MENYIBAK “RAHASIA” SENO GUMIRA ADJIDARMA MELALUI
KACAMATA OBJEKTIF
OLEH:
Dwi Hidayati Kusumaningtyas -
100211406094
Dalam
setiap karya sastra seperti cerpen, pasti memiliki khas ataupun daya tarik
tersendiri untuk menarik minat para penikmat karya sastra. Tidak dipungkiri
juga bahwa karya sastra yang baik pasti memiliki kelebihan baik dari segi
penemaan, penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, pelataran, perwatakan,
serta amanat yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Dalam esai kritik
ini saya menggunakan pendekatan objektif sebagai teknik analisis. Berikut akan
dilampirkan cerpen “Rahasia” karya Seno Gumira Adjidarma.
Lampiran
Cerpen
Rahasia
Pada hari
kematian Jose, seorang wanita menangis tersedu-sedu.Dewi tak kenal siapa dia,
ia terlalusedih untuk menduga-duga siapa dia. Kematian Jose yang begitu
tiba-tiba telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh
membuatnya merana hatinya mendadak kosong, langit hanya hitam. Betapa pedihnya
rasa kehilangan… “Aku bagaikan laying-layang putus,” katanya, suatu ketika,
setelah perkabungan mereda. Makanya ia tak punya waktu, meskipun hanya sekedar
menduga-duga, siapa wanita tak dikenal yang menangis tersedu-sedu hari itu.
Apalagi, bukan hanya wanita itu yang menangis pada hari kematian Jose suami
Dewi tercinta.
Dari pandanganya yang kabur karena air mata yang
tumpah-ruah menggennagi lautan kesedihan, Dewi masih bisa memisahkan
orang-orang yang ia kenal maupun tak dikenalnya. Pada hari kematian Jose
orang-orang emngalir tak putus-putusnya melayat ke rumah mereka. Orang-orang
itu sebagian datang karena memang turut berduka, sebagian lagi datang karena
merasa harus kelihatan seolah-olah turut berduka, dan sebagian lagi tak tahu
harus benar-benar turut berduka atau seolah-olah saja turut berduka atas
kematian Jose, seorang professional muda dengan pergaulan yang luas.
Tapi, memnag banyak yang menangis pada hari
perkabungan yang berlangit mendung dan udaranya gerah itu. Lewat matanya yang
sembab, Dewi melihat betapa sedihnya ibu Jose, betapa nestapanya
saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabt Jose yang telah
mengenalnya semenjak masa kecil mereka yang ceria. Mereka semua menangis,
matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu, ada yang terisak-isak, ada yang
diam tanpa kata, tapi Dewi tahu dan bisa ikut merasakan, seperti dirasakanya
sendiri, bagaimana perasaan seseorang yang sudah bahkan pernah dekat saja
dengan Jose ketika ditinggalkan pergi lelaki yang mengesankan itu untuk
selama-lamanya.
Tentu, tentu Dewi tahu juga, bahwa tidak semua orang
yang menyalaminya dengan ucapan belasungkawa itu benar-benar turut berduka cita
sebagaimana dirasakanya. Para tetangga yang jarang bersua, para pegawai di
kantor Jose yang hanya dating karena kewajiban, handai taulan yang jauh-jauh
dan hanya ketemu satu tahun sekali waktu Lebaran, mereka semua juga datang
dengan wajah seolah-olah sedih dan mengucapkan belasungkawa, tapi Dewi tahu
betapa mereka tidak benar-benar turut berduka.Bahkan jangan-jangan ada juga
yang senang dengan kematian Jose. Tentu, tentu Dewi tabu, betapa hidup ini juga
semacam upacara.
Sambil menyeka ingus dalam kedukaanya yang sangat,
Dewi melihat juga wanita itu, yang tak dikenalnya siapa, menangis terseud-sedu
di depan jenazah Jose. Di celah-celah perasaan duka yang menghunjam, perasaan
kehilangan yang begitu menyabot, dan kesibukan menerima salam dan ucapan turut
berduka cita, dari balik tirai air matanya yang menggenang, dilihatnya wanita
itu menangis tersedu-sedu dan terisak-isak dengan perasaan yang betul-betul
kehilangan.
Wanita itu bukan hanya menangis, dia juga meratap
tertahan-tahan sambil sesekalimenyebut nama Jose. Dia seorang wanita yang muda,
dewasa, dan bagus dandanannya, Tentu saja waktu menangis tersedu-sedu itu
keindahannya bagaikan bulan tertutup awan. Namun, dari balik air mata dukanya
yang membanjir, Dewi sempat juga memperhatikan bahwa eye shadaow wanita itu sama sekai tidak meleleh.
***
Kini, 1000 hari setelah kematian Jose, ia masih
berpikir tentang wanita itu. Dia bukan salah satu tetangga, dia bukan salah
seorang karyawan di kantor Jose, dia tentunya bukan pula salah seorang relasi
bisnis Jose yang jumlahnya tak terhitung itu. Dewi tahu, sedekat-dekatnya
relasi bisnis, seseorang tak perlu menangis tersedu-sedu dan terisak-isak,
apalagi sambil seseklai menyebut-nyebut nama Jose.
Dalam hatinya Dewi bertanya-tanya, siapakah wanita
itu? Setiap kali ia teringat kematian Jose yang serba kelabu itu, setiapkali
itu pula ia teringat kematian Jose yang serba kelabu yang rambutnya ikal
mayang, yang kulitnya putih, halus, dan bersih yang danadananya mahal dan bagus,
yang tentuny atampak dahsyat sekali kalau sedang tidak menangis. Tapi, hari itu
dia bagaikan segumpal duka yang terus-menerus meneteskan air mata. Seribu hari
setelah kematian Jose, ia masih teringat wanita itu, dan ia bertanya-tanya
dalam hatinya, hubungan apakah yang terjalin antara jose dan wanita itu
sehingga dia bisa menangis tersedu-sedu dan terisak-isak sambil sesekali
menyebut nama Jose dengan perasaan kehilangan yang begitu mendalam.
“Jose, Jose, apa yang tidak kuketahui tentang dirimu?”
Dewi mendesah sendiri, perlahan-lahan, seperti takut suaranya akan membuyarkan
kenangannya akan Jose yang hampir serba sempurna. Apa boleh buat , bagi Dewi
memang Jose adalah seorang suami yang membuatnya tenteram, seorang lelaki yang
barangkali saja paling indah.
Bukan, Dewi bukanlah jenis perempuan yang menuntut
terlalu banyak dari kehidupan yang penuh dengan luka iri. Dewi tidaklah
bermimpi seorang lelaki akan sanggup meyakinkan diri bahwa seorang istri sudah
lebih dari cukup dalam kehidupan yang begitu penuh dengan godaan. Kalau saja
Jose adalah suami yang bisa saja mengagumi keindahan wanita lain, seorang bapak
yang cukup repot membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, dan seorang
lelaki yang ada juga kegombalanya sedikit, Dewi tahu dirinya sama sekali tidak
keberatan.
Namun, Dewi tak berpikir sampai kesana. Pada
kenyataanya Jose tampil begitu sempurna dan Dewi tak bisa mengingkari betapa ia
menjadi bahagia karenanya. Itulah sebabnya, 1000 hari setelah kematian Jose ia
masih juga bertanya-tanya, benarkah ada sesuatu yang tak diketahuinya dalam
kehidupan Jose?
Ketika Jose terbujur dengan wakah seolah-olah tertidur
pada hari itu. Dewi memnag begitu sedih dan menderita. Tidak selintas pun
terpikir olehnya untuk bertanya, “Anda siapa?”
***
Seribu hari setelah kematian Jose, di tepi danau yang
tenang, sambil memandang angsa berenang-renang, sementara angin melintas
perlahan-lahan, Dewi masih terkenang pada wanita itu. Seandainya suatu ketika
ia bersua dengan wanitaitu. Seandainya suatu ketika ia bersua dengan wanita
itu, entah di jalanan, entah di pertokoan, entah di pesawat terbang, atau dis
sebuah pesta yang gemerlapan pasti ia akan menyapanya. Ia akan mengucapkan
terima kasih atas keturtberdukacitaanya dulu, meski diam-diam sebetulnya Dewi
ingin mengetahui siapa wanita itu sebenarnya.
Apakah dia sudah berkeluarga? Apakah dia hidup sendiri
saja? Apakah dia seorang wanita karier? Apakah dia seorang ibu rumah tangga?
Apakah dia seorang wanita baik-baik? Apakah dia bukan wanita baik-baik, tapi
yang sangat terpelajar yang kata orang-orang sering diumpankan dalam negosiasi
bisnis? Dewi teringat, Jose sering bercerita tentang godaan-godaan seperti itu
dari para relaisnya di dunia bisnis. Apakah dia dari jenis yang seperti itu,
tapilantas terlibat dalam hubungan cinta yang mendalam dengan Jose? Apakah dia
seorang wanita entah darimana yang pada suatu ketika entah dimana dan entah
kenapa saling jatuh cinta dengan Jose yang berlanjut dengan suatu hubungan
panjang entah untuk apa?
Dewi tentu saja sangat mempercayai Jose. Sampai
sekarang pun Dewi tidak pernah meragukan cinta Jose. Mungkin saja hubungan Jose
dengan wanita itu sama sekali bukan sesuatu yang buruk. Mungkin saja wanita itu
semacam sahabat, seeorang dari masa lalu…Dewi baru menyadari betapa banyak yang
tak diketahuinya tentang Jose. Ya, ya, ya, selama 20 tahun perkawinan mereka,
berapa jam per hari Jose betul-betul menjadi miliknya?
Dewi tak pernah bisa tahu yang mana diantara segudang
dugaanya itu yang benar atau yang salah atauh bahkan barangkali saja tidak ada
hubunganya sama sekali.Dewi pun tak pernah bisa tahu apakah ia tidak terlalu
berlebihan. Seandainya saja, ah, seandainya saja, wanita itu lewat tiba-tiba di
ujung jalan itu, seandainya saja dia mendadak muncul dari dalam danau,
seandainya saja dia turun dari langit hanya untuk memuaskan pertanyaan Dewi,
ah, ah, ah, seandainya saja Dewi berjumpa denganya suatu ketika, ia akan bertanya, ya, ia akan
bertanya, dan bertanya tentu, tentu dengan cara seorang wanita, yang bisa
begitu licin dan tak bisa diduga.
Tapi sampai 1000 hari setelah kematian suaminya,
setelah Jose yang rupawan tinggal seonggok kerangka, tak seujung rambut pun
pernah diketahuinya sesuatu tentang wanita itu. Kini 1000 hari setelah kematian
suaminya, betapa mengganggunya pertanyaan itu: siapakah dia yang begitu
sedihnya kehilangan Jose sehingga menangis tersedu-sedu dan terisak-isak sambil
sesekalimenyebut nama Jose dengan tertahan-tahan?
Barangkali Dewi lupa, hidup ini memang penuuh dengan
rahasia.
Palmerah, 16 November 1991
Pada cerpen “Rahasia” karya Seno Gumira Adjidarma
terdapat beberapa setting yang digunakan yaitu setting tempat, setting waktu,
dan setting suasana. Setting ini semata-mata tidak bersifat fisik/psikis.
Setting tempat dalam cerpen “Rahasia” berada di rumah duka dan di tepi danau.
Setting waktu terjadi pada siang atau sore hari, hal ini bisa dilihat dari
kutipan cerpen berikut,
“Tapi memang banyak yang menangis pada hari perkabungan yang berlangit
mendung dan udaranya gerah itu…”.
Kemudian dari setting suasana cerpen “Rahasia”
menggambarkan suasana yang sedih serta suasana hati yang bimbang dari pelaku
utama yaitu Dewi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Tapi memang banyak yang menangis
pada hari perkabungan yang berlangit mendung dan udaranya gerah itu. Lewat
matanya yang sembab, Dewi melihat betapap sedihnya Ibu Jose, betapa nestapanya
saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabat Jose. Mereka
semua menangis, matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu, ada yang
terisak-isak, ada yang diam tanpa kata…”.
Suasana yang dinuansakan dalam cerpen tersebut pun
juga begitu nyata. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Kematian Jose yang begitu tiba-tiba
telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya
merana-hatinya mendadak kosong. Tapi memang banyak yang menangis pada hari
perkabungan. Dewi melihat betapa sedihnya ibu Jose, betapa nestapanya
saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabat Jose. Mereka
semua menangis, matanya berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu, ada yang
terisak-isak, ada yang diam tanpa kata.
Dalam cerpen “Rahasia” tersebut juga ada hubungan
variasi setting dengan perubahan dan perkembangan cerita yaitu pada variasi
setting tempat yang semula di rumah duka Jose berganti di tepi danau. Namun
pada konfliknya tidak berkembang sehingga perkembangan cerita terlihat statis
karena hanya berkutat pada dugaan-dugaan Dewi terhadap wanita tak dikenal
tersebut begitu terus berulang-ulang sampai akhir cerita. Sehingga tidak ada
klimaks yang membuat alur cerita berkembang.
Dalam cerpen “Rahasia” juga terdapat hubungan setting
dengan penokohan dan watak pelakunya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut,
Setting
|
Penokohan
|
Watak pelaku
|
Di Rumah Duka
|
Dewi
Wanita Tak Dikenal
Jose
Ibu Jose
Saudara Jose
Sahabat Jose
Orang-orang
yang melayat Jose
|
Setia, Pemikir, Penakut
Lemah
-
-
-
-
-
|
Di Tepi Danau
|
Dewi
|
Pemikir
|
Ada hubungan antara setting dan
atmosfer (suasana hati) dalam cerpen karya Seno
Gumira Adjidarma tersebut. Yakni saat berada di rumah duka Jose dan saat berada
di tepi danau, atmosfer (suasana hati) Dewi berbeda. Saat di rumah duka, Dewi
sangat bersedih karena kematian Jose yang begitu mendadak dan hal ini terlihat
jelas dalam kutipan berikut,
“ Kematian Jose yang begitu tiba-tiba
telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya
merana-hatinya mendadak kosong, langit hanya hitam. Betapa pedihnya rasa
kehilangan…,” Aku bagaikan layang-layang putus,”.
Sementara saat di tepi danau, Dewi lebih sering
memikirkan dan hanya bisa menebak-nebak siapa wanita yang menangisi jenazah
suaminya tersebut. Dalam cerpen tersebut Seno Gumira Adjidarma juga menggunakan setting untuk perpindahan cerita atau gagasan yaitu dari rumah duka ke tepi danau. Pengarang juga
menggunakan hubungan setting dalam cerpen “Rahasia” tersebut dengan
tema yang mendasarinya karena terdapat
hubungan setting dan tema dalam cerpen “Rahasia” ini. Settingnya berada di
rumah duka dan di tepi danau dan temanya yaitu sebuah kondisi seorang suami
yang tidak menghargai dan menghormati kesetiaan seorang istri yang telah banyak
memberikan banyak pengorbanan,
Dalam cerpen “Rahasia” pengarang juga menggunakan gaya
bahasa yang beragam. Hal ini dapat dilihat dari tabel di
bawah ini:
Hiperbola
|
-
“. . . air mata yang tumpah ruah menggenangi lautan kesedihan . . .”
