Translate

Thursday, May 16, 2013

ESAI KRITIK DRAMA Firdausya Lana

MARJUKI KUSDIANTO DALAM MARKUS KARYA ZOHRY JUNEDY

Oleh
Firdausya Lana - 100211406092

Judul drama ini mencuri hati saya di tengah maraknya skandal Makelar Kasus (MARKUS) jadi lahan pangan media masa.
Drama ini menceritakan seorang sarjana hukum bernama Marjuki Kusdianto. Juki lahir dari keluarga kurang mampu bahkan dari SD sampai SMU, ia menanggung setengah dari biaya sekolahnya dengan bekerja di pengepakan sayur. Untuk memasuki perguruan tinggi Kus (nama panggilan lainnya) sempat tidak yakin, namun ternyata kedua orang tuanya rela menjual setengah sawahnya dan beberapa kerbau miliknya. Melihat dukungan orang tuanya yang begitu besar, Kus bertekad menjadi orang sukses, kaya dan bisa menaikkan haji orang tuanya.

Di kampusnya Juki menjadi orang yang berpengaruh, sebagai ketua BEM ia mampu mengerahkan masa (mahasiswa) untuk demo menentang kebijakan kampus yang tidak adil. Setelah enam tahun kuliah akhirnya Juki lulus menjadi sarjana hukum. Namun pada kenyataannya pengaruhnya di kampus yang begitu besar tidak membukankan  kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Tak lama berselang akhirnya ia menjadi seorang hakim.
Menjadi seorang hakim yang idealis dan senantiasa menegakkan keadilan, menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri. Sampai pada saat ia menerima telpon dari seseorang yang menyuruhnya untuk memenangkan sebuah kasus, ia sangat menentang dan sempat menghardik lewat telepon, si lawan bicara akhirnya hanya menyampaikan bahwa ia sudah mentransfer uang di rekening dengan atas nama Juki. Karena penasaran akhirnya ia mengecek rekeningnya dan yang ia lihat uang 2 milyar sudah masuk ke rekeningnya. Ia pun seketika menyadari bahwa keadilan yang ia tegakkan dan idealisme yang ia gadang-gadang tak mampu memberinya dua milyar. Juki pulang ke rumah dan merubah semua putusan pengadilan untuk memenangkan uang 2 milyar itu. Hingga akhirnya ia dipenjara, karena menjadi seorang MARKUS (Makelar Kasus).
Meski drama monolog ini hanya diperankan satu orang, namun dalam naskah terdapat beberapa tokoh lain yaitu dosen, sahabat, dan penelepon. Saya hanya tertarik pada tokoh utama dalam naskah ini. Maka dengan segala keterbatasan saya dalam wawasan sastra, saya memberanikan diri untuk mengulas tokoh ini.
Rekayasa pemilihan nama Marjuki Kusdianto yang bisa disingkat jadi MARKUS ini seakan merupakan penggambaran orang yang memang ditakdirkan menjadi Makelar Kasus, dengan kata lain ‘untuk menjadi MARKUS adalah bukan pilihan’ bagi tokoh tersebut. Ideologi ini yang membuat saya jatuh hati pada tokoh bernama eksentrik ciptaan Zohry Junedy dan menggoda saya untuk melakukan pendekatan (PDKT) pada tokoh ini.
Narasi awal drama sudah menjelaskan bahwa tokoh ini merupakan seorang laki-laki dan usianya paruh baya. Berikut kutipannya:
BERPAKAIAN KEMEJA SETENGAH RAPI, SAAT TERLINTAS KERUT DIWAJAHNYA TERGAMBAR LELAKI PARUH BAYA ITU SEPERTINYA SEDANG STRESS. (hal.1)

Istilah kemeja setengah rapi ini mendukung kondisi batin yang tidak baik yaitu stress yang dijelaskan pada akhir kalimat. Tokoh utama bernama unik Marjuki Kusdiantopun pertama di kenalkan dengan nada narsisme yang menunjukkan keangkuhan.
Nama saya Marjuki lengkapnya Marjuki Kusdianto’ dengan sedikit penekanan di O’ , membuktikan bahwa saya berdarah jawa... (hal.1)

Tokoh Juki juga menggambarkan orang yang sombong karena menikmati pujian dari orang lain.
Nama saya begitu dipuja dan disebut sebut di tiap sudut desa ketika saya telah berhasil meraih gelar sarjana, sarjana hukum impian saya dan juga mimpi orang tua saya!!! ‘…..Uyyy, saudara/I anak’e pak midun dah suksesss, uyy si marjuki udah jadi orang kayaa, HIduPp jukii…’ teriak orang2 kampung hamppir disetiap sudut desa.
Akhhhh…. Tapi itu kisah masa lalu tentang kejayaan yang tak akan mungkin kembali.. (hal.3)

Jika memang Juki bukanlah tokoh yang sombong harusnya pemilihan kata “dipuja” ini tidak digunakan, karena kata ini dedikasinya hanya kepada Tuhan atau lebih tepatnya memasuki khasanah kepercayaan atau keagamaan. Ketika kata ini yang dipilih Juki menunjukkan keangkuhannya sebagai orang yang merasa lebih unggul dari lainnya.
Marjuki adalah orang yang mudah sekali menyimpulkan segala sesuatu lewat persepsinya sendiri
Lantas saya mau jadi apa?? Apa harus jadi Germo?? Akhhhh rasanya jawabannya akan sama saja dengan mereka ‘…anak muda tampangmu itu masih baby face mana ada perawan yang bakalan naksir kamu….‘  (hal.2)

