Translate

Thursday, May 16, 2013

ESAI KRITIK DRAMA Faiziya Zulfa

Parodi “Jeng Menul”

Oleh
Faiziya Zulfa - 100211406100

            Sekilas membaca judul dari naskah drama ini sangat menggugah rasa keingintahuan untuk membaca maupun menonton jika itu dipentaskan. “Jeng Menul” merupakan salah satu naskah drama yang ditulis oleh Puthut Buchori, beliau adalah seorang dramawan yang aktif dibidang keteateran. Ia menyebut naskah “Jeng Menul” adalah suatu bentuk parodi mataraman. Memang benar setelah membaca banyak ditemukan kata-kata bahasa jawa mataraman. Mungkin bahasa jawa mataraman merupakan bahasa yang digunakan oleh Puthut Buchori dalam kehidupan sehari-harinya karena ia juga hidup di kota Yogyakarta. Naskah ini sangat ringan untuk dibaca, tidak menggunakan bahasa yang muluk-muluk, namun ketika membaca memang dibutuhkan pengetahuan bahasa jawa.

            Naskah ini dibuka dengan sebuah lirik entah itu puisi atau lagu, namun ketika dipentaskan saya kira lirik itu akan menjadi sebuah lagu pembuka.
Ini hanyalah parodi
Tentang kisah orang pinggiran
Sukses di kota, sehingga banyak di suka orang
Tentang orang yang hanya cari makan
Namun di perdebatkan, didiskusikan
Sampai orang gedongan
Sampai orang atasan
Inilah kisah tentang orang
Tentang seseorang yang bernama
Jeng menul
Jeng, jeng, jeng, bubure jeng.

            Sekilas membaca lirik tersebut sekilas juga pembaca akan mengerti apa maksud dari isi naskah yang akan dibacanya. Lirik itu berisi kisah orang pinggiran, atau mungkin orang desa yang hidup di sebuah perkampungan. Kemudian lahir sebuah konflik yang sebenarnya sepele, namun butuh orang atasan untuk menyelesaikannya. Pada lirik terakhir disebutkan nama Jeng Menul, dia adalah tokoh utama dalam cerita ini. Jeng Menul si penjual bubur.
            Nama-nama beberapa tokoh dalam naskah ini juga sangat unik dan menarik, penulis menempelkan watak para tokoh dalam nama-nama tokoh, seperti “Mat Kranjang” tokoh ini memang mempunyai sifat mata keranjang. “Arjo Anggur” tokoh ini adalah seorang pengangguran. Cerita dalam naskah drama ini dibuka dengan konflik para istri dengan suaminya. Para suami lebih suka sarapan atau beli bubur Jeng Menul daripada makan di rumah. Para istri menjadi gusar, mereka meyalahkan Jeng Menul dan menuduhnya sebagai wanita penggoda, ia tidak menjual bubur namun menjual ‘esem’nya. Akirnya para istri dihasut oleh salah seorang penjual bubur lain yaitu Mas Romo yang iri pada Jeng Menul karena para pelanggannya berpindah pada Jeng Menul. Papa akhirnya datanglah Mbah Angin-anginan yang menengahi dan menasehati para istri untuk introspeksi diri.
MBAH ANGIN ANGINAN    : Ya intropeksi, kita kembali melihat kepada diri kita sendiri, apa tho yang kurang pada diri kita, sehingga suamiku meninggalkan aku, sehingga suamiku bosan dengan ku, apa kita kurang bersolek, kurang ayu. Dulu waktu masih yang-yangan dandan mati-matian, dan setelah rabi malah nglomprot blas ratau dandan. Kok suami suka sarapan di luar, apa masakan kita kurang enak? Kalau kurang enak ya belajar masak, biar suami dan anak betah dan suka makan di rumah. Tak ada salahnya kita melihat kembali pada diri kita, tidak asal menyalahklan orang lain. Tapi cobalah menghargai orang lain.
            Dialog dari Mbah Angin-anginkan tersebut adalah sentilan bagi pembaca, maupun bagi penonton jika itu dipentaskan. Masyarakat, termasuk kita di dalamnya yang lebih sering mencari akar masalah dari orang lain, tidak melihat pada diri sendiri. Kita merasa bahwa diri kita tidak pernah salah dan semua masalah disebabkan oleh orang lain. Egoisme yang sudah  mendarah daging dalam diri harus dikikis sedikit demi sedikit untuk meminimalkan konflik dalam hidup. Itulah pesan yang disampaikan oleh Mbah Angin-anginan.
            Cerita ini ringan, mudah dipahami, dan sangat menggambarkan dunia desa atau perkampungan. Masih ada budaya menggunjing, dan membesar-besarkan masalah kecil dan mengecilkan masalah besar. Cerita ini diakhiri dengan selesainya masalah para warga dan Jeng Menul. Sebenarnya suatu masalah akan selesai jika semua orang sadar akan diri masing-masing. Berikut nukilan naskah drama dari dialog Den Mas.


DEN MAS            :Ehm. Kalau memang begitu selesailah, ya semua biarkan berjalan dengan sendirinya. Kenapa kita hanya ngurusi hal hal sepele, sementara banyak hal-hal penting negara yang lain belum terurusi.

         Isi dari nukilan tersebut ada benarnya. Memang tak usahlah mengurusi hal-hal sepele. Karena masih banyak masalah yang lebih penting untung diurusi. Berakhirlah masalah jeng Menul yang dianggap sepele itu. Dan berakhir pula ceritanya. Terdapat lirik lagu yang lucu dan menyentil pada babak akhirnya.  Terdapat juga nasihat yang dapat dipetik yaitu, “Kita songsong hari depan dengan harapan. Dan bukan dengan ketiduran.”



No comments:

Post a Comment