-
“. . . setelah Jose yang rupawan tinggal
seonggok kerangka, . .”
|
Perumpamaan
|
“. . . keindahannya bagaikan bulan tertutup
awan.”
|
Pengarang menggunakan gaya
bahasa demikian untuk
mendukung/menghidupkan cerita serta menarik minat pembaca untuk membaca karya
sastra yang ia baca. Seno Gumira juga memberi pilihan
kata dan penataan kalimat yang istimewa dalam
cerpennya tersebut. Hal ini terbukti dari kutipan berikut,
“…Kematian Jose yang begitu tiba-tiba
telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya
merana-hatinya mendadak kosong, langit hanya hitam. Betapa pedihnya rasa
kehilangan….” Aku bagaikan layang-layang putus”.
Sementara
itu efek pemilihan gaya bahasa tepat
dalam penataan kalimat dan suasana penuturan. Dengan demikian imajinasi si
pembaca muncul dan dapat menyelaraskan diri menjadi sosok/tokoh dalam cerita.
Melalui
penceritaan alihan dan narasi pengarang telah memberikan ciri khusus kepada
tiap pelakunya. Penceritaan alihan yaitu pencerita tidak memberikan mandatnya
pada tokoh untuk mengemukakan cerita, melainkan pencerita sendiri yang
berperan. Sementara narasi hal ini terlihat bahwa yang ditekankan adalah
masalah jalan ceritanya.
Pengarang
mendeskripsikan/menggambarkan kehidupan, kebiasaan, dan cara bertingkah laku
pelakunya secara mendetail sehingga pembaca seakan dapat ikut masuk ke dalam
cerita. Pelaku berbicara tentang dirinya sendiri terlihat dalam kutipan berikut.
Betapa pedihnya rasa kehilangan….”
Aku bagaikan layang-layang putus”. Lalu ada pada kutipan berikut, “… sambil
sesekali menyebut nama Jose dengan perasaan kehilangan yang begitu mendalam.
“Jose, jose, apa yang tidak kuketahui tentang dirimu?”
Dalam cerpen ini tidak ada tokoh lain yang
membicarakan tokoh utama karena Dewi sebagai tokoh utama disini merupakan tokoh
sentral yaitu sebagai penggerak cerita dari awal sampai akhir cerita sehingga
tidak ada reaksi dari tokoh lain kepada tokoh utama ataupun tokoh lain yang
membicarakan tokoh utama.. Tokoh utama memberi reaksi terhadap tokoh lain juga
terdapat pada kutipan berikut,
Saat di rumah duka. “…
lewat matamya yang sembab, Dewi melihat betapa sedihnya ibu Jose, betapa
nestapanya saudara-saudara Jose, dan betapa pedih perasaan sahabat-sahabat
Jose...”. “… Wanita itu bukan hanya menangis, dia juga meratap tertahan-tahan
sambil sesekali menyebut nama Jose. Dia seorang wanita yang muda, dewasa, dan
bagus dandanannya. ..”
Satuan peristiwa/tahapan alur
dalam cerpen “Rahasia” dimulai dari konflik batin, konflik
memuncak, konflk batin menurun, konflik batin berakhir tanpa ada penyelesaian
yang jelas. Peristiwa yang terjadi pada setiap tahapan alur
dalam cerpen tersebut meliputi peristiwa yang menyedihkan.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut,
“Kematian Jose yang begitu tiba-tiba
telah melontarkannya ke suatu suasana duka yang sungguh-sungguh membuatnya
merana-hatinya mendadak kosong”. “… mereka semua menangis, matanya
berkaca-kaca, ada yang tersedu-sedu… “
Serta peristiwa yang mengesankan yang dapat dilihat
dari kutipan berikut,
“Seribu hari setelah kematian Jose,
di tepi danau yang tenang, sambil memandang angsa berenang-renang, sementara
angin melintas perlahan-lahan, Dewi masih terkenang pada wanita itu.
