MEMAKNAI
CINTA DENGAN LEBIH ELEGAN
Oleh
Agregat Illah Nur Yanuar - 100211406096
Karya sastra berupa novel yang berjudul
“Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” karya Darwis Tere Liye ini
didominasi oleh cerita tentang romantisme, namun sebenarnya tidak hanya
romantisme yang ditawarkan dalam novel ini. Nilai-nilai sosial dan moral pun
terangkum di dalamnya. Penceritaan tentang perjuangan serta kehidupan dapat
ditemuai di dalamnya.
Sebauh perjuangan manusia yang
terpinggirkan, kehidupan keluarga dengan dua anak kecil yang menjadi pengamen,
untuk memabantu kehidupan keluarga yang telah ditinggal oleh sang Ayah. Masa
kanak-kanak yang seharusnya menjadi masa yang paling menyenangkan, ternyata
harus dirasakan oleh kedua anak ini dengan penuh liku. Gambaran tentnag mereka
ini sebenarnya bukanlah menjadi hal aneh dimasyarakat kita, Indonesia.
Kerapkali karena alasan ekonomilah mereka terpaksa menjalani kehidupan yang
jauh dari kata layak. Keras kehidupan mereka jalani, masa sekolah pun terpaksa mereka tinggalkan utnuk mencari
uang.
Meskipun
pada nove ini penceritaan tentang kehidupan yang kumuh dan serba kekurangan itu
hanya tergambar sedikit, namun hal itulah yang menjadi dasar dari sebuah
perjuangan hidup. Keyakinan dan perasaan yang tertanam di hati setiap orang
dapat menjadi cambuk. Novel karya Tere Liye ini mengajarkan kepada kita untuk
meyakini sebuah perasaan. Seperih dan sesakit perasan yang ternyata tidak
sesuai dengan apa yang kita harapkan, hidup itu terus berlanjut.
Aku
belajar darinya. Membuat energi kesedihan itu menjadi sesuatu yang berguna. Tak
penting apakah itu baik atau buruk. Tidak penting lagi. Bukankah baik-buruk itu
relatif? Baik bagi Kak Ratna, buruk bagiku, kan? Tak peduli kerut muka
menyenangkan yang aku miliki meluntur empat tahun terakhir. Tak peduli sikapku
berubah jauh dari seorang Tania yang akan selalu membanggakan Ibu. Yang selalu
membanggakan dia.
Ah,
itu semua hanya omong kosong.
Hidup akan terus beranjut dalam bentuk
apapun. (hal. 160)
Kutipan itu menunjukkan kepada kita
bahwa hidup manusia hanya manusia sendirilah yang menentukan arah tujuannya.
Orang lain hanya menjadi faktor x atas penentu tujuan kita, tanpa kita sadari,
namun terkadang banyak pula orang yang mengharap faktor dari selain diri mereka
untuk memotivasinya. Padahal diri kita tetap penentu utama.
Novel dengan gaya bahasa yang ringan
dan mudah dimengerti ini, sangat gamplang menjelaskan tentang arti cinta. Bukan
tentang indahnya kebersamaan dalam cinta, namun cinta yang tak dapat diungkap,
cinta bagi mereka yang percaya akan kekuataannya, cinta yang terbukti dengan
sebuah pembuktian terhadap diri. Cinta anak kepada Ibu yang ia buktikan dengan
sebuah hasil yang membanggakan.
Lihatlah
anakmu!
Benar-benar
berubah.
Anak kumuh dan kotor itu telah berubah.
Anak yang belepotan jelaga asap mobil, debu jalanan, sekarang tumbuh menjadi
gadis berambut hitam legam dengan tatapan mata yakin memandang masa depan. (hal.128)
Namaku
terpahat di plakat depan kampus; lulusan terbaik; lulusan tercepat; lulusan
terbaik GPA-nya. Aku hanya menyentuh pahatan itu dengan jemari, pelan, dan
tersenyum.
Lihatlah Ibu! (hal.201)
Tidak hanya cinta ia kepada Ibu, namun
juga pembuktian cintanya terhadap seseorang yang telah menjadi sangat berarti
bagi hidupnya. Perasaan memang menguasai sebagian otak manusia, baik dalam
berpikir maupun dalam bekerja. Tere Liye mencoba mengajak untuk merenung dan
mengobrak-abrik tatanan hati pembaca. Novel dengan genre remaja ini, sukses
membuat pembaca terenyuh, terharu, dan tak jarang pula meneteskan air mata.
Novel ini memang tidak berhappy ending, namun novel ini dapat
membawa pesan yang mendalam, tentang sebuah perjuangan hidup dan juga tentang
sebuah pencarian jati diri berikut dengan kisah cintanya.
Cerita tentang romantisme cinta akan
menjadi bagian dari kisah hidup anak manusia. Seperti pula yang terjadi pada
tokoh utama novel ini. Kisah cinta yang terbalas namun tidak sempurna, karena pada hakikatnya tidak
akan ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, tidak juga cinta. Seperti yang
telah diceritakan pada novel ini, dengan penceritaan alur mundur. Tokoh utama
yang memendam rasa terhadap seseorang yang teah mereka anggap sebagai malikat
penolong untuk keluarganya dan memberi harapan masa depan.
Novel yang tidak hanya berkisah
tentang remaja ini juga telah membuat pembaca merenung tentang makna hidup.
Makna kompetisi di dalam hidup, tidak banyak memang, namun cukup dapat
dijadikan renungan. Karena hidup ini seyogyanya adalah sebuah persaingan, yang
menang dan kuat adalah yang dapat bertahan. Apalagi setting di dalam novel ada
di Singapura dan Indonesia.
Singapura,
negara yang memiliki persaingan hidup yang tinggi. Hal ini terlihat pula di
dalam pola pendidikannya. Masih di Singapura, urusan tentang menilai seseorang
juga dapat dilukakan sesuka hati.
Di Singapura, urusan menilai seseorang
dilakukan transparan dan objektif. (hal.
169)
Novel yang memiliki tebal 256 halaman
ini, sedikit banyak telah mengajarkan pula tentang kuatnya sebuah hati, bahwa
manusia sejatinya tak harus menangis beralay-alay
ria untuk urusan cinta, bahwa manusia sesungguhnya memiliki hati yang
sangat kuat untuk sekedar menyelesaikan rumitnya pahit manis cinta dan tentunya
memiliki cara yang elegan untuk menyelesaikannya.
No comments:
Post a Comment