Translate

Thursday, May 16, 2013

ESAI KRITIK DRAMA Nia Puspita Sari

GERHANA CINTA DALAM “MALAM JAHANAM”
KARYA MATINGGO BOISJE

Oleh
Nia Puspita Sari - 100211400463


Hidup akan menjadi indah di kala bunga-bunga cinta bertebaran di setiap insan yang mendamba layaknya pelangi yang menghias angkasa setelah butiran-butiran bening bertebaran di setiap sudut. Sama halnya seperti ombak pantai yang berkejar-kejaran mengusir kesunyian bersama lembaran-lembaran hijau yang melambai yang bersatu dengan nafas angin yang menyelimuti dunia dengan indahnya kebersamaan. Sungguh setiap insan pasti merindukannya.

Sesuatu yang dianggap baik belum tentu baik pada kenyataannya. Begitu juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap buruk belum tentu buruk pada kenyataannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa sering ditemukan fenomena-fenomena di luar dugaan dan sulit dipercaya.
Sebuah drama “Malam Jahanam” karya Matinggo Boisje menceritakan kehidupan tiga orang tokoh utama, yaitu Paijah, Mat Kontan, dan Soleman. Paijah dan Soleman sama-sama menyimpan rasa. Bisa dikatakan bahwa mereka saling mencintai. Hal tersebut bisa dilihat pada dialog berikut.

PAIJAH                  :   (DUDUK DI BANGKUNYA. SOLEMAN MEMANDANG PAIJAH, TAPI PAIJAH MENGHINDARI PANDANGAN ITU DENGAN MELIHAT KEARAH KEGELAPAN. SUARA KERETA API DARI JAUH SEMAKIN DEKAT, LALU MELINTAS DERUNYA DIBALIK RUMAH SOLEMAN, DISINI PANDANGAN MEREKA BERTEMU).
SOLEMAN             :   (MASIH MEMANDANGI PAIJAH, MEMASANG ROKOK DAN BERKATA ACUH TAK ACUH) Kau nggak keluar malam ini Jah?
PAIJAH                  :   (TERKEJUT, MEMBALAS PANDANGAN). Nggak.

Saat Soleman memandang Paijah, Paijah tak kuasa memandang balik Soleman. Paijah salah tingkah kemudian melempar pandangannya ke arah kegelapan. Meski begitu, Soleman tetap memandang Paijah dan seketika itu dia bertanya sesuatu kepada Paijah. Paijah pun langsung terkejut, kemudian membalas pandangan dan menjawab pertanyaan Soleman. Hal ini tetap berlanjut meskipun tidak patut dilakukan karena Soleman bukanlah suami Paijah, melainkan sahabat dari suami Paijah, yakni Mat Kontan.
            Mat Kontan sangat mencintai burung peliharaannya. Mat Kontan sangat bahagia saat memiliki burung perkutut yang harganya termahal di dunia. Hal ini bisa dilihat pada dialog berikut.

MAT KONTAN      :   ( TERTAWA GEMBIRA DAN MELOMPAT). Kau tahu?
SOLEMAN             :   Apa? Burung lagi?
MAT KONTAN      :   (MELEDAK TERTAWANYA). Ha! Bagaimana kau bisa menebak? Darimana kau tahu itu?
SOLEMAN             :   (DUDUK). Saya kira kau tadi ngobrol dengan haji Asan di tikungan gudang lelang. Betul nggak? Ha?
MAT KONTAN      :   Ha, kali ini kau salah tebak! Matamu sudah lamur barangkali! Bukan haji Asan, tapi Pak Pijat! Tapi itu tidak penting Man. Kau tahu perkutut yang kubawa tadi? Itu adalah perkutut yang paling mahal harganya di dunia. Uang ikan yang kita dapat kemarin dari borongan itu, saya belikan semua buat perkutut. Dan kekalahan kau yang berjumlah lima puluh itu buat ongkos mobil. (MEMANDANG SOLEMAN TERDIAM DISANGKANYA TAK MEMPERHATIKAN) Ha? Kau tak percaya ha? Mau lihat? Mau lihat?

Mat Kontan terlihat sangat mencintai anak dan istrinya. Dia takut bila harus kehilangan anaknya yang merupakan salah satu kebanggaannya. Tapi sayang sekali, dia memberikan ruang cinta yang terbesar pada burung peliharaannya. Hal tersebut bisa dilihat pada dialog berikut.

MAT KONTAN      :   Jangan takuti saya Man. Itu satu-satunya kebanggaan saya disamping burung dan bini saya Paijah. Saya telah terlanjur berdoa pada Tuhan agar cuma dikaruniai satu anak. Kalau si kecil mati tentu hilanglah kebanggaan saya sepotong.

Mat Kontan sangat menunjukkan kesombongannya. Dia yang memiliki istri cantik, seorang anak, dan burung peliharaan. Selain itu, dia juga membanggakan keberuntungannya yang selalu menang saat bermain kartu taruhan empat satu dengan Soleman. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog berikut.

SOLEMAN             :   Buat apa saya iri padamu. Kau juga sering membohongi diri sendiri. Ya, kau juga sering berlagak.
MAT KONTAN      :   Pasti! Pasti kau iri pada saya. Kau iri karena saya punya bini yang cantik. Seorang anak lagi yang bakal cinta pada perkutut bapaknya. Kau juga iri barangkali, sebab kalau kita main taruhan empat satu kau selalu saja kalah.

Di sela-sela kesibukan Mat Kontan membanggakan semua yang dimilikinya ternyata dia belum tulus mencintai anaknya, yakni si Kontan kecil. Akan tetapi, Mat Kontan sudah berusaha mencintai si Kontan kecil, meskipun cinta terbesar yang diagung-agungkan adalah cintanya terhadap burung peliharaannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam dialog berikut.

PAIJAH                  :   Apa? Diam? Kalau anak itu mati bagaimana?
MAT KONTAN      :   Itu bukan anak saya.
PAIJAH                  :   (MENIRUKAN). Itu bukan anak saya, tapi di warung kau sibuk membanggakannya.
MAT KONTAN      :   (SADAR KEMBALI). Ha! Memang anak saya. Memang! Memang ia saya banggakan di mana saja. Tapi kau juga ikut memikirkan masalah burung ini?!

            Mat Kontan sangat mencintai burung peliharaannya melebihi cintanya pada si Kontan kecil dan istrinya. Dia nekat akan menghabisi nyawa siapapun yang telah membunuh burung beonya. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog berikut.

SOLEMAN             :   Laki-mu pergi?
PAIJAH                  :   Ya, ke tempat nujum.
......................................
PAIJAH                  :   Burung itu mati. Kau tahu kan beo itu? Yang sering kau permainkan kalau kau kerumah saya?
SOLEMAN             :   (DATANG MENDEKATI PAIJAH) Lalu?
PAIJAH                  :   Lehernya berdarah. Dan ia akan bunuh siapa saja yang memotong leher burungnya itu (DENGAN MATA MENGHARAP) Man.

Cerita ini memberikan pengalaman berharga yang bisa dipetik. Hal itu adalah seberapapun besarnya cinta kita terhadap sesuatu, sebaiknya tidak melebihi cinta pada keluarga. Hal yang lebih penting lagi dari cinta keluarga, yaitu cinta kepada Tuhan yang harus diutamakan. Kita tidak harus bisa melaksanakannya dalam sekejap karena memang sulit dan banyak godaan yang selalu menyelimutinya. Akan tetapi, setidaknya kita senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sebaliknya orang yang hari ini tidak mengalami perubahan yang lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang rugi. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan.


No comments:

Post a Comment