DRAMA REALITA MISTIS ROBOHNYA SURAU KAMI
aku, kakek, dan Ajo Sidi
Oleh:
Sofiatun
Naskah drama adalah sebuah kesatuan teks yang membuat
kisah yang dituliskan dalam dialog-dialog tokoh. Ada beberapa karya sastra yang
biasanya dihasilkan oleh seseorang yaitu cerpen, novel, puisi, dan naskah drama. Naskah drama
merupakan jenis sastra yang tersendiri dan istimewa. Keistimewaan naskah drama
yaitu naskah drama lahir dan ada karena peristiwa perenungan akal dan perasaan
yang dilakukan seorang pengarang. Perenungan ketika bagaimana kekreatifan
pengarang dalam menghadirkan sebuah cerita dalam sebuah pementasan yang
nantinya akan dinikmati sebagai sajian audio visual. Naskah drama yang
dipentaskan adalah sebuah kehidupan yang dikemas dalam suatu pertunjukan.
Menulis naskah drama masih jarang
dilakukan oleh seseorang karena naskah drama bukan untuk dibaca saja, melainkan
untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Bisa dilihat dari naskah drama Robohnya Surau Kami karya Hermana HMT
yang merupakan adaptasi dari sebuah cerpen dengan judul yang sama karangan AA
Navis. Naskah drama sebagai salah satu
genre sastra dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur
batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah teks drama adalah dialog atau ragam tutur
dan struktur batin ialah semua hal yang ada dalam naskah itu baik itu secara
tersurat maupun tersirat (termasuk juga pada setting, lakuan, klimaks, ataupun
permasalahan).
Naskah drama Robohnya Surau Kami
berikut merupakan adaptasi dari sebuah cerpen. Hermana tidak mengubah judul
dari cerpen ke naskah drama, ia hanya sedikit menambahkan dan menekankan
situasi yang berlangsung dalam cerpen. Dapat dilihat dari kutipan berikut.
SEJENAK MUSIK BERGEMURUH. PERLAHAN TERDENGAR GESEKAN BIOLA ATAU
LANTUNAN SERULING DIBARENGI GEMERCIK AIR DAN DESIR ANGIN.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR KUMANDANG ADZAN SUBUH. ORANG-ORANG MUNCUL DARI BERBAGAI ARAH, BERBARIS DI PANGGUNG SEPERTI MAU MELAKUKAN SHALAT.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR KUMANDANG ADZAN SUBUH. ORANG-ORANG MUNCUL DARI BERBAGAI ARAH, BERBARIS DI PANGGUNG SEPERTI MAU MELAKUKAN SHALAT.
...
TIBA-TIBA SEORANG PEREMPUAN MUNCUL DAN MENANGIS SEPERTI ANAK
KECIL.
SEORANG PEREMPUAN
Kini kakek itu sudah tidak ada lagi. Ia sudah meninggal. Dan tinggalah surau itu tanpa penjaganya. Sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Orang-orang itu semakin masa bodoh. Dan biang kebodohan itu ialah sebuah dongeng yang tidak dapat disangkal kebenarannya.
Kini kakek itu sudah tidak ada lagi. Ia sudah meninggal. Dan tinggalah surau itu tanpa penjaganya. Sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Orang-orang itu semakin masa bodoh. Dan biang kebodohan itu ialah sebuah dongeng yang tidak dapat disangkal kebenarannya.
Hermana menambahkan alunan musik untuk
mendukung dialog yang akan disampaikan oleh tokoh seorang perempuan. Hermana
juga menambahkan bagaimana lakuan dari si tokoh seorang perempuan tersebut. Hal
yang tidak berubah dari cerpen terhadap naskah drama ialah dialog dari seorang
perempuan itu. Hal serupa dapat dilihat dari kutipan berikut.
Nukilan dialog pada naskah
drama.
PEREMPUAN SATU
Tapi kakek itu sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggal surau itu tanpa penjaganya, hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar seing mencopoti papan dinding lantai di malam hari.
Tapi kakek itu sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggal surau itu tanpa penjaganya, hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar seing mencopoti papan dinding lantai di malam hari.
PEREMPUAN DUA
Jika kalian datang sekarang,hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.
Jika kalian datang sekarang,hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.
PEREMPUAN TIGA
Dan kecerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya.
Dan kecerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya.
Nukilan narasi dalam cerpen.
Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi
sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga
anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang
disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti
papan dinding atau lantai di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya
akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh.
Dan kerobohan itu kian hari kian
cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan
mencopoti pekayuannya.
Berdasarkan kutipan-kutipan tadi
dapat dilihat bahwa secara keseluruhan untuk dialog tidak berubah. Hermana
menambahkan tokoh-tokoh sebagai orang yang akan mengucapkan dialog tersebut.
Ada tokoh tambahan yang hadir dalam naskah drama ini yaitu tokoh pimpinan
pentas. Pimpinan pentas di sini berperan sebagai seorang yang berlagak sebagai
sutradara tapi di sini ia sebenarnya adalah tokoh yang dihadirkan dalam panggung.
Cukup unik menurut hemat saya bagaimana Hermana mengemas cerita yang begitu
dramatis ke atas panggung.
Jika dilihat dari cerpen dan
naskah dramanya tidak ada yang berubah mengenai pesan yang disampaikan.
Robohnya Surau Kami baik dari cerpen maupun naskah drama bercerita tentang
seorang Kakek penjaga surau yang harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri. Surau yang dulu dijaga dan dirawatnya kemudian menjadi tidak terurus dan
tinggal menanti robohnya saja. Dalam cerpen ini Kakek diceritakan mengalami
gejolak batin yang luar biasa yang menyebabkan dirinya stress, depresi, dan
frustasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebelumnya yang diungkapkan
tokoh perempuan satu, dua, dan tiga.
Peristiwa yang digambarkan
merupakan rangkaian sebab akibat yang jika salah satu dihilangkan tentu akan
merusak cerita. Hal tersebutlah yang dijaga oleh Hermana sehingga ia tidak
memberikan tambahan yang terlalu banyak terhadap ceritanya. Elemen-elemen peristiwa
tersebut merupakan satu unitas yang tak bisa dipisahkan. Keberadaan tokoh Kakek
sebagai tokoh utama tidak mungkin hadir tanpa cerita dan peristiwa. Begitu juga
perwatakannya dan prilaku yang inkonvensional yang tidak dapat dilepaskan dari
rangkaian peristiwa dan tema yang dicuatkan pengarang. Sikap dan sifat kakek
yang religius, dan peristiwa yang mengejutkan merupakan simbolsme dari gambaran
situasi sosial, kondisi moralitas, dan kondisi struktur sosial pada masa cerita
tersebut dilahirkan. Lebih jauh,
hubungan antara si Aku, si Kakek, dan Ajo Sidi dan perbuatan yang
dilakukan adalah sebuah proses dialektik terhadap realitas yang terjadi.
Sikap si Kakek yang sangat
religius, menjaga imannya sampai akhir hayatnya, beribadah, mengabdikan dirinya
hanya untuk Tuhannya, rela meninggalkan istrinya, menjaga tempat ibadah di
kampungnya, dan rela tidak punya banyak harta menjadikan dia sebagai pusat
perhatian. Kemudian pertentangan sifat yang dialami Ajo Sidi sebagai tokoh
antagonis, melawan sifat si Kakek sebagai karakter protagonis, yang
menghujat si kakek sebagai manusia
terkutuk karena terlalu rajin beribadah dan tak peduli kepada lingkungan
sekitar, juga menjadi perhatian setelah pusat perhatian sebelumnya. Perbuatan Ajo
Sidi yang menghujat Kakek tersebut, jika dilihat dari konteks sastra akan
menimbulkan ketegangan.
Ketika si Kakek menceritakan
semua hujatan Ajo Sidi kepada si Aku,
muncullah ketegangan, lalu Kakek merasa tidak mengerti kenapa Ajo Sidi
suka membual kepada orang-orang bahkan orang serenta dan sereligius Kakek bisa
menjadi korban bualannya. Ketika kakek mengasah pisau Ajo Sidi dan bercerita
dengan si aku, menumpahkan segala kekesalannya, si aku menyaksikan gurata amarah
yang amat mendalam. Namun si kakek menahannya dengan alasan tak ada gunanya,
hanya meleburkan semua pahala ibadahnya jika ia melayani Ajo Sidi. Bahkan si
aku berniat menghajar Ajo Sidi karena telah membual di depan kakek yang dikenal
taat beribadah. Bualan Ajo Sidi kepada
kakek hanya berupa sindiran bahwa manusia yang banyak beribadah kepada tuhan
akan dimasukkan kedalam neraka, tidak akan diterima ibadahnya karena tidak
pernah peduli dengan lingkungan sekitrnya. Lalu si aku tiba-tiba mendengar
kabar bahwa kakek telah meninggal dan surau yang telah dijaganya bertahun-tahun
kini tak ada yang merawatnya dan hampir hancur karena termakan usia. Jelaslah
bahwa tindakan dari tokoh-tokohnya berdasarkan plotnya tidak hanya menimbulkan
ketegangan melainkan merupakan satu bangunan yang utuh baik simbolik maupun
perjalan peristiwa itu sendiri.
Apakah peristiwa tersebut
merupakan realitas, atau hanya pandangan dunia pengarang yang dikonkretkan?
Atau barangkali realitas sosial yang terjadi sudah kacau balau seperti prilaku Ajo
Sidi. Membolak balikan aturan, menghukumi manusia dengan salah kaprah. Apakah prilaku masyarakat sudah tak menghiraukan
lagi tentang keimanan, tak menjaga rumah tuhan, menghiraukan tatanan kehidupan,
keegoisan, kedengkian. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang terus muncul ketika
membaca robohnya surau.
Dalam cerita ini terdapat juga
cerita berbingkai, yaitu cerita dalam cerita. Cerita tersebut di ceritakan oleh
Ajo Sidi kepada si Kakek yang berisi bualan yang menyakitkan. Dalam cerita tersebut terdapat tokoh yaitu
haji Salim sebagai tokoh utama cerita anakan, terdapat konflik, setting, dan penokohan yang
komplit, cerita ini menjadi unik karena berisi dialog dengan Tuhan. Sebagai
cerita anakan yang menginduk pada cerita yang menginduk pada cerita pusat.
Namun cerita tetap utuh. Cerita ini diberikan pengarang untuk menekankan lagi
dan lebih menghidupkan tema cerita yaitu konflik batin tokoh utama dan
religiutas sebagai setting dalam penyampaian tema cerita.
Pantaslah kiranya ketika Hermana
tidak banyak melakukan perubahan terhadap dialog yang diadaptasi dari cerpen
karena dari dialog-dialog itulah muncul cerita yang sebenarnya yang ketika
dilakukan pemotongan bisa mengakibatkan berkurangnya pesan yang ingin
disampaikan si penulis cerita kepada si pembaca. Cukuplah seperti itu Hermana
mengkreasikan sebuah cerita pendek ke dalam naskah drama, akan muncul tambahan
baru ketika nantinya naskah drama adaptasi yang ditulis oleh Hermana
dipentaskan ke dalam sebuah pertunjukan. Hal itu akan menimbulkan proses
kreatif sutradara dalam memindahkan teks menjadi tampilan audio visual yang
akan ditonton oleh banyak orang dan tidak menutup kemungkinan akan muncul
tambahan-tambahan baru.
No comments:
Post a Comment