Keserakahan (Materialisme) Sebagai Lemahnya Jiwa Seseorang
Dalam Naskah Drama Nyonya-Nyonya Karya Wisran Hadi
Oleh Indra Nurdianto
Naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi merupakan sebuah
gambaran kondisi kehidupan yang sedang terjadi di dalam masyarakat saat ini yakni,
keserakahan dan lemahnya jiwa seseorang. Kondisi masyarakat yang dimaksudkan
adalah kondisi di mana banyak orang sudah terpengaruh oleh keserakahan materi
dan lemahnya jiwa dalam menjalani kehidupan misalnya, perilaku korupsi yang tak
henti-hentinya menghujam negeri ini. Kondisi seperti ini merupakan dampak dari
kemrosotan moral yang dirasa sangat memilukan. Wisran Hadi sebagai pengarang
mencoba menghadirkan kondisi masyarakat yang mengalami penurunan moral akibat
keserakahan dan lemahnya jiwa seseorang dikarenakan materi semata.
Kehidupan sosial dan budaya yang diceritakan dalam naskah drama Nyonya-nyonya berasal dari daerah Minangkabau.
Dalam adat Minangkabau, rasa perikemanusiaan tidak pernah diabaikan oleh
masyarakatnya sehingga adat yang asli tidak terpengaruh oleh kebendaan
(materi). Harta pusaka berupa segala kekayaan yang berwujud (materi) yang
nantinya akan diwariskan kepada anak kemenakan merupakan bentuk struktur
ekonomi di Minangkabau. Harta pusaka tersebut dinilai sebagai alat pemersatu di
dalam keluarga dan sampai sekarang ini masih berfungsi sebagaimana mestinya. Akan
tetapi, yang memprihatinkan adalah tidak hanya sebagai alat pemersatu saja, malah
terkadang harta pusaka sebagai milik bersama tersebut justru sering menimbulkan
perselisihan dan sengketa dalam keluarga di Minangkabau.
Dalam naskah drama Nyonya-nyonya
masalah seperti uang, tawar-menawar, dan untung-rugi banyak direpresentasikan
dalam dialog. Permasalahan tersebut menjadi pemicu munculnya konflik yakni,
masalah motif harga diri, menjaga nama baik, dan mempertahankan nilai-nilai
adat budaya. Hal tersebut, membuktikan bahwa betapa serakah dan lemahnya jiwa
tokoh utama (Nyonya) hanya karena tawaran uang yang tinggi. Meskipun motif
dibalik itu adalah mempertahankan harga diri dan nama baik, semua diabaikan demi
kepentingan materi. Hal ini sama persis tergambar jelas dalam kehidupan
sehari-hari.
Sifat materialistis sangat ditentang dalam agama dikarenakan akan
membawa manusia terpengaruh oleh situasi kebendaan dan non agama dalam
kehidupannya. Manusia yang mempunyai sifat materialistik akan menganggap kurang
penting persoalan agama dan apa saja yang terkait dengannya termasuk wilayah
etika dan aqidah. Padahal, dalam agama sudah jelas melarang manusia
untuk menumpuk harta benda karena manusia akan dimintai pertanggung jawaban
atas hartanya tersebut.
Budaya dan adat Minangkabau telah melarang masyarakatnya untuk tidak bersifat
materialistik. Akan tetapi, untuk sekarang ini di Minangkabau bahkan di daerah
manapun, sifat meterialistik telah menjadi sesuatu yang lumrah untuk dikerjakan
karena dianggap sebagai kepribadian yang wajar akibat modernisasi. Kesenangan akan
beragam kebendaan telah memanjakan hidup seseorang sehingga memicu kekrisisan
moral. Apalagi hidup di zaman sekarang yang terpenting adalah mencari uang
sebanyak-banyaknya untuk mempermudah hidup meskipun dengan cara yang tidak
diperbolehkan. Dengan demikian, kerasnya kehidupan sekarang menciptakan seseorang
untuk berbuat segala cara demi mendapatkan materi.
Perilaku materialistis di dalam masyarakat banyak disebabkan oleh
faktor ekonomi. Meskipun disatu sisi sifat materialistis tersebut wajar-wajar
saja apabila dalam hal persaingan ekonomi. Akan tetapi, disisi yang lain sifat
materialistik terkesan terlalu memaksakan keinginan dikarenakan akan
memunculkan beragam cara demi mendapatkan apa yang diinginkan tersebut. Apalagi
zaman sekarang, pada umumnya semua anggota masyarakat sudah terkontaminasi oleh
kepribadian materialistis. Sifat materialistis yang berlebihan itu sangat buruk
bagi masyarakat seperti halnya tokoh Nyonya dalam naskah drama Nyonya-nyonya.
Keserakahan dan lemahnya jiwa
menjadikan sifat materialistis di dalam diri manusia semakin menjadi-jadi karena
ditengarai oleh faktor ekonomi, agama, dan budaya yang tidak berperan baik sebagaimana
yang diharapkan. Melalui naskah dramanya, Wisran Hadi berusaha untuk
menyadarkan masyarakat agar tidak mengikuti kebiasan-kebiasaan yang kurang baik
serta tidak terjebak dalam hidup kebendaan (materialisme).
