Translate

Monday, May 27, 2013

ESAI KRITIK DRAMA Firda Rizky Kadidya

PEMUDA, bakal dan calon PENIPU
Oleh
Firda Rizky Kadidya

Naskah “Matahari di sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noor merupakan salah satu kritik pedas terhadap carut-marutnya pemerintahan Indonesia saat itu. Dulu pemuda dianggap paling bersih diantara yang lain. Namun sekarang berbanding terbalik. Pemuda tak lagi lugu. Mereka mulai menggeliat dan bahkan kini menjadi penipu ulung. Tak tahu dari mana mereka belajar, yang pasti banyak orang yang tidak sadar akan kebohongan itu.

Analogi sekaligus realita hidup di zaman sekarang. Arifin menganalogikan seorang pemuda makan nasi pecel dan kemudian kabur karena tidak membawa uang. Itu penipuan yang terjadi di masyarakat kalangan bawah. Jika penipuan itu terjadi di masyarakat kelas atas, pasti bukan nasi pecel yang menjadi prolog permasalahan, namun tentang hak-hak orang banyak yang dijadikan awal cerita.
Para pejabat yang sedang memimpin negara tentu memiliki kekuasaan lebih daripada rakyatnya. Oleh karena itu, mereka dengan mudah menyalahgunakan jabatan tersebut untuk mengambil alih yang bukan menjadi hak dan tugasnya. Ketika kesalahgunaan itu diketahui banyak orang, seperti halnya pemuda yang akan kabur setelah makan nasi pecel, mereka memanfaat rasa iba masyarakat untuk berlindung dan memaafkannya. Hal ini digambarkan dalam dialog Pemuda kepada Mbok penjual pecel.
PEMUDA: Tidak Mbok, bukan maksud saya minta dikasihani, saya hanya ingin menceritakan dan saya hanya ingin mengatakan bahwa hati saya bersih. Terhadap baju itu sudah rela dan paham bahwa barang itu patut saya berikan pada Simbok sebagai ganti makanan yang telah saya makan.

Mungkin pada saat itu pemerintahan sedang dilanda krisis kepercayaan. Ketika sudah tertangkap basah dan terbukti bersalah, namun mereka tetap bersikeras membela diri dengan memutar balikkan fakta, agar mereka segera terbebas dari hukuman.
Adapula yang tidak mau membesar-besarkan perkara itu. Mereka dengan mudah memilih jalan pintas, yaitu menyuap agar masalah yang sedang terjadi cepat selesai. Namun, untuk menyelesaikan penipuan ini, bukan dengan uang, tetapi dengan tanggungjawab, bagaimana pelaku dapat menjelaskan sejujur-jujurnya tentang masalah yang ia alami.

Selain itu, penamaan tokoh dalam cerita ini juga seperti sindiran terhadap budaya bangsa yang selalu memanggil seseorang dengan nama sindiran. Misalnya si kurus, si pendek, dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment