Translate

Tuesday, May 7, 2013

ESAI KRITIK PROSA Dwi Hidayati Kusumaningtyas

MENYIBAK “RAHASIA” SENO GUMIRA ADJIDARMA MELALUI KACAMATA OBJEKTIF
OLEH:
Dwi Hidayati Kusumaningtyas - 100211406094

        Dalam setiap karya sastra seperti cerpen, pasti memiliki khas ataupun daya tarik tersendiri untuk menarik minat para penikmat karya sastra. Tidak dipungkiri juga bahwa karya sastra yang baik pasti memiliki kelebihan baik dari segi penemaan, penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, pelataran, perwatakan, serta amanat yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Dalam esai kritik ini saya menggunakan pendekatan objektif sebagai teknik analisis. Berikut akan dilampirkan cerpen “Rahasia” karya Seno Gumira Adjidarma.

Lampiran Cerpen
 


Rahasia
    Pada hari kematian Jose, seorang wanita menangis tersedu-sedu.Dewi tak kenal siapa dia, ia terlalusedih untuk menduga-duga siapa dia. Kematian Jose yang begitu tiba-tiba telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya merana hatinya mendadak kosong, langit hanya hitam. Betapa pedihnya rasa kehilangan… “Aku bagaikan laying-layang putus,” katanya, suatu ketika, setelah perkabungan mereda. Makanya ia tak punya waktu, meskipun hanya sekedar menduga-duga, siapa wanita tak dikenal yang menangis tersedu-sedu hari itu. Apalagi, bukan hanya wanita itu yang menangis pada hari kematian Jose suami Dewi tercinta.
Dari pandanganya yang kabur karena air mata yang tumpah-ruah menggennagi lautan kesedihan, Dewi masih bisa memisahkan orang-orang yang ia kenal maupun tak dikenalnya. Pada hari kematian Jose orang-orang emngalir tak putus-putusnya melayat ke rumah mereka. Orang-orang itu sebagian datang karena memang turut berduka, sebagian lagi datang karena merasa harus kelihatan seolah-olah turut berduka, dan sebagian lagi tak tahu harus benar-benar turut berduka atau seolah-olah saja turut berduka atas kematian Jose, seorang professional muda dengan pergaulan yang luas.
Tapi, memnag banyak yang menangis pada hari perkabungan yang berlangit mendung dan udaranya gerah itu. Lewat matanya yang sembab, Dewi melihat betapa sedihnya ibu Jose, betapa nestapanya saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabt Jose yang telah mengenalnya semenjak masa kecil mereka yang ceria. Mereka semua menangis, matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu, ada yang terisak-isak, ada yang diam tanpa kata, tapi Dewi tahu dan bisa ikut merasakan, seperti dirasakanya sendiri, bagaimana perasaan seseorang yang sudah bahkan pernah dekat saja dengan Jose ketika ditinggalkan pergi lelaki yang mengesankan itu untuk selama-lamanya.
Tentu, tentu Dewi tahu juga, bahwa tidak semua orang yang menyalaminya dengan ucapan belasungkawa itu benar-benar turut berduka cita sebagaimana dirasakanya. Para tetangga yang jarang bersua, para pegawai di kantor Jose yang hanya dating karena kewajiban, handai taulan yang jauh-jauh dan hanya ketemu satu tahun sekali waktu Lebaran, mereka semua juga datang dengan wajah seolah-olah sedih dan mengucapkan belasungkawa, tapi Dewi tahu betapa mereka tidak benar-benar turut berduka.Bahkan jangan-jangan ada juga yang senang dengan kematian Jose. Tentu, tentu Dewi tabu, betapa hidup ini juga semacam upacara.
Sambil menyeka ingus dalam kedukaanya yang sangat, Dewi melihat juga wanita itu, yang tak dikenalnya siapa, menangis terseud-sedu di depan jenazah Jose. Di celah-celah perasaan duka yang menghunjam, perasaan kehilangan yang begitu menyabot, dan kesibukan menerima salam dan ucapan turut berduka cita, dari balik tirai air matanya yang menggenang, dilihatnya wanita itu menangis tersedu-sedu dan terisak-isak dengan perasaan yang betul-betul kehilangan.
Wanita itu bukan hanya menangis, dia juga meratap tertahan-tahan sambil sesekalimenyebut nama Jose. Dia seorang wanita yang muda, dewasa, dan bagus dandanannya, Tentu saja waktu menangis tersedu-sedu itu keindahannya bagaikan bulan tertutup awan. Namun, dari balik air mata dukanya yang membanjir, Dewi sempat juga memperhatikan bahwa eye shadaow wanita itu sama sekai tidak meleleh.

***

Kini, 1000 hari setelah kematian Jose, ia masih berpikir tentang wanita itu. Dia bukan salah satu tetangga, dia bukan salah seorang karyawan di kantor Jose, dia tentunya bukan pula salah seorang relasi bisnis Jose yang jumlahnya tak terhitung itu. Dewi tahu, sedekat-dekatnya relasi bisnis, seseorang tak perlu menangis tersedu-sedu dan terisak-isak, apalagi sambil seseklai menyebut-nyebut nama Jose.
Dalam hatinya Dewi bertanya-tanya, siapakah wanita itu? Setiap kali ia teringat kematian Jose yang serba kelabu itu, setiapkali itu pula ia teringat kematian Jose yang serba kelabu yang rambutnya ikal mayang, yang kulitnya putih, halus, dan bersih yang danadananya mahal dan bagus, yang tentuny atampak dahsyat sekali kalau sedang tidak menangis. Tapi, hari itu dia bagaikan segumpal duka yang terus-menerus meneteskan air mata. Seribu hari setelah kematian Jose, ia masih teringat wanita itu, dan ia bertanya-tanya dalam hatinya, hubungan apakah yang terjalin antara jose dan wanita itu sehingga dia bisa menangis tersedu-sedu dan terisak-isak sambil sesekali menyebut nama Jose dengan perasaan kehilangan yang begitu mendalam.
“Jose, Jose, apa yang tidak kuketahui tentang dirimu?” Dewi mendesah sendiri, perlahan-lahan, seperti takut suaranya akan membuyarkan kenangannya akan Jose yang hampir serba sempurna. Apa boleh buat , bagi Dewi memang Jose adalah seorang suami yang membuatnya tenteram, seorang lelaki yang barangkali saja paling indah.
Bukan, Dewi bukanlah jenis perempuan yang menuntut terlalu banyak dari kehidupan yang penuh dengan luka iri. Dewi tidaklah bermimpi seorang lelaki akan sanggup meyakinkan diri bahwa seorang istri sudah lebih dari cukup dalam kehidupan yang begitu penuh dengan godaan. Kalau saja Jose adalah suami yang bisa saja mengagumi keindahan wanita lain, seorang bapak yang cukup repot membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, dan seorang lelaki yang ada juga kegombalanya sedikit, Dewi tahu dirinya sama sekali tidak keberatan.
Namun, Dewi tak berpikir sampai kesana. Pada kenyataanya Jose tampil begitu sempurna dan Dewi tak bisa mengingkari betapa ia menjadi bahagia karenanya. Itulah sebabnya, 1000 hari setelah kematian Jose ia masih juga bertanya-tanya, benarkah ada sesuatu yang tak diketahuinya dalam kehidupan Jose?
Ketika Jose terbujur dengan wakah seolah-olah tertidur pada hari itu. Dewi memnag begitu sedih dan menderita. Tidak selintas pun terpikir olehnya untuk bertanya, “Anda siapa?”
***

