Translate

Thursday, June 13, 2013

ESAI KRITIK DRAMA Indra Nurdianto

Keserakahan (Materialisme) Sebagai Lemahnya Jiwa Seseorang
Dalam Naskah Drama Nyonya-Nyonya Karya Wisran Hadi
Oleh Indra Nurdianto


Naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi merupakan sebuah gambaran kondisi kehidupan yang sedang terjadi di dalam masyarakat saat ini yakni, keserakahan dan lemahnya jiwa seseorang. Kondisi masyarakat yang dimaksudkan adalah kondisi di mana banyak orang sudah terpengaruh oleh keserakahan materi dan lemahnya jiwa dalam menjalani kehidupan misalnya, perilaku korupsi yang tak henti-hentinya menghujam negeri ini. Kondisi seperti ini merupakan dampak dari kemrosotan moral yang dirasa sangat memilukan. Wisran Hadi sebagai pengarang mencoba menghadirkan kondisi masyarakat yang mengalami penurunan moral akibat keserakahan dan lemahnya jiwa seseorang dikarenakan materi semata.



Kehidupan sosial dan budaya yang diceritakan dalam naskah drama Nyonya-nyonya berasal dari daerah Minangkabau. Dalam adat Minangkabau, rasa perikemanusiaan tidak pernah diabaikan oleh masyarakatnya sehingga adat yang asli tidak terpengaruh oleh kebendaan (materi). Harta pusaka berupa segala kekayaan yang berwujud (materi) yang nantinya akan diwariskan kepada anak kemenakan merupakan bentuk struktur ekonomi di Minangkabau. Harta pusaka tersebut dinilai sebagai alat pemersatu di dalam keluarga dan sampai sekarang ini masih berfungsi sebagaimana mestinya. Akan tetapi, yang memprihatinkan adalah tidak hanya sebagai alat pemersatu saja, malah terkadang harta pusaka sebagai milik bersama tersebut justru sering menimbulkan perselisihan dan sengketa dalam keluarga di Minangkabau.
Dalam naskah drama Nyonya-nyonya masalah seperti uang, tawar-menawar, dan untung-rugi banyak direpresentasikan dalam dialog. Permasalahan tersebut menjadi pemicu munculnya konflik yakni, masalah motif harga diri, menjaga nama baik, dan mempertahankan nilai-nilai adat budaya. Hal tersebut, membuktikan bahwa betapa serakah dan lemahnya jiwa tokoh utama (Nyonya) hanya karena tawaran uang yang tinggi. Meskipun motif dibalik itu adalah mempertahankan harga diri dan nama baik, semua diabaikan demi kepentingan materi. Hal ini sama persis tergambar jelas dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat materialistis sangat ditentang dalam agama dikarenakan akan membawa manusia terpengaruh oleh situasi kebendaan dan non agama dalam kehidupannya. Manusia yang mempunyai sifat materialistik akan menganggap kurang penting persoalan agama dan apa saja yang terkait dengannya termasuk wilayah etika dan aqidah. Padahal, dalam agama sudah jelas melarang manusia untuk menumpuk harta benda karena manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas hartanya tersebut.
Budaya dan adat Minangkabau telah melarang masyarakatnya untuk tidak bersifat materialistik. Akan tetapi, untuk sekarang ini di Minangkabau bahkan di daerah manapun, sifat meterialistik telah menjadi sesuatu yang lumrah untuk dikerjakan karena dianggap sebagai kepribadian yang wajar akibat modernisasi. Kesenangan akan beragam kebendaan telah memanjakan hidup seseorang sehingga memicu kekrisisan moral. Apalagi hidup di zaman sekarang yang terpenting adalah mencari uang sebanyak-banyaknya untuk mempermudah hidup meskipun dengan cara yang tidak diperbolehkan. Dengan demikian, kerasnya kehidupan sekarang menciptakan seseorang untuk berbuat segala cara demi mendapatkan materi.
Perilaku materialistis di dalam masyarakat banyak disebabkan oleh faktor ekonomi. Meskipun disatu sisi sifat materialistis tersebut wajar-wajar saja apabila dalam hal persaingan ekonomi. Akan tetapi, disisi yang lain sifat materialistik terkesan terlalu memaksakan keinginan dikarenakan akan memunculkan beragam cara demi mendapatkan apa yang diinginkan tersebut. Apalagi zaman sekarang, pada umumnya semua anggota masyarakat sudah terkontaminasi oleh kepribadian materialistis. Sifat materialistis yang berlebihan itu sangat buruk bagi masyarakat seperti halnya tokoh Nyonya dalam naskah drama Nyonya-nyonya.
Keserakahan dan lemahnya jiwa menjadikan sifat materialistis di dalam diri manusia semakin menjadi-jadi karena ditengarai oleh faktor ekonomi, agama, dan budaya yang tidak berperan baik sebagaimana yang diharapkan. Melalui naskah dramanya, Wisran Hadi berusaha untuk menyadarkan masyarakat agar tidak mengikuti kebiasan-kebiasaan yang kurang baik serta tidak terjebak dalam hidup kebendaan (materialisme).