Bentuk perilaku materialistik itu mengacu kepada
dua macam yaitu, orientasi terhadap uang dan orientasi terhadap harta benda
(pusaka). Wisran Hadi dalam naskah drama Nyonya-Nyonya menggambarkan bentuk
perilaku materialistik melalui tokoh Nyonya. Orientasi terhadap uang tergambar
pada tokoh Nyonya yang tidak mampu menjaga nama baiknya dan bahkan tidak sadar
telah menjual harga dirinya demi uang. Berikut kutipan dialognya.
Tuan :
Lima ratus
ribu. Terserah Nyonya. Nyonya lebih suka memilih penjara atau dimarahi suami?
Nyonya : Ibuku tentu akan memaki-makiku.
Tuan :
Terserah
Nyonya, kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…?
(MENYERAHKAN UANG DENGAN PAKSA)
Nyonya : (MENERIMA UANG ITU DENGAN GUGUP) Ya
Tuhan. (MENCIUM UANG ITU BEBERAPA KALI) Jadi, tuan tidak mengatakan pada siapa
pun juga, bukan?
Selanjutnya, orientasi terhadap harta
benda (pusaka) telah membuktikan bahwa tokoh Nyonya merupakan seorang yang
berperilaku materialistis. Dilihat dari beberapa harta benda yang sudah Nyonya gadaikan
kepada Tuan (penjual barang antik) kerena tergiur akan tawaran uang yang tinggi.
Berikut kutipan dialognya.
Nyonya : Tuan, kenaikan dua puluh lima
dari tawarn Tuan memperlambat proses jual beli. Terbukti Tuan bukanlah pedagang
yang pintar.
Tuan : (MENGELUARKAN UANG DARI
TASNYA) Ini. Tujuh ratus ribu!
Nyonya : O, o, Tuan. Apa itu? Uang?
Tujuh ratus ribu?
Tuan : Tidak kurang serupiah pun!
(MENYERAHKAN UANG)
Nyonya : (MENERIMA UANG ITU DENGAN PENUH
NAFSU, TAPI PURA-PURA GUGUP) Jadi, tuan membeli sebuah kursi seharga tujuh
ratus ribu? Tuan. Tuan. (PURA-PURA MENANGIS) Aku tidak akan menjualnya, Tuan.
(MENANGIS)
Perilaku materialistis tokoh Nyonya berdampak
terhadap dirinya sendiri dan keluarganya. Dampak terhadap dirinya sendiri
terlihat dalam keseharian Nyonya yang tidak merdeka hati dan selalu resah
ketika menghadapi Tuan dan ketiga keponakannya. Nyonya tidak merasa tenang
karena persoalan-persoalan yang berdatangan terhadap dirinya. Dilihat dari
tokoh Nyonya yang tidak bisa menjaga nama baik karena selalu tergiur tawaran
tinggi demi mendapatkan uang. Tidak hanya berupa benda mati seperti pekarang
rumah, empat petak marmer teras rumah, kursi tamu, kursi makan, dan tempat
tidur yang tergadai demi kepentingan untuk mendapatkan uang, sampai-sampai
harga diri Nyonya terbeli oleh Tuan. Berikut kutipan dialognya.
Ponakan A : Kamu takut kan? Syukurlah. Aku akan takut, kalau kamu tidak `takut. Ayo,
serahkan uang itu, kalau tidak…. (MENIKAM-NIKAM PISAU ITU KE LANTAI)
Nyonya
: Jadi,… jadi… kamu… perlu… uang. Baik.
(MENGELUARKAN UANG DARI DALAM TAS) Ini.
Sedangkan, dampak terhadap keluarga Nyonya
yaitu semua perselisihan yang terjadi di dalam keluarga Nyonya diawali dari penjualan
harta pusaka yang dilakukan oleh suami Nyonya (Datuk). Pertengkaran,
perselisihan, dan kepura-puraan yang dilakukan demi mendapatkan uang, baik itu oleh
Nyonya maupun ketiga keponakannya. Sifat materialistis yang tertanam di dalam
diri tokoh Nyonya dan ketiga ponakannya merupakan gambaran hidup yang terjadi
di dalam masyarakat saat ini. Demi mendapatkan uang apapun akan dilakukan dan
tidak jadi persoalan apa yang akan terjadi selanjutnya. Berikut kutipan dialognya.
Nyonya : Soal datukmu dapat bicara atau tidak, itu urusan lain. Tapi, perlu
kujelaskan padamu bahwa aku sebagai isrinya telah berbuat lebih dari segalanya.
Kalau suamiku itu punya banyak kemenakan, coba mana kemenakannya yang datang
atau ikut membantu biaya perawatannya? Tidak seorang pun! Hanya kamu sendirilah
yang datang, itu pun untuk urusan tentang uang tanah pusakamu! Tapi benar juga,
suamiku menganggap bahwa kemenakannya yang banyak itu hanya tahu pada hak tapi
tidak pada kewajiban. Sudah begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai.
Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.
Ponakan A : mungkin uang itu di bank.
Nyonya
: Kamu boleh bongkar seluruh isi
rumahku ini. Tidak akan kamu temui surat-surat bank di sini. Jangankan surat
bank, surat kabar saja aku tidak pernah suka!
No comments:
Post a Comment