Penggunaan kata “rasanya” meunjukkan sudut pandang Marjuki yang sudah menyimpulkan permasalahan sebelum itu terjadi. Kutipan lain yang membuktikan hal yang sama adalah pada halaman 4,
Tapi itu kisah masa lalu tentang kejayaan yang tak akan mungkin kembali, sekarang saya hanyalah seorang pengangguran sial dan hari ini tepat 1 tahun setelah kelulusanku dan tepat 1 tahun saya menjadi pengangguran sial!!! Cita2ku untuk menjadi seorang jaksa atau hakim rasanya cukup kubawa sampai saat itu sajah,... (hal.4)

Juki menunjukkannya dengan menggunakan kata yang sama yaitu “rasanya”. Lewat kutipan di atas juga menunjukkan bahwa Juki adalah orang yang mudah putus asa. Ada pula kutipan di awal naskah yang menunjukkan bahwa Juki seorang yang mudah putus asa, berikut kutipannya,
...saya sadar ternyata saya hanyalah keluarga miskin dan tidak pantas melanjutkan sekolah terlalu tinggi, huftt….akhirnya saya berpikir kembali untuk mengurungkan niat saya melanjutkan kuliah sebab jelas tuntutan biaya kuliah sangat mahal... (hal.2)

Dengan hanya menyadari bahwa ia seorang miskin ia menghentikan cita-citanya untuk kuliah.
Menyentuh dimensi sosiologis, dijelaskan melalui “saya berdarah jawa”. Juki terlahir dari keluarga miskin dan susah sekali untuk memenuhi biaya kuliah. Berikut kutipannya:
saya sadar ternyata saya hanyalah keluarga miskin dan tidak pantas melanjutkan sekolah terlalu tinggi, huftt….akhirnya saya berpikir kembali untuk mengurungkan niat saya melanjutkan kuliah sebab jelas tuntutan biaya kuliah sangat mahal, belum lagi 12 orang adik saya masih kecil-kecil, mereka butuh biaya juga….!!! Tapi nasib berkata lain, tanpa sepengetahuan saya orang tua saya nekat menjual hampir separoh sawahnya dan beberapa ekor kerbau, hanya untuk menyekolahkan saya, saat itulah saya benar2 berjanji untuk serius dalam kuliah. (hal.2)

Kutipan di atas menjelaskan secara langsung kedudukan sosial Juki dan keluarganya, lewat pernyataan “saya hanyalah keluarga miskin”.
Juki adalah seorang sarjana hukum Universitas Bukan Bintang Biasa. Berikut kutipan yang menunjukkan hal itu:
Saya dikuliahkan di fakultas hukum ternama di Universitas BBB alias Universitas Bukan Bintang Biasa... (hal.2)

Penggunaan nama Universitas Bukan Bintang Biasa dalam curiculum vitae Juki ini jadi sindiran bahwa para MARKUS ini pada akhirnya menjadi ‘Bukan Bintang Biasa’ setelah kepergok melakukan tindak mafia-nya. Ini salah satu kekuatan tokoh untuk memberikan pendidikan bagi saya. Dan kutipan selanjutnya pada  bagian akhir halaman ketiga,

Akhirnya saya tidak mengecewakan kedua orang tua saya didesa, tidak berlama-lama tepat genap 6 tahun akhirnya saya terpaksa diluluskan dengan IPK ya standartlah... (hal.3)

Di kampus Marjuki adalah seorang Presiden BEM yang mampu menggerakkan sekian banyak mahasiswa untuk menentang kebijakan kampus yang tidak adil.
Setiap ada kebijaksanaan yang dirasakan bertentangan dengan suara hati mahasiswa, mungkin saya adalah pelopor yang menentang pihak fakultas ataupun rektorat... (hal.2)

Marjuki menjadi hakim yang jujur dan idealis dalam memutuskan berbagai kasus,
Belum cukup 5 tahun saya telah menjadi hakim terkenal, dengan keidealisan yang sama seperti waktu saya jadi mahasiswa dulu. Setiap kasus-kasus saya putuskan dengan berdasarkan keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa!!!. (hal.4)

Selama lima tahun ia menjabat, Juki masih sama dengan masa-masa kuliahnya menjunjung tinggi idealisme dan menegakkan keadilan. Inilah awal keindahan perpindahan watak tokoh yang selalu membuat saya penasaran bagaimana pemeran menterjemahkan dalam aktingnya.
Tokoh Marjuki ini lambat laun menyadari bahwa keadilan dan idealisme yang ia tegakkan selama ini, belum bisa memakmuran dirinya.
Majuki pada akhirnya mandekam di penjara, berikut kutipannya,
KEMUDIAN MELENTANGKAN TUBUHNYA SEPERTI HENDAK TIDUR, DENGAN POSISI MEMBELAKANGI PENONTON: TERLIHATLAH DI BELAKANG BAJU BERTULISKAN: TAHANAN LP CIPINANG. 

Ketika membaca atau menyaksikan drama monolog saya lebih banyak mendapatkan esesnsi olah rasa. Pendapat saya drama monolog ini lebih menarik dari drama yang dimainkan sekian banyak orang jika dipentaskan dalam teater. Karena fokus penonton nantinya hanya ada pada satu tokoh dan satu tingkah polah pemeran. Namun drama monolog bisa jadi pressure tersendiri bagi pemain tunggal di panggung. Begitu juga Lakon MARKUS ini, Zohry Junedy menggunakan perumpamaan-perumpamaan simple yang menggali filosofi saya demi mengambil amanat yang berusaha ia sampaikan.


No comments:

Post a Comment