Bentuk perilaku materialistik itu mengacu kepada dua macam yaitu, orientasi terhadap uang dan orientasi terhadap harta benda (pusaka). Wisran Hadi dalam naskah drama Nyonya-Nyonya menggambarkan bentuk perilaku materialistik melalui tokoh Nyonya. Orientasi terhadap uang tergambar pada tokoh Nyonya yang tidak mampu menjaga nama baiknya dan bahkan tidak sadar telah menjual harga dirinya demi uang. Berikut kutipan dialognya.
Tuan          : Lima ratus ribu. Terserah Nyonya. Nyonya lebih suka memilih penjara atau dimarahi suami?
Nyonya      : Ibuku tentu akan memaki-makiku.
Tuan          : Terserah Nyonya, kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…? (MENYERAHKAN UANG DENGAN PAKSA)
Nyonya      : (MENERIMA UANG ITU DENGAN GUGUP) Ya Tuhan. (MENCIUM UANG ITU BEBERAPA KALI) Jadi, tuan tidak mengatakan pada siapa pun juga, bukan?
Selanjutnya, orientasi terhadap harta benda (pusaka) telah membuktikan bahwa tokoh Nyonya merupakan seorang yang berperilaku materialistis. Dilihat dari beberapa harta benda yang sudah Nyonya gadaikan kepada Tuan (penjual barang antik) kerena tergiur akan tawaran uang yang tinggi. Berikut kutipan dialognya.
Nyonya      : Tuan, kenaikan dua puluh lima dari tawarn Tuan memperlambat proses jual beli. Terbukti Tuan bukanlah pedagang yang pintar.
Tuan          : (MENGELUARKAN UANG DARI TASNYA) Ini. Tujuh ratus ribu!
Nyonya      : O, o, Tuan. Apa itu? Uang? Tujuh ratus ribu?
Tuan          : Tidak kurang serupiah pun! (MENYERAHKAN UANG)
Nyonya      : (MENERIMA UANG ITU DENGAN PENUH NAFSU, TAPI PURA-PURA GUGUP) Jadi, tuan membeli sebuah kursi seharga tujuh ratus ribu? Tuan. Tuan. (PURA-PURA MENANGIS) Aku tidak akan menjualnya, Tuan. (MENANGIS)
Perilaku materialistis tokoh Nyonya berdampak terhadap dirinya sendiri dan keluarganya. Dampak terhadap dirinya sendiri terlihat dalam keseharian Nyonya yang tidak merdeka hati dan selalu resah ketika menghadapi Tuan dan ketiga keponakannya. Nyonya tidak merasa tenang karena persoalan-persoalan yang berdatangan terhadap dirinya. Dilihat dari tokoh Nyonya yang tidak bisa menjaga nama baik karena selalu tergiur tawaran tinggi demi mendapatkan uang. Tidak hanya berupa benda mati seperti pekarang rumah, empat petak marmer teras rumah, kursi tamu, kursi makan, dan tempat tidur yang tergadai demi kepentingan untuk mendapatkan uang, sampai-sampai harga diri Nyonya terbeli oleh Tuan. Berikut kutipan dialognya.
Ponakan A       : Kamu takut kan? Syukurlah. Aku akan takut, kalau kamu tidak `takut. Ayo, serahkan uang itu, kalau tidak…. (MENIKAM-NIKAM PISAU ITU KE LANTAI)
Nyonya             : Jadi,… jadi… kamu… perlu… uang. Baik. (MENGELUARKAN UANG DARI DALAM TAS) Ini.
Sedangkan, dampak terhadap keluarga Nyonya yaitu semua perselisihan yang terjadi di dalam keluarga Nyonya diawali dari penjualan harta pusaka yang dilakukan oleh suami Nyonya (Datuk). Pertengkaran, perselisihan, dan kepura-puraan yang dilakukan demi mendapatkan uang, baik itu oleh Nyonya maupun ketiga keponakannya. Sifat materialistis yang tertanam di dalam diri tokoh Nyonya dan ketiga ponakannya merupakan gambaran hidup yang terjadi di dalam masyarakat saat ini. Demi mendapatkan uang apapun akan dilakukan dan tidak jadi persoalan apa yang akan terjadi selanjutnya. Berikut kutipan dialognya.
Nyonya        : Soal datukmu dapat bicara atau tidak, itu urusan lain. Tapi, perlu kujelaskan padamu bahwa aku sebagai isrinya telah berbuat lebih dari segalanya. Kalau suamiku itu punya banyak kemenakan, coba mana kemenakannya yang datang atau ikut membantu biaya perawatannya? Tidak seorang pun! Hanya kamu sendirilah yang datang, itu pun untuk urusan tentang uang tanah pusakamu! Tapi benar juga, suamiku menganggap bahwa kemenakannya yang banyak itu hanya tahu pada hak tapi tidak pada kewajiban. Sudah begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai. Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.
Ponakan A  : mungkin uang itu di bank.

Nyonya        : Kamu boleh bongkar seluruh isi rumahku ini. Tidak akan kamu temui surat-surat bank di sini. Jangankan surat bank, surat kabar saja aku tidak pernah suka!

No comments:

Post a Comment