baharu.”
….
“Pada pertukaran malam menjadi siang, gelap-gulita didesak oleh terang-cuaca itu, bangkit di dalam hatinya keinsafan akan kewajiban yang terserah kepadanya.”
(hal 97-98)
Madesing kini telah merubah perilaku dalam hidupnya dan dia pergi menunaikan ibadah haji beserta anak istrinya. Namanya berubah menjadi Haji Karim dan kini disegani banyak orang. Akhibat perubahan perilaku Medasing terdapat pada kutipan berikut ini.

BAB 18
“Tetapi bukan kekuatannya yang diakui orang, bukan pikirannya yang tajam dan bukanlah kekayaannya yang banyak yang menyebabkan orang senegerinya, sampai-sampai jauh dibahagian Pasemah yang lain, hormat, malu dan segan kepadanya, yang menyebabkan ia berbahagia dalam hidupnya.
   Dan ketaatan akan ibadat, sifat pengasih dan pemurah dan budi yang halus, yang meninggikan derajat di tengah manusia dan menetapkan tempat yang terpilih di akhirat yang esa, sekalian Sayulah yang membangkitkan di dalam jiwanya. Sebab lain dari pada segala yang fana itu ada yang lebih berharga, yang tiada turut terkubur dengan bungkusan hayat.
   Maka pada tengah malam yang sunyi-senyap itu, laki-laki yang kuat dan besar itu meniarap mencium kedua anaknya berganti-ganti dan sebelum ia merebahkan dirinya akan memincingkan mata, ia menengadah ke atas, menoda sejurus, mengucapkan syukur atas tuntunan Ilahi yang berkah dan rahim atas hidupnya.”
(hal 107)

Pada kutipan di atas menggambarkan bagaimana seorang penyamun yang dulunya kejam kini malah disegani banyak orang karena perubahan sikap dan hidupnya. Ucapan syukurpun terlontar pada Ilahi yang telah memberikan berkah dan karena hidupnya sekarang sangat bahagia, nyaman, dan damai.
Manusia dari berbagai sisi, relativitasnya sangat tidak berbatas. Meski demikian, dari sikap kasar, tidak peduli terhadap kesengsaraan orang lain, serta watak buruk yang tercermin dari perilaku anak manusia, tentu masih ada sedikit ruang kebaikan yang suatu saat akan muncul dari dalam dirinya.

Penggambaran seorang tokoh dalam roman Anak Perawan di Sarang Penyamun ini, pengarang memasukkan perubahan moral personal dalam diri tokoh. Moral personal tersebut yang paling menonjol dan ada dalam kehidupan nyata, dimana seorang dapat merubah dirinya menjadi sosok yang lebih baik dan menguntungkan orang lain. Selain penggambaran moral personal terdapat pula gambaran hutan yang begitu indah. STA mengungkapkan keindahan alam yang didalamnya terdapa penyamun yang begitu kejam, beserta perubahan moral pada tokoh. Roman Anak Perawan di Sarang Penyamun tersorot sehingga dibuat sebuah film dari roman tersebut.

No comments:

Post a Comment