Seribu hari setelah kematian Jose, di tepi danau yang tenang, sambil memandang angsa berenang-renang, sementara angin melintas perlahan-lahan, Dewi masih terkenang pada wanita itu. Seandainya suatu ketika ia bersua dengan wanitaitu. Seandainya suatu ketika ia bersua dengan wanita itu, entah di jalanan, entah di pertokoan, entah di pesawat terbang, atau dis sebuah pesta yang gemerlapan pasti ia akan menyapanya. Ia akan mengucapkan terima kasih atas keturtberdukacitaanya dulu, meski diam-diam sebetulnya Dewi ingin mengetahui siapa wanita itu sebenarnya.
Apakah dia sudah berkeluarga? Apakah dia hidup sendiri saja? Apakah dia seorang wanita karier? Apakah dia seorang ibu rumah tangga? Apakah dia seorang wanita baik-baik? Apakah dia bukan wanita baik-baik, tapi yang sangat terpelajar yang kata orang-orang sering diumpankan dalam negosiasi bisnis? Dewi teringat, Jose sering bercerita tentang godaan-godaan seperti itu dari para relaisnya di dunia bisnis. Apakah dia dari jenis yang seperti itu, tapilantas terlibat dalam hubungan cinta yang mendalam dengan Jose? Apakah dia seorang wanita entah darimana yang pada suatu ketika entah dimana dan entah kenapa saling jatuh cinta dengan Jose yang berlanjut dengan suatu hubungan panjang entah untuk apa?
Dewi tentu saja sangat mempercayai Jose. Sampai sekarang pun Dewi tidak pernah meragukan cinta Jose. Mungkin saja hubungan Jose dengan wanita itu sama sekali bukan sesuatu yang buruk. Mungkin saja wanita itu semacam sahabat, seeorang dari masa lalu…Dewi baru menyadari betapa banyak yang tak diketahuinya tentang Jose. Ya, ya, ya, selama 20 tahun perkawinan mereka, berapa jam per hari Jose betul-betul menjadi miliknya?
Dewi tak pernah bisa tahu yang mana diantara segudang dugaanya itu yang benar atau yang salah atauh bahkan barangkali saja tidak ada hubunganya sama sekali.Dewi pun tak pernah bisa tahu apakah ia tidak terlalu berlebihan. Seandainya saja, ah, seandainya saja, wanita itu lewat tiba-tiba di ujung jalan itu, seandainya saja dia mendadak muncul dari dalam danau, seandainya saja dia turun dari langit hanya untuk memuaskan pertanyaan Dewi, ah, ah, ah, seandainya saja Dewi berjumpa denganya suatu  ketika, ia akan bertanya, ya, ia akan bertanya, dan bertanya tentu, tentu dengan cara seorang wanita, yang bisa begitu licin dan tak bisa diduga.
Tapi sampai 1000 hari setelah kematian suaminya, setelah Jose yang rupawan tinggal seonggok kerangka, tak seujung rambut pun pernah diketahuinya sesuatu tentang wanita itu. Kini 1000 hari setelah kematian suaminya, betapa mengganggunya pertanyaan itu: siapakah dia yang begitu sedihnya kehilangan Jose sehingga menangis tersedu-sedu dan terisak-isak sambil sesekalimenyebut nama Jose dengan tertahan-tahan?
Barangkali Dewi lupa, hidup ini memang penuuh dengan rahasia.

                                                                            Palmerah, 16 November 1991
 



Pada cerpen “Rahasia” karya Seno Gumira Adjidarma terdapat beberapa setting yang digunakan yaitu setting tempat, setting waktu, dan setting suasana. Setting ini semata-mata tidak bersifat fisik/psikis. Setting tempat dalam cerpen “Rahasia” berada di rumah duka dan di tepi danau. Setting waktu terjadi pada siang atau sore hari, hal ini bisa dilihat dari kutipan cerpen berikut,
“Tapi memang banyak yang menangis pada hari perkabungan yang berlangit mendung dan udaranya gerah itu…”.
Kemudian dari setting suasana cerpen “Rahasia” menggambarkan suasana yang sedih serta suasana hati yang bimbang dari pelaku utama yaitu Dewi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Tapi memang banyak yang menangis pada hari perkabungan yang berlangit mendung dan udaranya gerah itu. Lewat matanya yang sembab, Dewi melihat betapap sedihnya Ibu Jose, betapa nestapanya saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabat Jose. Mereka semua menangis, matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu, ada yang terisak-isak, ada yang diam tanpa kata…”.
Suasana yang dinuansakan dalam cerpen tersebut pun juga begitu nyata. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Kematian Jose yang begitu tiba-tiba telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya merana-hatinya mendadak kosong. Tapi memang banyak yang menangis pada hari perkabungan. Dewi melihat betapa sedihnya ibu Jose, betapa nestapanya saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabat Jose. Mereka semua menangis, matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu, ada yang terisak-isak, ada yang diam tanpa kata.
Dalam cerpen “Rahasia” tersebut juga ada hubungan variasi setting dengan perubahan dan perkembangan cerita yaitu pada variasi setting tempat yang semula di rumah duka Jose berganti di tepi danau. Namun pada konfliknya tidak berkembang sehingga perkembangan cerita terlihat statis karena hanya berkutat pada dugaan-dugaan Dewi terhadap wanita tak dikenal tersebut begitu terus berulang-ulang sampai akhir cerita. Sehingga tidak ada klimaks yang membuat alur cerita berkembang.
Dalam cerpen “Rahasia” juga terdapat hubungan setting dengan penokohan dan watak pelakunya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut,
Setting
Penokohan
Watak pelaku
Di Rumah Duka
Dewi
Wanita Tak Dikenal
Jose
Ibu Jose
Saudara Jose
Sahabat Jose
Orang-orang
yang melayat Jose
Setia, Pemikir, Penakut
Lemah
-
-
-
-
-
Di Tepi Danau
Dewi
Pemikir

