Translate

Wednesday, May 15, 2013

ESAI KRITIK PROSA Atria Dicky Asmarahadi

Nilai Perjuangan pada novel ”Cinta di Dalam Gelas” karya Andrea Hirata

Oleh
Atria Dicky Asmarahadi - 100211406111


Berbicara tentang hari kartini yang selalu diperingati pada tanggal 21 April, pasti kita akan langsung mengingat ibu Raden Ajeng Kartini. Sosok pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita, yang tak ingin selalu  di bawah bayang-bayang laki-laki. Ia memperjuangkannya agar tak hanya laki-laki saja yang mampu berkuasa, namun wanita juga harus mendapatkan hak yang sama pula sebagai manusia. Sungguh perjuangan seorang wanita yang patut diteladani wanita masa kini.

Di masa sekarang sudah terbukti bahwa wanita sudah mempunyai hak yang sama sebagai manusia untuk menjadi setara derajatnya dengan laki-laki. Seperti mantan presiden RI ibu Megawati Soekarno Putri dan banyak para wanita yang banyak mengajukan dirinya sebagai kepala daerah atau sejenisnya. Namun, perjuangan pada era modern ini mungkin tidak bisa kita samakan dengan masa lalu itu. Karena situasi dan kondisinya telah berbeda, kita hanya bisa mengambil sisi posfitifnya saja lalu kita meneladaninya. Melalui karya Andrea Hirata pada novel “cinta di dalam gelas” kita juga bisa belajar tentang perjuangan seorang wanita yang memperjuangkan hak-haknya sebagai manusia.
Jika kita amati dalam novel  Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata. Nilai-nilai perjuangan dalam novel ini dapat kita lihat dari perjuangan seorang tokoh wanita yaitu Mryamah Karpov. Jika pada masa lampau orang bisa dikatakan pejuang karena telah melawan penjajah dari tanah air. Namun untuk pada masa kini tak harus melalui penjajahan ataupun peperangan melainkan dari hal-hal kecil seperti yang ada pad novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata ini.
Nilai perjuangan merupakan nilai yang dapat kita pahami melalui usaha besar yang telah diperjuangkan oleh seorang tokoh. Pada novel Cinta di Dalam Gelas berkisah tentang tokoh utama bernama Maryamah. Seorang perempuan yang hidup di daerah kampung melayu dan dibesarkan dikeluarga yang kurang mampu. Tapi, latar belakangnya tak mengahalangi niat maryamah untuk menegakkan martabatnya. Tak peduli dengan pendidikan terakhrir seorang Maryamah yang hanya sampai SD itupun tak sampai tamat.
Latar belakang dari keluarga yang miskin  tak membuat niatnya berhenti begitu saja. Nasibnya pun juga sama seperti masalah ekonomi keluarganya. Maryamah menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga setelah orang tuanya tiada. Dialah yang menajdi sandaran hidup keluarganya ditengah himpitan kemiskinan yang semakin menjadi.
Didalam hidup melawan kemiskinan Maryamah masih memiliki cita-cita yang ingin ia gapai yaitu belajar Bahasa Inggris. Padahal itu jelas sangat bertolak belakang dengan kondisi ekonomi dan sosialnya. Meskipun ia hanya bekerja sebagai pendulang timah ia tetap berusaha untuk terus belajar Bahasa Inggris yang masih harus menempuh jarak 100 km dari rumahnya.
Senyum lebar terpancar dai Wajah Maryamah karena ia mendapatkan undangan untuk mernghadiri acara wisuda kursus Bahasa Inggrisnya. Dengan pakaian terbaiknya Maryamah datang bersama Detektif M. Nur. Ibu indri sebagai direktur kursus, mengumumkan lima lulusan terbaik. Pertama seorang wanita muda Tionghoa, yang kedua anak muda Melayu kelas dua SMA, yang ketiga dan keempat adalah anak-anak kelas tiga SMA. “Lulusan terbaik kelima,” kata bu Indri. “Maryamah binti Zamzami!”. Ia sangat terkejut mendengarnya, dengan bangganya Maryamah pun maju untuk mengambil piagamnya. Istimewanya lagi ia diberi kesempatan berpidato, namun Maryamah diam sejenak lalu berkata, “Sacrifice, honesty, freedom. “ itu saja, lalu ia mundur.
Setelah menjadi pecatur wanita pertama yang mengikuti turnamen di hari kemerdekaan Indonesia Maryamah menjadi sangat dikenal banyak orang. Dengan gaya bermain caturnya yang seperti permainan catur ala Anatoly Karpov kini Maryamah mendapat nama belakang Karpov  juga. Permain caturnya  seperti media perlawanan terhadap kesewenang-wenangan beberapa orang (laki-laki) terhadapnya dulu. Dengan hasil yang telah dirasakan Maryamah sebagai pemenang permainan caturnya kini Maryamah bisa menghilangkan traumanya yang selama ini menjadi pikiran didirinya.
Jadi untuk menjadi pahlawan atau pejuang atau patriot tak harus ikut peperangan ataupun sejenisnya. Melainkan dari hal-hal yang simpel yang kadang selalu diremehkan oleh laki-laki. Seperti yang diceritakan pada Novel “Cinta di Dalam Gelas” karya Andrea Hirata ini, seorang wanita yang mampu mengalahkan para pecatur-pecatur laki-laki. Untuk saat ini kita bisa menjadi pahlawan bagi teman, saudara, guru, orangtua, keluarga, dan lain-lain melalui karya-karya yang simpel dan berguna bagi mereka.


No comments:

Post a Comment