Parodi “Jeng Menul”
Oleh
Faiziya Zulfa - 100211406100
Sekilas membaca judul dari
naskah drama ini sangat menggugah rasa keingintahuan untuk membaca maupun
menonton jika itu dipentaskan. “Jeng Menul” merupakan salah satu naskah drama
yang ditulis oleh Puthut Buchori, beliau adalah seorang dramawan yang aktif
dibidang keteateran. Ia menyebut naskah “Jeng Menul” adalah suatu bentuk parodi
mataraman. Memang benar setelah membaca banyak ditemukan kata-kata bahasa jawa
mataraman. Mungkin bahasa jawa mataraman merupakan bahasa yang digunakan oleh
Puthut Buchori dalam kehidupan sehari-harinya karena ia juga hidup di kota
Yogyakarta. Naskah ini sangat ringan untuk dibaca, tidak menggunakan bahasa
yang muluk-muluk, namun ketika membaca memang dibutuhkan pengetahuan bahasa
jawa.
Naskah ini dibuka dengan sebuah
lirik entah itu puisi atau lagu, namun ketika dipentaskan saya kira lirik itu
akan menjadi sebuah lagu pembuka.
Ini hanyalah parodi
Tentang kisah orang pinggiran
Sukses di kota, sehingga
banyak di suka orang
Tentang orang yang hanya cari
makan
Namun di perdebatkan,
didiskusikan
Sampai orang gedongan
Sampai orang atasan
Inilah kisah tentang orang
Tentang seseorang yang bernama
Jeng menul
Jeng, jeng, jeng, bubure jeng.
Sekilas membaca lirik tersebut
sekilas juga pembaca akan mengerti apa maksud dari isi naskah yang akan
dibacanya. Lirik itu berisi kisah orang pinggiran, atau mungkin orang desa yang
hidup di sebuah perkampungan. Kemudian lahir sebuah konflik yang sebenarnya
sepele, namun butuh orang atasan untuk menyelesaikannya. Pada lirik terakhir
disebutkan nama Jeng Menul, dia adalah tokoh utama dalam cerita ini. Jeng Menul
si penjual bubur.
Nama-nama beberapa tokoh dalam
naskah ini juga sangat unik dan menarik, penulis menempelkan watak para tokoh
dalam nama-nama tokoh, seperti “Mat Kranjang” tokoh ini memang mempunyai sifat
mata keranjang. “Arjo Anggur” tokoh ini adalah seorang pengangguran. Cerita
dalam naskah drama ini dibuka dengan konflik para istri dengan suaminya. Para
suami lebih suka sarapan atau beli bubur Jeng Menul daripada makan di rumah.
Para istri menjadi gusar, mereka meyalahkan Jeng Menul dan menuduhnya sebagai
wanita penggoda, ia tidak menjual bubur namun menjual ‘esem’nya. Akirnya para
istri dihasut oleh salah seorang penjual bubur lain yaitu Mas Romo yang iri
pada Jeng Menul karena para pelanggannya berpindah pada Jeng Menul. Papa
akhirnya datanglah Mbah Angin-anginan yang menengahi dan menasehati para istri
untuk introspeksi diri.
MBAH ANGIN
ANGINAN : Ya intropeksi, kita kembali melihat
kepada diri kita sendiri, apa tho yang kurang pada diri kita, sehingga suamiku
meninggalkan aku, sehingga suamiku bosan dengan ku, apa kita kurang bersolek,
kurang ayu. Dulu waktu masih yang-yangan dandan mati-matian, dan setelah rabi malah
nglomprot blas ratau dandan. Kok suami suka sarapan di luar, apa masakan kita
kurang enak? Kalau kurang enak ya belajar masak, biar suami dan anak betah dan
suka makan di rumah. Tak ada salahnya kita melihat kembali pada diri kita,
tidak asal menyalahklan orang lain. Tapi cobalah menghargai orang lain.
Dialog
dari Mbah Angin-anginkan tersebut adalah sentilan bagi pembaca, maupun bagi
penonton jika itu dipentaskan. Masyarakat, termasuk kita di dalamnya yang lebih
sering mencari akar masalah dari orang lain, tidak melihat pada diri sendiri.
Kita merasa bahwa diri kita tidak pernah salah dan semua masalah disebabkan
oleh orang lain. Egoisme yang sudah mendarah
daging dalam diri harus dikikis sedikit demi sedikit untuk meminimalkan konflik
dalam hidup. Itulah pesan yang disampaikan oleh Mbah Angin-anginan.
Cerita
ini ringan, mudah dipahami, dan sangat menggambarkan dunia desa atau perkampungan.
Masih ada budaya menggunjing, dan membesar-besarkan masalah kecil dan
mengecilkan masalah besar. Cerita ini diakhiri dengan selesainya masalah para
warga dan Jeng Menul. Sebenarnya suatu masalah akan selesai jika semua orang
sadar akan diri masing-masing. Berikut nukilan naskah drama dari dialog Den
Mas.
DEN MAS :Ehm. Kalau memang begitu
selesailah, ya semua biarkan berjalan dengan sendirinya. Kenapa kita hanya
ngurusi hal hal sepele, sementara banyak hal-hal penting negara yang lain belum
terurusi.
Isi dari nukilan tersebut
ada benarnya. Memang tak usahlah mengurusi hal-hal sepele. Karena masih banyak
masalah yang lebih penting untung diurusi. Berakhirlah masalah jeng Menul yang
dianggap sepele itu. Dan berakhir pula ceritanya. Terdapat lirik lagu yang lucu
dan menyentil pada babak akhirnya. Terdapat juga nasihat yang dapat dipetik
yaitu, “Kita songsong hari depan dengan
harapan. Dan bukan dengan ketiduran.”
No comments:
Post a Comment