Ada hubungan antara setting dan atmosfer (suasana hati) dalam cerpen karya Seno Gumira Adjidarma tersebut. Yakni saat berada di rumah duka Jose dan saat berada di tepi danau, atmosfer (suasana hati) Dewi berbeda. Saat di rumah duka, Dewi sangat bersedih karena kematian Jose yang begitu mendadak dan hal ini terlihat jelas dalam kutipan berikut,
“ Kematian Jose yang begitu tiba-tiba telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya merana-hatinya mendadak kosong, langit hanya hitam. Betapa pedihnya rasa kehilangan…,” Aku bagaikan layang-layang putus,”.
Sementara saat di tepi danau, Dewi lebih sering memikirkan dan hanya bisa menebak-nebak siapa wanita yang menangisi jenazah suaminya tersebut. Dalam cerpen tersebut Seno Gumira Adjidarma juga  menggunakan setting untuk perpindahan cerita atau gagasan yaitu dari rumah duka ke tepi danau. Pengarang juga menggunakan hubungan setting dalam cerpen “Rahasia” tersebut dengan tema yang mendasarinya karena terdapat hubungan setting dan tema dalam cerpen “Rahasia” ini. Settingnya berada di rumah duka dan di tepi danau dan temanya yaitu sebuah kondisi seorang suami yang tidak menghargai dan menghormati kesetiaan seorang istri yang telah banyak memberikan banyak  pengorbanan,
Dalam cerpen “Rahasia” pengarang juga menggunakan gaya bahasa yang beragam. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Hiperbola
-   “. . . air mata yang tumpah ruah menggenangi lautan kesedihan . . .”
-   “.  .  . setelah Jose yang rupawan tinggal seonggok kerangka,  .  .”
Perumpamaan
“.  .  . keindahannya bagaikan bulan tertutup awan.”



Pengarang menggunakan gaya bahasa demikian untuk mendukung/menghidupkan cerita serta menarik minat pembaca untuk membaca karya sastra yang ia baca. Seno Gumira juga memberi pilihan kata dan penataan kalimat yang istimewa dalam cerpennya tersebut. Hal ini terbukti dari kutipan berikut,
“…Kematian Jose yang begitu tiba-tiba telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya merana-hatinya mendadak kosong, langit hanya hitam. Betapa pedihnya rasa kehilangan….” Aku bagaikan layang-layang putus”.   
Sementara itu efek pemilihan gaya bahasa tepat dalam penataan kalimat dan suasana penuturan. Dengan demikian imajinasi si pembaca muncul dan dapat menyelaraskan diri menjadi sosok/tokoh dalam cerita.
Melalui penceritaan alihan dan narasi pengarang telah memberikan ciri khusus kepada tiap pelakunya. Penceritaan alihan yaitu pencerita tidak memberikan mandatnya pada tokoh untuk mengemukakan cerita, melainkan pencerita sendiri yang berperan. Sementara narasi hal ini terlihat bahwa yang ditekankan adalah masalah jalan ceritanya.
Pengarang mendeskripsikan/menggambarkan kehidupan, kebiasaan, dan cara bertingkah laku pelakunya secara mendetail sehingga pembaca seakan dapat ikut masuk ke dalam cerita. Pelaku berbicara tentang dirinya sendiri terlihat dalam kutipan berikut.
Betapa pedihnya rasa kehilangan….” Aku bagaikan layang-layang putus”. Lalu ada pada kutipan berikut, “… sambil sesekali menyebut nama Jose dengan perasaan kehilangan yang begitu mendalam. “Jose, jose, apa yang tidak kuketahui tentang dirimu?”
Dalam cerpen ini tidak ada tokoh lain yang membicarakan tokoh utama karena Dewi sebagai tokoh utama disini merupakan tokoh sentral yaitu sebagai penggerak cerita dari awal sampai akhir cerita sehingga tidak ada reaksi dari tokoh lain kepada tokoh utama ataupun tokoh lain yang membicarakan tokoh utama.. Tokoh utama memberi reaksi terhadap tokoh lain juga terdapat pada kutipan berikut,
Saat di rumah duka. “… lewat matamya yang sembab, Dewi melihat betapa sedihnya ibu Jose, betapa nestapanya saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabat Jose...”. “… Wanita itu bukan hanya menangis, dia juga meratap tertahan-tahan sambil sesekali menyebut nama Jose. Dia seorang wanita yang muda, dewasa, dan bagus dandanannya. ..”
Satuan peristiwa/tahapan alur dalam cerpen “Rahasia” dimulai dari konflik batin, konflik memuncak, konflk batin menurun, konflik batin berakhir tanpa ada penyelesaian yang jelas. Peristiwa yang terjadi pada setiap tahapan alur dalam cerpen tersebut meliputi peristiwa yang menyedihkan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Kematian Jose yang begitu tiba-tiba telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya merana-hatinya mendadak kosong”. “… mereka semua menangis, matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu… “
Serta peristiwa yang mengesankan yang dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Seribu hari setelah kematian Jose, di tepi danau yang tenang, sambil memandang angsa berenang-renang, sementara angin melintas perlahan-lahan, Dewi masih terkenang pada wanita itu.
Peran Seno Gumira Adjidarma dalam cerpen “Rahasia” hadir sebagai pencerita utama atau sebagai pencerita intern. Pengarang hadir dalam teks dan menggerakan para tokoh dalam cerpen tersebut. Peran pengarang sebagai pengamat/pencerita dalam cerpen tersebut sebagai pengamat dalam prosa fiksi bahwa si pengarang hanya sebatas pencerita, tidak melakonkan peran dalam cerpen. Peran pengarang sebagai pengamat sekaligus sebagai pelaku dalam cerpen “Rahasia” ini tidak menempatkan dirinya sebagai pelaku. Seno Gumira hanya menjadi pencerita.
Tema dan amanat yang didasarkan pada pemahaman unsur dan fungsi setting dalam cerpen tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tema
Amanat
Kesetiaan
Kesetiaan seorang istri yang dibalas dengan
pengkhianatan dari suaminya yaitu dengan melakukan hubungan terselubung bersama wanita lain yang hanya dilakukan sebagai variasi dan mencari kepuasan semata



Berdasarkan satuan dan tahapan alur tema dalam cerpen “Rahasia” ialah kesetiaan yang dijalani oleh tokoh Dewi dalam cerita tersebut. Hal ini didukung dengan kutipan dari pernyataan berikut,
“Dewi tentu saja sangat mempercayai Jose. Sampai sekarang pun Dewi tidak pernah meragukan cinta Jose. Mungkin saja hubungan Jose dnegan wanita itu sama sekali bukan sesuatu yang buruk. Mungkin saja wanita itu semacam sahabatseseorang dari masa lalu… Dewi baru menyadari, betapa banyak yang tak diketahuinya tentang Jose. Ya, ya, ya, selama 20 tahun perkawinan mereka, berapa jam per hari Jose betul-betul menjadi miliknya? .”
Selain terdapat tema didalamnya, cerpen tersebut juga memiliki amanat yang terkandung di dalamnya yaitu kesetiaan seorang istri yang dibalas dengan pengkhianatan dari suaminya yaitu dengan melakukan hubungan terselubung bersama wanita lain yang hanya dilakukan sebagai variasi dan mencari kepuasan semata. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut,
“Dewi teringat, Jose sering bercerita tentang godaan-godaan seperti itu dari para relasinya di dunia bisnis. Apakah dia dari jenis yang seperti itu, tapi lantas terlibat dalam hubungan cinta yang mendalam dengan Jose? Apakah dia seorang wanita entah darimana yang pada suatu ketika entah di mana dan entah kenapa saling jatuh cinta dengan Jose yang berlanjut dengan suatu hubungan panjang entah untuk apa?
Hubungan antar satuan peristiwa dalam cerpen “Rahasia” tersebut memiliki satuan peristiwa yang runtut.
        Dalam apresaisi ini saya tertarik dengan amanat yang disampaikan oleh Seno Gumira Adjidarma. Sikap pengarang dalam menyampaikan pokok pikirannya terhadap cerpen “Rahasia” saya rasa beliau ini ingin mengungkapkan bahwa bagaimana kesetiaan seorang istri yang hanya dibalas dnegan rasa kecewa dan akan terus membekas di hati untuk selamanya. Serta pengarang ingin menggambarkan sisi buruk seorang suami. Bagaimana seorang suami mengkhianati istrinya snediri dengan melakukan hubungan terselubung dengan wanita lain hanya untuk mencari kepuasan serta sebgai variasi semata.


RUJUKAN
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.


No comments:

Post a Comment