Peran Seno Gumira Adjidarma dalam cerpen “Rahasia” hadir sebagai pencerita utama atau
sebagai pencerita intern. Pengarang hadir dalam teks dan menggerakan para tokoh
dalam cerpen tersebut. Peran pengarang sebagai
pengamat/pencerita dalam cerpen tersebut sebagai
pengamat dalam prosa fiksi bahwa si pengarang hanya sebatas pencerita, tidak
melakonkan peran dalam cerpen. Peran pengarang sebagai pengamat
sekaligus sebagai pelaku dalam cerpen “Rahasia”
ini tidak menempatkan dirinya sebagai pelaku. Seno Gumira hanya menjadi
pencerita.
Tema
dan amanat yang didasarkan
pada pemahaman unsur dan fungsi
setting dalam cerpen tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tema
|
Amanat
|
Kesetiaan
|
Kesetiaan seorang istri yang dibalas dengan
pengkhianatan dari suaminya yaitu dengan melakukan
hubungan terselubung bersama wanita lain yang hanya dilakukan sebagai variasi
dan mencari kepuasan semata
|
Berdasarkan satuan dan tahapan alur tema dalam cerpen “Rahasia” ialah kesetiaan yang
dijalani oleh tokoh Dewi dalam cerita tersebut. Hal ini didukung dengan kutipan
dari pernyataan berikut,
“Dewi tentu saja sangat mempercayai
Jose. Sampai sekarang pun Dewi tidak pernah meragukan cinta Jose. Mungkin saja
hubungan Jose dnegan wanita itu sama sekali bukan sesuatu yang buruk. Mungkin
saja wanita itu semacam sahabatseseorang dari masa lalu… Dewi baru menyadari,
betapa banyak yang tak diketahuinya tentang Jose. Ya, ya, ya, selama 20 tahun
perkawinan mereka, berapa jam per hari Jose betul-betul menjadi miliknya? .”
Selain
terdapat tema didalamnya, cerpen tersebut juga memiliki amanat yang terkandung
di dalamnya yaitu kesetiaan seorang istri yang dibalas dengan pengkhianatan
dari suaminya yaitu dengan melakukan hubungan terselubung bersama wanita lain
yang hanya dilakukan sebagai variasi dan mencari kepuasan semata. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut,
“Dewi teringat, Jose sering bercerita
tentang godaan-godaan seperti itu dari para relasinya di dunia bisnis. Apakah
dia dari jenis yang seperti itu, tapi lantas terlibat dalam hubungan cinta yang
mendalam dengan Jose? Apakah dia seorang wanita entah darimana yang pada suatu
ketika entah di mana dan entah kenapa saling jatuh cinta dengan Jose yang
berlanjut dengan suatu hubungan panjang entah untuk apa?
Hubungan
antar satuan peristiwa dalam cerpen “Rahasia”
tersebut memiliki satuan peristiwa yang runtut.
Dalam
apresaisi ini saya tertarik dengan amanat yang disampaikan oleh Seno Gumira
Adjidarma. Sikap pengarang dalam menyampaikan pokok pikirannya terhadap cerpen
“Rahasia” saya rasa beliau ini ingin mengungkapkan bahwa bagaimana kesetiaan
seorang istri yang hanya dibalas dnegan rasa kecewa dan akan terus membekas di
hati untuk selamanya. Serta pengarang ingin menggambarkan sisi buruk seorang
suami. Bagaimana seorang suami mengkhianati istrinya snediri dengan melakukan
hubungan terselubung dengan wanita lain hanya untuk mencari kepuasan serta
sebgai variasi semata.
Siswanto, Wahyudi. 2008.
Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT
Grasindo.
No comments:
Post a Comment